Jumat, 17 Februari 2012

Petualangan Tarzan Kecil


Syahdan di negeri entah berantah,  hiduplah  seorang jamda tua di pinggir hutan lebat,
yang jarang dijamah oleh manusia, sekaligus merupakan hutan yang dihuni banyak
binatang buas. Oleh karena itu  hanyalah manusia yang memiliki keberanian,,  yang  mau melewati hutan ini, apalagi untuk tinggal.
Karena keadaan yang miskin,  maka janda ini sudah  tidak bersedia tinggal di kota.  Lebih
baikdia tinggal di pinggiran hutan ini, sehingga tidak membutuhkan biaya hidup sesenpun. Dia hanyaditemani oleh anak semata wayang , yang diberi nama  U C I L .  Meski ia hanya seorang anakbelasan tahun, tetapi perhatian dan kasih sayang pada ibunya sungguh sangat besar. Sehingga dapat dikata ibunya tidak banyak menemukan kesulitan untuk tinggal di pinggiran hutan KEDUNG SILUMAN.  Begitu nama hutan yang buas tadi.
Barangkali  karena lingkungan yang mengasuhnya, Ucil tumbuh menjadi bocah laki laki yang kuat, sigap sekaligus cekatan. Dia pandai mengerjakan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh orang dewasa, misalnya membelah kayu, memanjat pohon, mencari kayu bakar sekaligus bertani. Sungguh ucil adalah bocah laki laki yang pemberani,  yang jelas pula ucil telah hafal betul dengan seluk beluk hutan Kedung Siluman.  Tak heran acap kali
ucil sering main hingga jauh ke tengan hutan yang lebat dan buas ini. 
Kegiatan sehari-hari yang diakaukan ucil, adalah membantu emaknya yang sudah tua. Siapa lagi kalau bukan aku yang membantu emaknya, untuk berjalanpun emak sudah tertatih. Sungguh kasihan emak , demikian bisik hati kecik ucil.
    Pagi pagi benar, setelah sarapan ubi, Ucil pergi ke kebon  untuk menyiram tanaman sayur emaknya, yang tumbuh subur di sekeliling gubug reotnya.  Setelah itu dia memberi makan hewan piaraan milik keluarga miskin ini. Setelah selesai, ucilpun pergi mencari kayu bakar yang melimpah ruas di hutan Kedung Siluman ini . Terkadang diapun sengaja mencari kayu bakar, hingga masuk jauh ke dalam hutan. Melihat hal seperti ini, emaknyapun tidak merasa khawatir akan keselamatan anak tercintanya, karena emaknya tahu persis  bahwa ucil telah kenal betul dengan hutan ini.
   Setelah  matahari tepat di atas kepala kita, barulah upil makan siang dengan lauk seadanya, sungguh seorang bocah yang telah mandiri dibandingkan bocah lain yang sebaya. Berlainan dengan anak kota yang serba manja dan bergelimang materi.

   Namun karena besarnya perhatian emak terhadap putranya ini dan sebaliknya, Ucilpun
tumbuh menjadi bocah yang penyayang dan ringan tangan dengan semua hewan yang ada di hutan ini. Hingga dia tidak  pernah membedakan binatang buas atau tidak. Apabila dia
menjumpai hewan yang mengancam keselamatannya, barulah dia membunuhnya. Itupun dia lakukan karena terpaksa, namun yang sering ia laukuan adalah menolong hewan yang menemui kesulitan.
    Pernah pada suatu perjalanan dengan emaknya ke kota, untuk membeli beras dan garam, dia menemukan srigala yang hampir mati kehausan di tengah hutan, dia merelakan sebagian bekal air minumnya untuk srigala tadi. Padahal saat itu telah terjadi kekeringan yang panjang, sehingga banyak sumber mata air di tengah hutan telah mengering. Ucilpun sama sekali tidak khawatir dengan menipisnya bekal air minumnya.  Melihat keadaan seperti  itu, emaknya hanya tersenyum.
    Diapun pernah menolong seekor anak macan yang terjebak dalam lubang yang cukup dalam. Mel;ihat keadaan seperti ini,  induk macan tidak mampu  berbuat banyak,  dia hanya mengaum minta tolong pada semua yang ada disekelilingnya.  Dengan perasaan tiada rasa gentar sedikitpun,  ditolongnya anak macan tersebut, sehingga kini anak macan tadi bisa berkumpul dengan induknya lagi.  Suatu persahabatan antara kedua jenis makhluk yang tiada pernah mereka lupakan.
     Setiap ia menemukan ular ganas yang hendak menyerangnya, dia tidak pernah sekalipun membunuh, yang dia lakukan hanya menangkapnya. Karena Ucil mahir betul dalam menundukan semua jenis ular yang ada di hutan Kedung Siluman.  Tidak berapa lama setelah ditangkap, diapun  mengembalikan lagi ke tengah hutan, agar bisa hidup bebas.
     Pendek kata dia menganggap  bahwa semua  makhuk hidup yang hidup di Hutan Kedung Siluman  adalah teman bermainnya yang setia. Meskipun dia tidak mampu untuk bertutur kata
dengan mereka. Sekali sekali dia membayangkan betapa bahagianya dia, apabila mampu bertutur kata dengan mereka. Mungkinmkah itu terjadi ?,  hanyalah Tuhan Yang Kuasa  yang tahu.
    Suatu hari Ucil merasakan kesedihan hati yang mendalam, lantaran  sejak pagi emaknya tidak mampu bangun dari tempat tidur. Sakit yang keras membuat emaknya tidak memiliki kekuatan untuk berdiri, sehingga memaksanya untuk tetap terbaring di temat tidur
Sekujur tubuhnya merasakan nyeri dan demam  tinggi.  Sebentar-sebentar memanggil anak  tumpuan hidupnya, kemudian tertidur lagi.
  Tidak henti-hentinya ucil menangis sambil mengompres dengan air telaga yang cukup dingin.. Sudah barang tentu Ucil merasakan kepedihan yang dalam,  melihat kondisi emaknya,  dia tidak tahu harus berbuat apa,  kemana dia akan minta tolong.  Di tengah tangisnya ,
sempat emaknya terbangun dan memintanya agar dia tidak menangis, Bukankah kepedihan mereka sering melanda hidup mereka berdua, bukan hanya kali ini saja sejak kamu ditinggal bapakmu, demikian tutur kata emaknya  yang selalu dihiasi senyum kecil di bibirnya  yang  keriput.
 “ cil tidak ada gunanya kamu menangis, tidak akan mampu menyembuhkan sakit emakmu yang renta ini, pergilah ke hutan carilah BUNGA PENAWAR SEGALA PENYAKIT. Lekaslah berangkat anaku, mumpung hari masih pagi “ demikian permintaan emaknya dengan suara yang lirih, memecahkan keheningan kamar mereka berdua yang pengap.
        Tidak perlu menunggu lama, bocah belasan tahun ini berlari menuju hutan, menuruti perintah emaknya. Dia berlari secepat kilat,  karena dia baru saja menemukan sebuah harapan baru agar emaknya bisa sembuh.
  Sepanjang perjalanan dia mengingat–ingat terus pesan emaknya, untuk mendapatkan Bunga Penawar Segala Penyakit.  Selama dia hidup di pinggir hutan belum pernah dia tahu daun itu,  mendengarnyapun baru kali ini.  Namun apa daya,  demi nasib  emaknya, dia terus mencari bunga mujarab  itu, tanpa niat mundur selangkahpun. Kini yang ada pada diri Ucil hanya menangis tiada hentinya,  karena beban untuk bocah seusia dia sungguh cukup berat.
  “Kemana harus aku cari bunganyanya emak, sedangkan di tengah hutan tidak ada orang yang mampu menolongku, semua yang ada di hutan ini tidak ada yang bisa diajak bicara.  Ya Tuhan aku tidak mau ditinggal emak, selamatkan dia, oh….Tuhanku. “  ratap Ucil sambil terus berjalan menurut kata hatinya.
      Tangisnya kini mendadak berhenti, karena dia mendengar suara auman macan yang kini berdiri tepat di depanya.  Namun Ucil tidak gentar barang sedikitpun, Bahkan kini macan itupun diajak bicara.
  “Macan…..makanlah aku sekenyang-kenyangmu, biarlah aku mati bersama emak. Di dunia ini hanya emak yang aku miliki. Jangan ragu-ragu macan, makanlah aku !. . . mana tubuhku yang engkau sukai “  ratap Ucil sambil mendekat macan itu.

      “Aummm. . . . aummmm…., Ucil sahabatku, aku tidak akan memangsamu Akulah sahabatmu yang pernah engkau tolong dahulu, sudah sejak tadi aku melihat engkau sedang
bersedih,  ceritakan padaku he. . . Ucil, apa yang dapat aku tolong “ seru macan sdmbil mengangkat ke dua kakai depanya, seakan hendak melumat tubuh Ucil yang mungil.
       Bagaikan mendengan petir di siang hari bolong, Ucil sama sekali tidak percaya melihat macan di depanya bisa bertutur sapa dengan dia,  Sambil melangkat surut, iapun membalas tegur-sapa macan tadi.
       “Bagaimana engkau bias berbicara dengan aku ?, apakah engkau manusia.. . ?, apakah aku sedang bermimpi.. . . .?. Nggak mungkin.. . .!. Oh Tuhan bagaimana ini bisa terjadi…? “.  Ucil berkata sambil melototkan matanya, lantaran masih tidak percaya dengan kenyataan yang dihadapi. Sebentar-sebentar dia menggosokan matanya. Apakah aku bermimpi, demikian bisik hatinya.
        “Jangan takut sahabatku, aku bukan hantu. . . aku adalah makhluk seperti engkau juga. Bukankah sudah semestinya anta kita bias saling bergaul  Cil . . . ! “ demikian sahut macan.
        Tapi darimana kamu tahu namaku, he . . .macan “ seru Ucil dengan sikap masih heran.
        Hmmm. . . .grrr.   Ketahuilah Cil, semua penghuni hutan ini telah tahu namamu, dan mereka kenal betul dengan kebaikanmu, sebagian dari mereka pernah engkau tolong dan sayangi, hanya saja mereka takut untuk bergaul lebih dekat denganmu, meski setiap hari keharuman namamu telah menjadi buah bibir di seantero hutan ini “ .jawab macan.
  “Lantas siapa namamu macan ? . . . apakah semua hewan di hutan ini memiliki nama. . . ?.
         “Kamu bisa memangil akuSI BELANG. .sudah barang tentu seperti layaknya manusia, semua hewan di hutan ini memiliki nama. Nah. . . sekarang apa masalahmu sehingga sembab matamu, dan seharian engkau menangis, sahabatku ?. Aku dan hewan penghuni hutan ini siap menolongmu “ seru Si Belang  dengan lantang.
          Ucilpun menceritakan perihal sakit ibunya sekaligus dia menyampaikan kehendak hatinya untuk mendapatkan bunga yang diceritakan ibunya. Mendengar penuturan Ucil, Si Belang  membalasnya dengan senyum, karena untuk mendapatkan bunga itu bukanlah hal yang sulit, karena Si Belang  tahu persis tempatnya.
   Persis tengah hari,  mereka telah sampai di perkampungan serigala. Perkampungan itu tidak lain adalah sebuah goa besar yang agak gelap, karena tertutup banyak pepohonan.Saat itu juga , kembali Ucil menemui keanehan, setelah menjumpai sekawanan serigala yang menghapiri dirinya, untuk menyambut kedatangannya dengan penuh kehangatan.
    “Selamat dating Ucil di perkampungan kami yang kumuh “ demikian  ujar  SI PUTIH
pimpinan kawanan srigala. Sambil melolong dengan nada yang mengerikan.
    “Terimakasih srigala sahabatku, Mohom maaf  bila baru kali ini aku bertandang ke perkampunganmu “ Ucil membalas dengan senyum hanga.
    “Ah. . . tiada mengapa, Cil. Aku harap engkau tidak tersinggung dengan penyambutan kami yang ala kadarnya “ sahut Si Putih.
    “Teman temanku srigala, sengaja aku bawa Ucil ke perkampunganmu, karena saat ini Ucil telah menghadapi kesulitan. Aku harap kamu semua bersedia untuk memberikan bantuan kepadanya “  ujar Si Belang kepada kawanan serigala itu.
    “Aku ucapkan terimakasih kepadamu, Si Belang  yang budiman, atas kebaikanmu membawa Ucil ke sini . Tolong ceritakan kepada kami apa kesulitan Ucil dan apa yang dapat kami bantu“. Jawab Si Putih dengan tegas tetapi ramah.
     Kedua tamu tersebut kemudian menceritakan tentang kesulitan mereka, sekaligus permintaan bantuan kawanan serigala untuk menunjukan lorong menuju Bunga Penawar Segala Penyakit.
  “Jangan khawatirsaudaraku, sekarang juga kami antar untuk naik ke puncak Bukit Seribu Jiwa..  Dan nanti kalian akan menemukan Bunga Penawar Segala Penyakit “ jawab Si Putih dengan wajah tulus.
     Ucil sempat tercengang, tatkala  melihat tempat bungan ajaib ini tumbuh. Bunga ini tumbuh dengan daun yang sedikit jumlahnya, saling berjejer melekat pada batang yang menjulang tinggi, dengan akar-akar yang saling bertaut dengan batu-batu keras dan mengumpul menjadi satu, membentuk bukit.
  Dengan demikian letak bunga ajaib ini menjadi sulit dijamah oleh siapapun. Sehingga Ucilpun  menjadi kecil hati. Belum lagi di sekitar perakaran batang bunga ajaib itu, banyak dihuni ular-ular berbisa yang mematikan. Baru kali ini, dia melihat ular berbisa yang sangat ganas dan sama sekali Ucil masih asing dengan jenis ular tadi. Padahal hamper setiap jenis ular penghuni Hutan Kedung Siluman, dia kenal semua. Hal ini membuat hatinya bertambah takut.
 Namun rasa takut yang hinggap dihatinya tidak berlangsung lama, karena dibelakangnya telah siap sahabat-sahabatnya yang rela menolong. Sudah barang tentu apabila mereka semua saling bahu-membahu untuk mendapatkan bunga itu,  beban ucilpun terasa ringan.
Dalam situasi yang genting ini, majulah Ucil menghadapi ular-ular berbisa tadi. Dia memberaniklan diri bertaruh nyawa demi kesehatan emaknya dan maksud baik hatinya. Bahkan diapun berharap  bisa langsung berhadapan dengan pimpinan ular penjaga tadi.
Tanpa diduga sebelumnya, terdengarlah suara gemuruh yang menggetarkan Bukit Seribu Jiwa  dibarengi dengan debu-debu yang berterbangan, sehingga menggelapkan puncak bukit itu. Sontak kawanan hewan sahabat Ucil berlari tunggang-langgang ketakutan dan meninggalkan Ucil sendirian.  Tinggalah kini Ucil yang hanya ditemana Si Belang dan Pimpinan Serigala, yang tidak lain adalah Si Putih.
Tidak berapa lama, mereka bertiga melangkah surut setelah melihat pohon kelapa berwarna hijau, namun bisa bergerak meliuk persis beberapa ratus langkah di depan mereka. Makhluk itu tidak lain, adalah  ular raksasa  pemimpin pengawal bunga ajaib Penawar Segala Penyakit.  Apa mau dikata, aku sudah terlanjur sampai ke sini, yang terpenting bagiku adalah kesehatan emak, demikian suara hati kecil Ucil.
   Dengan alasan tersebutlah, maka Ucil tanpa sedikitpun merasa takut, memberanikan diri untuk tetap tinggal dan siap menghadapi ular raksasa tadi. Demikian juga Si Belang dan Si Putih, melihat sahabatnya tanpa bergeser mundur, merekapun menjadi berani. Meski mereka melihat ular raksasa tadi,  bergerak mendekati mereka bertiga dengan kepala sebesar almari diangkat ke atas, siap untuk menelan mereka bertiga.
    ‘Minggirlah kalian semua, jangan coba-coba mendekati bunga miliku, apalagi mengambilnya.  Berapa banyak manusia yang sudah aku telan hidup-hidup, karena keserakahan mereka ingin memiliki bunga ajaib ini, He kamu manusia kecil,  lekaslah kamuj pulang. Untuk apa kamu berlama-lama di sini’”.  Tantang raja ular penjaga bunga ajaib.
    “Silakan kamu telan aku hidup-hidup, namun setelah itu, ijinkan ke dua sahabatku mengambil bunga itu “ jawab Ucil dengan lantang.
    “Baru kali ini aku menemukan manusia pemberani sepertimu, Grrrr…..grrrr…..lantas. . . untuk apa kamu mengorbankan nyawa  hanya untuk bunga ini “ Jawab ular raksasa, seraya mendekatkan kepalanya kearah Ucil.
    “Emaku di rumah sedang sakit keras, dia berpesan kepadaku sebelum pingsan, untuk mencari bunga ajaib yang bisa dijadikan obat “ Ucil menjawabnya dengan perasaan agak tenang dan menundukan wajahnya,  karena dia hanya bisa pasrah.
   Ha….ha . . ha, masalah sakit emakmu bukan urusanku. . . bocah kecil !. . Aku tidak mau peduli dengan keadaan emakmu, kembalilah bocah kecil, carilah obat lain “ Sahut Ular raksasa dengan nada tinggi, pertanda kemarahanya telah memuncak.
    “Ketahuilah he. . . ular sombong, apapun yang akan terjadi aku akan tetap mengambil bunga ajaib ini,  apapun alasanmu, tidak akan menyurutkan niatku, mundurlah engkau ular sombong, kamu tidak akan mampu melawan semua hewan yang ada di hutan ini. Sekali aku berikan aba-aba, ribuan hewan akan membelaku….” . Entah kekuatan mana yang mampu membuat Ucil memeiliki keberanian sekuat itu.
     “Ha. . . ha. . .ha. . . ternyata engakau memang bocah kecil yang berani,. . . sama sekali aku tidak merasa takut dengan ancamanmu itu, he. . .bocah lancang, sebaiknya sebelum aku telan semua hewan di hutan ini, kedua temanmu terlebih dahulu akan aku telan. . . bersiaplah he macan dan srigala “ tutur Si Ular Raksasa, sambil mengangkat kepala lebih tinggi, untuk mengambil ancang-ancang hendak menelan kedua sahabat Ucil.
  “Tahan dulu. . . mereka berdua adalah sahabat setiaku yang tidak boleh dikorbankan hanya untuk tujuan emaku. Lebih baik engkau telan aku saja, aku telah siap engkau makan, asal setelah aku meningal,  berikanlah bunga itu kepada kedua sahabatku “ jawab Ucil.
     “Hmmm. . . hmm. . .memang engkau bocah kecil yang sungguh berani, baru kali aku menemukan manusia kecil sepertimu. . .siapa namamu, bocah kecil. .?” Tanya ular raksasa.
 “Untuk menelan tubuhku tidak perlu kamu tahu namaku, cepatlah telan. . aku telah siap dari tadi. Sudah tidak ada waktu lagi,  penyakit emaku telah bertambah parah , hari ini juga emak harus makan bunga itu “
Tidak berapa lama, Ucil segera membungkukan badannya siap untuk ditelan ular raksasa, melihat kejadian ini kedua sahabat Ucil hanya saling pandang, dan mereka berdua berteriak sekeras kerasnya, pertanda tidak setuju dengan sikap Ucil.
“Baiklah bocah kecil, bersiaplah untuk aku telan” jawab ular raksasa sambil mendekatkan mulutnya kearah Ucil. Kedua sahabat Ucil kini hanya bisa saling pandang dan tak mampu berbuat apapun, kecuali hanya pasrah.
 Ucil telah siap menghadapi resiko apapun, kini dia telah  memejamkan matanya. Saat itu juga dia telah siap untu meninggalkan dunia dan emaknya yang sangat dicintainya. Namun entah berapa lama, dia merasakan hembusan angin yang sangat sejuk menerpa sekujur tubuhnya bersamaan dengan terdengarnya dengus nafas panjang dari kedua sahabatnya.
 Karena penasaran maka Ucilpun membuka kedua matanya, namun apa yang dapat ia lihat sekarang. Persis di depan dia, telah berdiri seorang wanita cantik dengan senyum yang menawan dan tulus, kedua tanganya mengelus rambut bocah malang ini. Karuan saja Ucil menjadi tambah penasaran, diapun segera memberanikan diri untuk bertanya. 
 “Siapa ini. . mana ular raksasa tadi”  Tanya Ucil dengan beribu rasa penasaran.
 “Akulah ular tadi. . .Ucilku sayang . . ? Ketahuilah anak manis ! , bahwa Naga Raksasa adalah penjelmaan dari aku, untuk menguji ketulusan hati bagi siapa saja yang akan mengambil bunga ajaib. Akulah penunggu bunga ajaib ini, untuk mengawasi siapa saja yang akan memetiknya.  “ sahut wanita cantik, sambil terus memberikan senyuman yang menawan.
     Karena tidak dapat menahan rasa Ucilpun sontak memeluk wanita cantik itu sambil menangis, memohon segera diberikannya bunga ajaib untuk obat emaknya di rumah.
    “Ucil anaku sayang !, tidak usah khawatir, kamu akan segera mendapatkan bunganya, yang kini sudah ada di tangan Ibunda, segeralah kamu terima dan bergegaslah pulang untuk segera diberikan emakmu, ketahuilah. . . anaku saying !, telah beribu-ribu tahun manusia mencoba mendapatkan bunga ini, namun hanya kamu seorang yang bisa mendapatkan. Janganlah sombong, anaku. . .Jadilah manusia yang ringan tangan menolong sesama dan berbaktilah kepada emakmu…lindingi semua makhluk yang ada di hutan ini, terutama dari ketamakan manusia. . .demikian anaku nasehat ibunda. . .karena telah cukup, maka ijinkan Ibunda pergi. . . “     
      Sejenak setelah menyampaikan pesan tadi, Ucil kini hanya mendapatkan angin kosong di depannya. Peri yang cantik menawan tadi menghilang dari pandangan mereka bertiga. Tanpa menunggu waktu lagi, mereka bertiga segera bergegas menuju rumah Ucil, untuk memberikan bunga itu kepada emaknya Ucil.  Tiada berapa lama kemudian, Keluarga miskin di pinggir Hutan Kedung Siluman kembali berbahagia. Hari demi hari berganti, namun selalu berhias keceriaan. Rasa Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa tiada hentinya dipersembahkan oleh emak sang janda renta, karena dia memiliki putra tunggal Ucil yang benar - bena rmencintai dia.^^^

Hamdi Beffananda Aji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar