Rabu, 29 Februari 2012

Nyanyian Rindu untuk Emak


PUISI ANAK

Emak,  seutas rindu ini hanya untuk emak
tak perduli ladang kita mengering
sawah yang merana kerontang
asal emak mau tersenyum....wajah seterang  matahari
sehalus sinar rembulan
yang menghangati bilik bambu kita
mana sarapan untuku, emak ?
singkong rebus dengan gula aren dan
panganan dari nasi ketan

Emak, aku lelah dengan nyanyi rindu ini
yang terus menyelinap di tengah tidurku
emak !, telah aku teriaki bukit-bukit asri
yang menyelingkungi desa terpencil kita
namun mereka hanya terdiam membisu
kemana lagi aku akan menangis
bila hanya untuk rinduku
yang memburu hari-hariku

(Semarang, 29 Februari 2012)




Jumat, 17 Februari 2012

Surat untuk Tulkiyem


Galang hari ini sibuk menulis dua surat, yang satu ditulis untuk emaknya di kampung dan satu lagi untuk Tulkiyem pacarnya di kampung. Setelah selesai semuanya segera surat itu dimasukan ke amplop dan diposkan.  Setelah beberapa hari  Hp nya berdering.....terdengarlah suara emaknya.
“Galang !, kamu tidak tahu sopan santun ya !.Masa sama emakmu,kamu merayu...ngajak emak berkencan !....kamu gimana siiiiihh !!!!!”
“Ya ampun mak,keliru masukan surat Tulkiyem ke amplopnya emak !!!. maafin ya mak “
Sebentar kemudian, Hp nya berdering jga dan terdengar suara Tulkiyem :
“Yang kamu minta uang berapa. Segera aku kirimkan ke rekeningmu !”
“Aduh yem !, keliru itu surat untuk emak !”
“Makanya yang kalau nulis surat sarapan dulu !”
Aduh sialnya aku hari ini....!!!!!##@

Rumus Matematika


Seorang guru matematika mengajarkan pada siswanya, bahwa ilmu matematika adalah ilmu pasti. Seorang siswa bertanya :
“Tapi ada perkalian yang hasilnya tidak sama dengan matematia, pak !”  seru siswa tersebut.
“Ya nggak bisa, kalau 3 x 3 = 9 itu dimana mana sama “
“Buktinya kalau 1 x 24, pak !”
“ya tetap 24 “
“Kalau dikampung saya hasilnya-Tamu Harap Lapor.....!!!!!”
Pak Guru hanya diam mendengarkan murid yang belum sarapan ini.

Patualangan ke Negeri Antahberantah


Ucil kembali disibukan dengan pekerjaan emaknya di dapur, mengambil air di sendang dekat rumahnya dan memetik sayur di kebun. Sehingga seharian dia tidak bermain dengan sahabat – sahabatnya di hutan.  Setelah selesai pekerjaan membantu emaknya, siang hari dia di kebon sayur emaknya, untuk mencabut tanaman sayur yang telah menguning, karena kekurangan air.
   Memang saat itu, kemarau panjang telah melanda Hutan Kedung Siluman, sudah banyak tanaman dan pohon besar yang telah menggugurkan daunnya.. Sahabat – sahabatnya sudah agak lama tidak makan sayur, hanya memakan dahan – dahan itupun yang telah menguning.
   Sejenak Ucilpun istirahat sejenak, setelah pekerjaan di kebon emaknya usai sudah. Dia kini duduk bersandar di pohon mangga depan gubugnya. Sementara emaknya yang sudah renta memilik tidur siang di kamarnya yang reot. Tidak lupa teman saat dia kesepian, seruling bambu kesukaannya ia mainkan. Ucilpin kini hanyut dengan irama serulingnya , mengalun merdu menembus Hutan Kedung Siluman yang sedang meranggas menghadapi kemarau panjang.
  Langit  begitu cerahnya, biru terhampar melingkungi Hutan Kedung Siluman. Ucilpun merasa sejuk dengan semilir angina kemarau yang bertiup perlahan. Sementara itu suara seruling bamboo semakin mengalun merdu, menambah kekaguman Ucil terhadap alam sekitar tempat dia dan emaknya hidup.  Namun di tengah langit biru yang cerah tampaklah cahaya berkilau, laksana bintang yang berjalan mendekati dia.
   “Sinar apa ini.?. Bukankah siang hari tidak ada bintang ?. Apa ini pertanda akan datangnya bahaya ?. . semoga saja pertanda akan turun hujan ! “  seru Ucil lirih. Belum sempat Ucil berdiri dari tempat duduknya, sinar itu sekarang berada di depanya hanya berjarak beberapa puluh langkah. Kini jelas sudah wujud sinar tang berkilau, yaitu sebuah lingkaran besar yang  dindingnya bersekat dan memanjnag membentuk lorong tak berujung.
    Dengan penuh waspada Ucil mendekati lorong tersebut untuk meneliti apa sebenarnya benda itu. Belum lama Ucil berdiri di lorong itu. Tiba- tiba sebuah tenaga yang besar sekali menyedot tubuhnya hingga masuk ke dalam lorong. Sudah barang tentu Ucilpun mengerahkan sekuat tenaga untuk keluar lorong itu., namun semua tenaganya hanya sia - sia saja. Akhirnya kini Ucil merangsek tersedot ke dalam lorong itu. Entah menuju kemana.
  Sdah agak lama Ucil terbawa gaya tarik lorong bercahaya itu, Karena itu tenaga
diapun menjadi habis. Sampai akhurnya dia merasakan tubuhnya terpental dan jatuh di suatu tempat. Bersamaan dengan itu lorong bercahaya itupun hilang dari pandanganya entah kemana.
   Kini dia hanya mampu menarik nafas dalam – dalam dan berusaha menenangkan perasaan yang tidak menentu. Setelah mampu menenangkan perasaanya, barulas Ucil sadar, bahwa kini dia telah berada di tempat asing dan jauh dari rumahnya.
   Tempat itu banyak dipenuhi oleh banyak bangunan besar dan menjulang tinggi, seperti perbukitan di hutannya, tetapi di sini tidak didapati pepohonan. Keheranan semakin menjadi-jadi karena di langit dia melihat langit tidak berwarna biru, tetapi berwarna jingga kemerahan.
   Ucilpun banyak melihat manusia yang lalu – lalang di sekitar bangunan besar itu dan semua manusia itu sama sekali tidak menghiraukan kedatangan Ucil merasa sedih hatinya, karena keramah-tamahan di sini sangat berbeda disbanding di Kedung Siluman. Atau kehidupan disini sudah tidak ada lagi keperdulian antar sesama.
   Mereka bepergian kesana-sini menggunaan kereta yang bisa melayang tetapi tidak memiliki roda dan tidak mengeluarkan suara. Tibalah Ucil kini pada rasa ketidakpercayaan dirinya sendiri.  Apakah dia berada di alam siluman, atau di Kerajaan Laut Kidul atau hanya mimpi belaka seperti menari di bulan.
   Hingga akhirnya Ucil hanya bisa berjalan menyelusuri jalan yang keras dan halus menuruti kemana kakinya melangkah entah kemana, bertemu siapa dan minta tolong pada siapa ?. Sepanjang dia berjalan tak menentu, dia hanya teringat kepada emaknya seorang. Hal yang paling membuat hatinya sedih, adalah bila dia tahu emaknya kesepian ditinggal dia.
      Tak lama melangkah dia mendengar suara langkah kaki yang berat mendekatinya.    
       Tanpa  mengurangi kewaspadaan diapun berhenti untuk menunggu sosok yang berjalan   
       mendekatinya.
   “Selamat datang di lorong waktu th 5040, aku mengemban tugas dari Sang Pemimpin untuk menjemputmu, kawan ! “
   “He. . .Siluman aneh, siapa namamu ? darimana engkau datang ?” tanya Ucil.

   ‘Siluman ?. . di programku tidak ada kata siluman, aku hanya cyber atau robot ?”  jawab makhluk aneh yang berhadapan dengan Ucil.
   “Robot ? jadi namamu robot ?. . . Di hutanku tidak ada robot, juga nggak ada hewan yang tubuhnya kaya kamu, Apa engkau kera besi ? “ tanya Ucil penasaran.
   “Tuuut.. .tiiit aku bukan manusia juga bukan hewan, aku hanya mesin elektronik saja” jawab sang robot.
   “Ah, aku jadi tambah tak mengerti. Sudah seharian aku disini, aku jadi bingung. Tempat apa ini ? dan dimana aku ?. Kasihan emaku di rumah tidak ada yang Bantu. Aku ingin pilang. Kemana jalan pulang ke  Kedung Siluman ?”  tanya Ucil.
   “Itu masalah gampang, nanti akan aku antar engkau pulang, agar kau bisa bertemu emakmu serta sahabat – sahabatmu Rogo Branjangan, Elang Mas, Kilat Menjangan, Sembrani. Kancil Sakti, Kijang Perkasa dan Kijang  Lelono, Naga Sanca , Belang dan Si Putih..
   “Darimana kau tahu nama teman-temanku? Apa kamu pernah ketemu mereka ?” desak Ucil.
   “Nanti kau akan tahu setelah ketemu Sang Pemimpin. Maka ikutlah kami “ jawab Robot,“Untuk apa “ seru Ucil.
   “Aku tidak tahu, aku hanya menjalankan tugas. Tuuuut. . . tiiiit. Sekarang ikutlah denganku. Perlu kau ketahui kami tidak bermaksud jahat denganmu”  jawab sang robot sambil menuntun Ucil menuju mobil yang sudah siap menunggu dari tadi.
   “Masuklah ke mobil, manusia kecil ! “ pinta sang robot.
         “Masuk ke mana ? “ jawab Ucil dengan muka bengong.
   “Masuk ke mobil ini, dengan mobil ini akan kuantar kau ke Sang Pemimpin “
   “Mobil. . .apa itu mobil ?” tanya Ucil yang belum juga tahu maksud robot itu.
   “Mobil adalah kendaraan yang digunakan manusia di jaman ini, Sama seperti kamu naik kuda di hutanmu”. Jawab sang robot.

   “Sampaikan pimpinanmu aku tidak akan lama-lama, emak akan mencariku, Kasihan
dia “ pinta Ucil.
        “Kamu bisa minta apa saja setelah kau ketemu “
 Ucil kini terdiam seribu bahasa, yang bisa dia lakukan hanya menuruti saja kemana
mobil itu melaju. Tak henti-hentinya Ucil dihinggapi perasaan kagum terhadap mobil yang dia naiki sekaligus perasaan ceria. Rasa ingin tahunya yang kuat terhadap mobil sebenarnya kuat sekali. Namun penasaran terhadap niat Sang Pemimpin ingin menemuinya lebih kuat lagi.
 Terasa hanya sekejap saja Ucil telah sampai pada sebuah bangunan  yang besar
sekali berwarna biru muda. Di dalam bangunan itu terdapat ruangan rapat yang besar dan telah berkumpul puluhan manusia yang aneh-aneh, yang menunggu kedatangan Ucil. Mereka duduk di melingkar dan di sekitarnya terdapat peralatan yang Ucil sendiri tidak tahu.
 “Selamat Datang  Ucil Si Tarzan Kecil. Selamat Datang di  KOTA   INDIES.  Silakan
engkau mau duduk di sebelah mana, anak manis ! “ Jawab Sang Pemimoin.
 “Darimana Bapak tahu nama saya? “ jawab Ucil terheran-heran.
    “Ha.. .ha. . .ha aku sudah lama mengamati kehidupanmu dengan sahabat-sahabatmu di Hutan Kedung Siluman. Maka segala sesuatu tentang dirimu dan masyarakatmu telah aku catat dan pelajari.. Perkenalkan aku Sang Pemimpin KOTA INDIES, dan disebelah kanan kiriku adalah Anggota Dewan Penasehat Agung Kota Indies.”  Jawab Sang Pemimpin..
    “Siapa nama Bapak dan apa Bapak pernah ke Kedung Siluman” tanya Ucil yang bertambah heran.
    “Warga Kota Indies memanggilku SANG PEMIMPIN dan untuk mempelajari masyarakatmu kami tidak perlu langsung ke Hutan Kedung Siluman. Kami bisa mengamati dari jarak jauh.  Coba, Cil, perhatikan dinding di depanmu. Akan kami perlihatkan hasil pengamatan kami tentang masyarakatmu ”  pinta Sang Pemimpin.
     Aneh, kehidupan sehari – hari Ucil telah tergambar di dinding itu, bagaimana dia tiap hari membantu emaknya atau kala dia bercengkerama dengan sahabat – sahabatnya. Bahkan perlawanan Ucil dengan Wiro Libas dari Hutan Cemoro Sewu. Tidak terlewatkan pula pertempuran Raja Rimba dengan Siluman Banaspati.

   “Bagaimana bapak mengetahui ini semua,  toh aku tidak pernah melihat Bapak di Kedung Siluman ? “ tanya Ucil.
   “Kami menggunakan kamera optik lorong waktu, sehingga setiap gerak=gerik kamu dan sahabat-sahabatmu terekam jelas “ papar Sang Pemimpin.
   “Lantas apa tujuan bapak melalukan ini semua ? “ tanya Ucil.
   “Pertanyaan yang bagus anak manis !.Memang engkau anak yang cerdas. Tujuan kami mengamati kehidupanmu, adalah selama bertahun-tahun bangsa kami berpetualang dari waktu ke waktu, baru kali ini bangsaku menemukan masyarakat yang tentram dan damal seperti masyarakatmu “ papar Sang Pemimpin.
   “Tapi kami adalah masyarakat yang bodoh. Dibanding disini kami sangat jauh, kami tidak punya mobil, kami hanya menunggang Sembrani atau  Gajah Sona “ jawab Ucil.
   “Berapa kamu bayar Sembrani dan Gajah Sona. Cil ?”  tanya salah satu Dewan Penasehat.
   “Tidak sama sekali “ jawab Ucil.
   “Itulah yang sedang kami pelajari, bentuk kehidupan masa lalu yang penuh dengan kebersamaan dan kebahagiaan, seperti di Kedung Siluman “ papar Sang Pemimpin.
   “Namun Bapak harus mengethui bahasa binatang “
   “Masalah bahasa kami tidak mengalami kesulitan, meski itu bahasa hewan. Kami telah mempelajari bahasa apa saja selama beribu-ribu tahun “ Jawab Ketua Dewan Penasehat Agung Kota Indies.
     “Lantas mengapa harus masyarakat Kedung Siluman  yang Bapak pe;lajari ?. Apa   
      tidak  
       ada masyarakat lainnya ? “ tanya Ucil.
   “Ketahuilah, anaku sayang !, . . .hampir setiap tahun dan sudah terjadi beratus tahun, penghuni Kota Indies terlibat perang satu dengan lainnya. Hingga sampai saat ini belum tercipta kedamaian seperti di Kedung Siluman. Untuk itulah kami mempelajari masyarakatmu “ jawab salah satu anggota Dewan Penasehat Agung Indies.
   “Ah. . .itu kan karena kewibawaan Si Raja Rimba. Mengapa bukan dia yang diundang kemari “ sahut Ucil dengan nada merendahkan diri.
   “Setelah kami pelajari dengan seksama, ternyata hanya engkau seorang yang memiliki bakat seorang pemimpin di masamu. bukan hanya untuk Hutan Kedung Siluman, tetapi untuk masyarakat luas di masamu nanti. Maka engkaulah yang kami undang “ tegas Sang Pemimpin.
   “Sang Pemimpin. ! Mohon maaf aku ingin pulang. Aku kangen sama emak “ seru Ucil sambil memelas.
  “Ha. . .ha….ha  jangan kuatir dengan emakmu, Cil !.  Menurut kamera lorong waktu, dia baik=baik saja, Sabarlah dulu Cil. Kalau sudah waktunya,  kamu akan dipulangkan “ jawab Sang Pemimpin sambil terus tertawa dan diikuti semua yang hadir di rapat.
  “Kapan waktunya aku pulang “
  “Mengertilah Cil.  Masyarakat di masamu nanti, sangat membutuhkan pemimpin seperti kamu. Oleh sebab itu kami Warga Kota Indies sepakat untuk memberimu bekal berbagai macam ilmu pengetahuan, termasuk jug abaca-tulis berbagai abjad yang ada di bumi. Hal ini sangat engkau butuhkan, sehingga nantinya kamu mampu menjadi pemimpin yang baik.
Oleh sebab itu bersabarlah, tinggalah engkau disini untuk beberapa tahun, setelah engkau pandai, kembalilah ke emakmu” papar Sang Pemimpin.
  “Beberapa tahun ? Oh aku tak sanggup “
  “Bersikaplah dewasa !, anaku. Semua niatan baik kami hanya semata-mata demi engkau dan masyarakatmu, Ada suatu masa di mana sahabat-sahabatmu akan dibantai oleh manusia tamak, guna kepentingan pribadi semata-mata “ jawab Sang Pemimpin,
    “Masalah waktu, kamu tidak usah khawatir, karena waktu di Kota Indies dengan       
       waktu
       di Kedung Siluman berbeda jauh. Emakmu tidak akan menunggu lama” seru Ketua Dewan  
      Penasehat Agung.
   Ah. . .aku tidak tahu ini semua. Tapi merekan orang – orang pandai. Apa salahnya bila aku menerima tawaran mereka, demikian bisik hati Ucil. Sehingga dia kini hanya mengangguk kecil pertanda setuju.
   Hari berganti minggu, bulan dan tahun. Genaplah dua tahun tujuh bulan Ucil menuntut ilmu di Kota Indies dengan system pendidikan yang modern dan dibimbing langsung oleh guru – guru yang pandai di bidangnya.
   Segala macam ilmu pengetahuan mulai dari Ilmu Sosial, Kepribadian, Ilmu Alam, Komputer Modern dan lainnya telah dikuasai Ucil.  Sehingga jadilah dia pemimpin yang disiapkan untuk jamannya.
   Setelah dianggap selesai misi para ahli Kota Indies, maka  Ucilpun dipersilakan kembali ke emaknya melalui lorong waktu.  Sekaligus Ucil juga dibekali  cara berkomunikasi dengan guru – gurunya dari Kota Indies, bila dia membutuhkan.
   Pagi hari waktu Kota Indies, Ucil dilepas secara resmi oleh  seluruh warga kota itu. Senyum ceria, Ucapan Selamat Tinggal dan peluk cium dia dapatkan dengan penuh haru. Kini kembalilah Ucil berkendaraan loromg waktu untuk pulang ke Kedung Siluman sama seperti kala dia berangkat.
   Tak berapa lama Ucil merasakan tubuhnya terpental dari lorong waktu, tepat di depan rumahnya. Dan kinipun dia biisa melihat langsung wajah emaknya. yang tersenyum gembira. Emaknyapun kini mencium pipi Ucil dengan penuh haru, disusul dengan tawa canda sahabat – sahabatnya yang mengelilinginya.
  “Syukurlah engkau selamat, Cil,  Setelah engkau tadi ditelan Banaspati “ seru emaknya yang mengucurkan air mata bahagia di pipinya,
  “Cil, engkau tidak apa – apa  ?. Syukurlah kalau begitu. Sekarang diamana Banaspati tadi?” seru Raja Rimba.
  “Entahlah, aku tidak tahu. . . mak, maafkan Ucil yang dua tahun lebih meninggalkanmu ya mak “ seru Ucil sambil terisak – isak.

“Kamu menghilang sejak tadi siang . Bukan dua tahun !. Engkau bicara apa , anaku ? “ seru emaknya’
“Dari tadi ! oh gak mungkin . Padahal aku belajar di Indies dua tahun, tapi itulah lorong waktu”  tutur Ucil.
 

HAMDI BEFFFANANDA AJI

Menari di Bulan



   Malam mulai menyelimuti Hutan Kedung Siluman. Disana sini terlihat berjejer pohon yang terbujur kaku..   Rembulan belum juga kelihatan, meski telah ditunggu kehadirannya oleh penghuni hutan ini, Tinggalah kini kegelapan yang menjadi penghantar tidur malam semua penghuni Hutan Kedung Siluman.
        Oh. . . gelap nian malam ini, pantas saja sahabat – sahabatku memilih tinggal di rumahnya masing – masing, ketimbang menemaniku disini, demikian bisik hati Ucil, sambil duduk di kursi bambu depan rumah. Sementara emaknya telah tidur lelap dari tadi sore, untuk melepas lelah setyelah sejak pagi tadi bekerja keras di kebonnya.
 Awan hitam perlahan terbawa angina malam yang mulai bertiup kencang.
Sehinggasemakin larut malam semakin bersih langit di atas Hutan Kedung Siluman.  Giliran bulan mulai menampakan dirinya dengan jelas wajahnya.
 Ucil yang terdiam duduk di kursi bambunya semakin kagum dengan munculnya
sang rembulan. Adakah hutan di bulan sana , seperti hutanku ? Adakah hewan – hewan yang hidup di sana seoerti sahabatku di sini ?. Adakah manusia yang tinggal di sana ?. Rasa kagumnya kini berganti dengan lamunan yang semakin kuat.
 Oh. . . andaikata aku bisa menjadi raja yang agung, akan kunaiki Rajawali Raksasa,
yang bisa aku naiki dan mengantarkan aku ke bulan. Aku akan berjalan – jalan di sana, aku akan berkenalan dengan hewan – hewan di hutan sana. Apakah mereka bisa beramah – tamah denganku seperti di Kedung Siluman.
“Bisa Cil, aku akan mengantarkan kau ke bulan sampai engkau puas “ seru sebuah suara.
Entah siapa dan darimana. Ucilpun terperanjat kaget mendengar suara yang belum ia kenal. Diapun menoleh kanan kiri. Rasa penasaran yang kuat mulai tertanam di hatinya.
“Siapa engkau ? Tunjukan dirimu . . . apakah engkau hantu ? “ teriak Ucil  ketakutan.
“Sekarang aku ada di sampingmu, jangan takut ! “
“Oh engkau seekor garuda. . .siapa namamu, apa engkau bermaksud jahat” desak Ucil.
      “Hooo. . . Ucil sahabatku ,  namaku adalah JATAYU  . Asalku tidak jauh dari sini,
akulah kendaraan  RAJA – RAJA JAWA.  Sama sekali aku tak bermaksud jahat, aku hanya ingin mengantar kau berjalan – jalan di bulan “
   “Mana mungkin engkau bisa “
   “Naiklah ke punggungku, aku akan mengantarkan kau ke sana “ jawab Jatayu  yang berusaha meyakinkan.
   “Lantas berapa lama  perjalanan ke sana, kasihan emaku dia akan mencariku “
   “Oh. . .tidak akan lama, aku janji ! “
   “Ah. . .aku masih tidak percaya “ seru Ucil.
   “Gimana aku bisa meyakinkan engkau ?. Coba saja Cil, naiklah ke punggungku, engkau akan ku ajak melintas angkasa, melintas jagad raya dan bisa melihat bumi dari bulan. Bukankah tadi engkau ingin ke bulan ? “ rayu Jatayu, yang semakin membuat Ucil tambah yakin.
    Ucil berpikir sejenak, karena perasaannya kini masih diliputi ketidakpercayaan, mana mungkin dia bisa membawaku terbang ke bulan ?. Jelas dia bohong !. Tapi bukankah dia Jatayu milik Raja Raja Jawa  Mana mungkin dia bohong ?. Atau ini hanya tipu muslihat ?.
   “Baiklah, Cil !, kalau kamu masih tidak percaya,  aku akan membawamu keliling Kedung Siluman, kalau engkau sudah percaya baru aku antar kau ke bulan. Nah. . . sekarang naiklah ke punggungku “  seru Jatayu  sambil merendahkan tubuhnya.
    Kini Ucil sudah berada di punggung Jatayu dan melesatlah Jatayu di angkasa Kedung Siluman..  Sungguh untuk Ucil,  peristiwa ini adalah pengalaman yang tak mungkin terlupakan. Meski dia  berada di punggung Jatayu dengan sayap yang mengepak, namun dia tidak merasakan goncangan apapun dan anehnya dia tidak merasakan hawa dingin angin malam seolah kejadian ini hanya mimpi belaka.
   “Bagaimana, Cil. Sekarang percaya padaku ?’”.
   “Baiklah Jatayu !, sekarang aku percaya “
   “Masih ingin ke bulan, Cil ?”
   “Tapi aku taku “
   “Sekarang kamu taku ngaak ?”
   “Tidak ,  Jatayu  ! “
   “Seperti inilah perjalanan ke bulan. Kamu nggak usah khawatir.  Tapi kalau kau takut pejamkanlah matamu “ pinta  Jatayu.
   “Tapi jangan lama – lama, nanti emaku mencari “
   “Baiklah aku janji, sekarang bersiaplah aku akan melesat ke atas “
Ucilpun hanya diam membisu, sambil memejamkan matanya dia merasakan tubuhnya terlempar ke atas. Entahlah apa yang terjadi saat itu, Ucilpun tidak tahu. Yang jelas dia tidak merasakan goncangan apapun. Tidak seperti bila menunggang Sembrani atau Si Belang.
   Lantaran rasa penasaran yang kuat, Ucilpin memberanikan diri untuk membuka kedua matanya.  Gelap semua yang ada disekelilingnya, sekali – kali dia menengok ke belakang. Perasaan takjub kini menggigapi hatinya., karena dia melihat bumi hanya sebesar bola besar berwarna biru. Apabila dia menghadap ke depan, bulanlah yang dia lihat dengan ukuran yang bertambah besar dan bertambah terang.
    Ibarat hanya sekejap mata, kini Ucil telah tiba di bulan., meski belum menapakan kakinya di permukaannya. Kini hanyalah keheranan yang ada di hatinya, mana hutan yang ia bayangkan. Mana taman bunga yang terang-benderang seperti di kota. Adakah    sahabat – sahabatku seperti di Kedung Siluman ?.
   “Cil, agar engkau puas akan aku ajak kau keliling bulan”
   “Terserah kamu saja, Jatayu
   “Setelah mengelilingi bulan, akan aku turunkan kamu di bulan”
   “Tapi aku takut, apa berjalan di bulan tidak membahayakan ? “  tanya Ucil.
   “Hoooo. . . jangan takut, percayalah padaku “ jawab Jatayu..
    Setelah puas mengelilingi bulan , Jatayu segera menukik turun menuju permukaan bulan yang terang. Hanya dalam waktu sekejap saja,  sampailah  Jatayu di permukaan bulan. Tanahnya berwarna kuning membara. Namun bagi Jatayu permukaan bulan yang seperti itu sama sekali tidak melukai kakinya. ketika dia menapakan kakinya. Maka Ucilpun dengan tidak ragu – ragu lagi segera menapakan kakinya di bulan.

   Meskipin permukaan bulan panas, namun Ucil tidak merasakan apa- apa. Bahkan lebih sejuk dibanding permukaan tanah di Kedung Siluman. Saat pertama Ucil berjalan di permukaan bulan, dia merasakan tubuhnya ringan sekali, entah dia sadar atau tidak sekarang tubuhnya melayang – laying. Hingga kini dia lebih berhati – hati.
   “Cil, jangan takut. Meskipun tubuhmu melayang. Diam saja dan jangan bergerak. Nanti tubuhmu akan meluncur sendiri ke permukaan.” Ujar Jatayu.
Benar saja penuturan Jatayu, maka dia kini dengan senang hati meloncat sekuat tenaga, hingga tubuhnya melayang jauh ke atas . Setelah cukup tinggi, dia tidak bergerak sama sekali, hingga tubuhnya pelan – pelan meluncur ke bawah dan kembali menyentuh tanah.
   Kadang pula Ucil mencari  tebing yang tinggi dan curam untuk dia loncati hingga  menapaki puncak tebing itu. Kemudian turun lagi dengan meloncat pula. Hingga baru kali ini dalam hidupnya , dia merasakan kegembiraan hatinya hingga lupa dengan emaknya di rumah,
   Bahkan dia kini menari – nari di permukaan bulan bersama Jatayu melampiaskan kegembiraan.  Kegembiraan inilah yang membuat Ucil lupa diri, bahwa dia sebenarnya menari di atas jurang yang curam dan dalam sekali.. Jurang itu memang tidak kelihatan, lantaran tertutup lapisan tanah bulan yang tipis sekali, yang kini diinjakUcil dan Jatayu yang menari bersama.
   Hingga suatu ketika terdengarlah suara gemuruh dan goncangan yang kuat , yang berasal dari tanah yang diinjak Ucil dan Jatayu , yang sedang asyik menari. Sudah barang tentu tubuh Ucil dan Jatayu kini meluncur ke bawah tanpa menemukan pegangan apapun.
   Ucilpun meronta – ronta untuk mencegah agar tubuhnya tidak jatuh ke bawah. Namun semakin dia meronta semakin cepat dia meluncur. Ucilpun bertambah panik, setelah kini dia tidak lagi melihat Jatayu. Satu – satunya sahabatnya yang bisa menolongnya.
   “Tolooong aku. . .tolong aku… Jatayu” teriak Ucil sekuat tenaga dengan tubuh yang masih meluncur ke bawah dan kini bertambah cepat.
   Meski berkali – kali dia minta tolong,  Jatayu tidak juga menampakan diri untu menolongnya. Karena di hatinya timbul rasa takut bukan – kepalang kuatnya. Ucilpun terus berteriak minta tolong.
    Hingga  akhirnya dia merasakan sentuhan tangan yang halus di pipinya dan menggoyang-nggoyangnya, tak lama diapun mendengar sayup suara emaknya.
   “Cil, bangun !. . engkau mimpi buruk, . .Bangunlah anaku ! “ teriak emaknya.
   “Tolooong  mak, aku jatuh ke jurang “ teriak Ucil.
   “Jurang mana, engkau bermimpi, anaku !. Lekas bangun ! “
   “Oh. . .syukurlah “
   “Sudahlah !, makanya kalau tidur di dalam , jangan di luar sini. Ayo sana masuk ke dalam “

         Tanpa berkata sepatah katapun, Ucil masuk ke kamar tidurnya yang sederhana diikuti emaknya. Yang jelas esok pagi masih ada kehidupan, masih ada pula cerita yang lain.

HAMDI BEFFANANDA AJI