yang
jarang dijamah oleh manusia, sekaligus merupakan hutan yang dihuni banyak
binatang
buas. Oleh karena itu hanyalah manusia
yang memiliki keberanian,, yang mau melewati hutan ini, apalagi untuk
tinggal.
Karena
keadaan yang miskin, maka janda ini
sudah tidak bersedia tinggal di kota. Lebih
baikdia
tinggal di pinggiran hutan ini, sehingga tidak membutuhkan biaya hidup
sesenpun. Dia hanyaditemani oleh anak semata wayang , yang diberi nama U C I L . Meski ia hanya seorang anakbelasan tahun,
tetapi perhatian dan kasih sayang pada ibunya sungguh sangat besar. Sehingga
dapat dikata ibunya tidak banyak menemukan kesulitan untuk tinggal di pinggiran
hutan KEDUNG SILUMAN. Begitu nama hutan yang buas tadi.
Barangkali karena lingkungan yang mengasuhnya, Ucil
tumbuh menjadi bocah laki laki yang kuat, sigap sekaligus cekatan. Dia pandai
mengerjakan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh orang dewasa, misalnya
membelah kayu, memanjat pohon, mencari kayu bakar sekaligus bertani. Sungguh
ucil adalah bocah laki laki yang pemberani,
yang jelas pula ucil telah hafal betul dengan seluk beluk hutan Kedung Siluman. Tak heran acap kali
ucil sering main hingga jauh ke tengan hutan yang lebat dan buas ini.
Kegiatan sehari-hari yang diakaukan ucil, adalah membantu emaknya yang sudah tua. Siapa lagi kalau bukan aku yang membantu emaknya, untuk berjalanpun emak sudah tertatih. Sungguh kasihan emak , demikian bisik hati kecik ucil.
ucil sering main hingga jauh ke tengan hutan yang lebat dan buas ini.
Kegiatan sehari-hari yang diakaukan ucil, adalah membantu emaknya yang sudah tua. Siapa lagi kalau bukan aku yang membantu emaknya, untuk berjalanpun emak sudah tertatih. Sungguh kasihan emak , demikian bisik hati kecik ucil.
Pagi pagi benar, setelah
sarapan ubi, Ucil pergi ke kebon untuk
menyiram tanaman sayur emaknya, yang tumbuh subur di sekeliling gubug
reotnya. Setelah itu dia memberi makan
hewan piaraan milik keluarga miskin ini. Setelah selesai, ucilpun pergi mencari
kayu bakar yang melimpah ruas di hutan Kedung
Siluman ini . Terkadang diapun sengaja mencari kayu bakar, hingga masuk
jauh ke dalam hutan. Melihat hal seperti ini, emaknyapun tidak merasa khawatir
akan keselamatan anak tercintanya, karena emaknya tahu persis bahwa ucil telah kenal betul dengan hutan
ini.
Setelah matahari tepat di atas kepala kita, barulah
upil makan siang dengan lauk seadanya, sungguh seorang bocah yang telah mandiri
dibandingkan bocah lain yang sebaya. Berlainan dengan anak kota yang serba manja dan bergelimang materi.
Namun karena besarnya perhatian emak terhadap putranya ini dan sebaliknya,
Ucilpun
tumbuh menjadi bocah yang penyayang dan ringan tangan
dengan semua hewan yang ada di hutan ini. Hingga dia tidak pernah membedakan binatang buas atau tidak.
Apabila dia
menjumpai hewan yang mengancam keselamatannya, barulah dia
membunuhnya. Itupun dia lakukan karena terpaksa, namun yang sering ia laukuan
adalah menolong hewan yang menemui kesulitan.
Pernah pada suatu
perjalanan dengan emaknya ke kota,
untuk membeli beras dan garam, dia menemukan srigala yang hampir mati kehausan
di tengah hutan, dia merelakan sebagian bekal air minumnya untuk srigala tadi.
Padahal saat itu telah terjadi kekeringan yang panjang, sehingga banyak sumber
mata air di tengah hutan telah mengering. Ucilpun sama sekali tidak khawatir
dengan menipisnya bekal air minumnya.
Melihat keadaan seperti itu,
emaknya hanya tersenyum.
Diapun pernah menolong
seekor anak macan yang terjebak dalam lubang yang cukup dalam. Mel;ihat keadaan
seperti ini, induk macan tidak
mampu berbuat banyak, dia hanya mengaum minta tolong pada semua
yang ada disekelilingnya. Dengan
perasaan tiada rasa gentar sedikitpun,
ditolongnya anak macan tersebut, sehingga kini anak macan tadi bisa
berkumpul dengan induknya lagi. Suatu
persahabatan antara kedua jenis makhluk yang tiada pernah mereka lupakan.
Setiap ia menemukan ular
ganas yang hendak menyerangnya, dia tidak pernah sekalipun membunuh, yang dia
lakukan hanya menangkapnya. Karena Ucil mahir betul dalam menundukan semua
jenis ular yang ada di hutan Kedung
Siluman. Tidak berapa lama setelah
ditangkap, diapun mengembalikan lagi ke
tengah hutan, agar bisa hidup bebas.
Pendek kata dia
menganggap bahwa semua makhuk hidup yang hidup di Hutan Kedung Siluman adalah teman bermainnya yang setia. Meskipun
dia tidak mampu untuk bertutur kata
dengan
mereka. Sekali sekali dia membayangkan betapa bahagianya dia, apabila mampu
bertutur kata dengan mereka. Mungkinmkah itu terjadi ?, hanyalah Tuhan Yang Kuasa yang tahu.
Suatu hari Ucil merasakan
kesedihan hati yang mendalam, lantaran
sejak pagi emaknya tidak mampu bangun dari tempat tidur. Sakit yang
keras membuat emaknya tidak memiliki kekuatan untuk berdiri, sehingga
memaksanya untuk tetap terbaring di temat tidur
Sekujur tubuhnya merasakan nyeri dan demam tinggi.
Sebentar-sebentar memanggil anak
tumpuan hidupnya, kemudian tertidur lagi.
Tidak henti-hentinya ucil
menangis sambil mengompres dengan air telaga yang cukup dingin.. Sudah barang
tentu Ucil merasakan kepedihan yang dalam,
melihat kondisi emaknya, dia tidak
tahu harus berbuat apa, kemana dia akan
minta tolong. Di tengah tangisnya ,
sempat
emaknya terbangun dan memintanya agar dia tidak menangis, Bukankah kepedihan
mereka sering melanda hidup mereka berdua, bukan hanya kali ini saja sejak kamu
ditinggal bapakmu, demikian tutur kata emaknya
yang selalu dihiasi senyum kecil di bibirnya yang
keriput.
“ cil tidak ada gunanya
kamu menangis, tidak akan mampu menyembuhkan sakit emakmu yang renta ini,
pergilah ke hutan carilah BUNGA PENAWAR SEGALA PENYAKIT. Lekaslah
berangkat anaku, mumpung hari masih pagi “ demikian permintaan emaknya dengan
suara yang lirih, memecahkan keheningan kamar mereka berdua yang pengap.
Tidak
perlu menunggu lama, bocah belasan tahun ini berlari menuju hutan, menuruti
perintah emaknya. Dia berlari secepat kilat,
karena dia baru saja menemukan sebuah harapan baru agar emaknya bisa
sembuh.
Sepanjang perjalanan dia
mengingat–ingat terus pesan emaknya, untuk mendapatkan Bunga Penawar Segala Penyakit.
Selama dia hidup di pinggir hutan belum pernah dia tahu daun itu, mendengarnyapun baru kali ini. Namun apa daya, demi nasib
emaknya, dia terus mencari bunga mujarab
itu, tanpa niat mundur selangkahpun. Kini yang ada pada diri Ucil hanya
menangis tiada hentinya, karena beban
untuk bocah seusia dia sungguh cukup berat.
“Kemana harus aku cari
bunganyanya emak, sedangkan di tengah hutan tidak ada orang yang mampu
menolongku, semua yang ada di hutan ini tidak ada yang bisa diajak bicara. Ya Tuhan aku tidak mau ditinggal emak, selamatkan
dia, oh….Tuhanku. “ ratap Ucil sambil
terus berjalan menurut kata hatinya.
Tangisnya kini mendadak
berhenti, karena dia mendengar suara auman macan yang kini berdiri tepat di
depanya. Namun Ucil tidak gentar barang
sedikitpun, Bahkan kini macan itupun diajak bicara.
“Macan…..makanlah aku
sekenyang-kenyangmu, biarlah aku mati bersama emak. Di dunia ini hanya emak
yang aku miliki. Jangan ragu-ragu macan, makanlah aku !. . . mana tubuhku yang
engkau sukai “ ratap Ucil sambil mendekat
macan itu.
“Aummm. . . . aummmm….,
Ucil sahabatku, aku tidak akan memangsamu Akulah sahabatmu yang pernah engkau
tolong dahulu, sudah sejak tadi aku melihat engkau sedang
bersedih, ceritakan padaku he. . . Ucil, apa yang dapat
aku tolong “ seru macan sdmbil mengangkat ke dua kakai depanya, seakan hendak
melumat tubuh Ucil yang mungil.
Bagaikan
mendengan petir di siang hari bolong, Ucil sama sekali tidak percaya melihat
macan di depanya bisa bertutur sapa dengan dia,
Sambil melangkat surut, iapun membalas tegur-sapa macan tadi.
“Bagaimana engkau bias berbicara dengan aku ?, apakah engkau manusia.. .
?, apakah aku sedang bermimpi.. . . .?. Nggak mungkin.. . .!. Oh Tuhan
bagaimana ini bisa terjadi…? “. Ucil
berkata sambil melototkan matanya, lantaran masih tidak percaya dengan
kenyataan yang dihadapi. Sebentar-sebentar dia menggosokan matanya. Apakah aku
bermimpi, demikian bisik hatinya.
“Jangan
takut sahabatku, aku bukan hantu. . . aku adalah makhluk seperti engkau juga.
Bukankah sudah semestinya anta kita bias saling bergaul Cil . . . ! “ demikian sahut macan.
“Tapi darimana kamu tahu namaku, he . . .macan “ seru Ucil dengan sikap
masih heran.
“Hmmm. . . .grrr. Ketahuilah Cil,
semua penghuni hutan ini telah tahu namamu, dan mereka kenal betul dengan
kebaikanmu, sebagian dari mereka pernah engkau tolong dan sayangi, hanya saja
mereka takut untuk bergaul lebih dekat denganmu, meski setiap hari keharuman
namamu telah menjadi buah bibir di seantero hutan ini “ .jawab macan.
“Lantas siapa namamu macan
? . . . apakah semua hewan di hutan ini memiliki nama. . . ?.
“Kamu
bisa memangil akuSI BELANG. .sudah
barang tentu seperti layaknya manusia, semua hewan di hutan ini memiliki nama.
Nah. . . sekarang apa masalahmu sehingga sembab matamu, dan seharian engkau
menangis, sahabatku ?. Aku dan hewan penghuni hutan ini siap menolongmu “ seru Si Belang dengan lantang.
Ucilpun
menceritakan perihal sakit ibunya sekaligus dia menyampaikan kehendak hatinya
untuk mendapatkan bunga yang diceritakan ibunya. Mendengar penuturan Ucil, Si Belang membalasnya dengan senyum, karena untuk
mendapatkan bunga itu bukanlah hal yang sulit, karena Si Belang tahu persis
tempatnya.
Persis tengah hari, mereka telah sampai di perkampungan serigala.
Perkampungan itu tidak lain adalah sebuah goa besar yang agak gelap, karena
tertutup banyak pepohonan.Saat
itu juga , kembali Ucil menemui keanehan, setelah menjumpai sekawanan serigala
yang menghapiri dirinya, untuk menyambut kedatangannya dengan penuh kehangatan.
“Selamat dating Ucil di
perkampungan kami yang kumuh “ demikian
ujar SI PUTIH
pimpinan
kawanan srigala. Sambil melolong dengan nada yang mengerikan.
“Terimakasih srigala
sahabatku, Mohom maaf bila baru kali ini
aku bertandang ke perkampunganmu “ Ucil membalas dengan senyum hanga.
“Ah. . . tiada mengapa,
Cil. Aku harap engkau tidak tersinggung dengan penyambutan kami yang ala
kadarnya “ sahut Si Putih.
“Teman temanku srigala,
sengaja aku bawa Ucil ke perkampunganmu, karena saat ini Ucil telah menghadapi
kesulitan. Aku harap kamu semua bersedia untuk memberikan bantuan kepadanya
“ ujar Si Belang kepada kawanan serigala itu.
“Aku ucapkan terimakasih
kepadamu, Si Belang yang budiman, atas kebaikanmu membawa Ucil ke
sini . Tolong ceritakan kepada kami apa kesulitan Ucil dan apa yang dapat kami
bantu“. Jawab Si Putih dengan tegas
tetapi ramah.
Kedua tamu tersebut
kemudian menceritakan tentang kesulitan mereka, sekaligus permintaan bantuan
kawanan serigala untuk menunjukan lorong menuju Bunga Penawar Segala Penyakit.
“Jangan khawatirsaudaraku,
sekarang juga kami antar untuk naik ke puncak Bukit Seribu Jiwa.. Dan
nanti kalian akan menemukan Bunga Penawar
Segala Penyakit “ jawab Si Putih
dengan wajah tulus.
Ucil sempat tercengang,
tatkala melihat tempat bungan ajaib ini
tumbuh. Bunga ini tumbuh dengan daun yang sedikit jumlahnya, saling berjejer
melekat pada batang yang menjulang tinggi, dengan akar-akar yang saling bertaut
dengan batu-batu keras dan mengumpul menjadi satu, membentuk bukit.
Dengan demikian letak
bunga ajaib ini menjadi sulit dijamah oleh siapapun. Sehingga Ucilpun menjadi kecil hati. Belum lagi di sekitar
perakaran batang bunga ajaib itu, banyak dihuni ular-ular berbisa yang mematikan.
Baru kali ini, dia melihat ular berbisa yang sangat ganas dan sama sekali Ucil
masih asing dengan jenis ular tadi. Padahal hamper setiap jenis ular penghuni Hutan Kedung Siluman, dia kenal semua.
Hal ini membuat hatinya bertambah takut.
Namun
rasa takut yang hinggap dihatinya tidak berlangsung lama, karena dibelakangnya
telah siap sahabat-sahabatnya yang rela menolong. Sudah barang tentu apabila
mereka semua saling bahu-membahu untuk mendapatkan bunga itu, beban ucilpun terasa ringan.
Dalam
situasi yang genting ini, majulah Ucil menghadapi ular-ular berbisa tadi. Dia
memberaniklan diri bertaruh nyawa demi kesehatan emaknya dan maksud baik
hatinya. Bahkan diapun berharap bisa
langsung berhadapan dengan pimpinan ular penjaga tadi.
Tanpa
diduga sebelumnya, terdengarlah suara gemuruh yang menggetarkan Bukit Seribu Jiwa dibarengi dengan debu-debu yang
berterbangan, sehingga menggelapkan puncak bukit itu. Sontak kawanan hewan
sahabat Ucil berlari tunggang-langgang ketakutan dan meninggalkan Ucil
sendirian. Tinggalah kini Ucil yang
hanya ditemana Si Belang dan Pimpinan
Serigala, yang tidak lain adalah Si
Putih.
Tidak berapa lama, mereka
bertiga melangkah surut setelah melihat pohon kelapa berwarna hijau, namun bisa
bergerak meliuk persis beberapa ratus langkah di depan mereka. Makhluk itu
tidak lain, adalah ular raksasa pemimpin pengawal bunga ajaib Penawar Segala Penyakit. Apa mau dikata, aku sudah terlanjur sampai
ke sini, yang terpenting bagiku adalah kesehatan emak, demikian suara hati
kecil Ucil.
Dengan alasan
tersebutlah, maka Ucil tanpa sedikitpun merasa takut, memberanikan diri untuk
tetap tinggal dan siap menghadapi ular raksasa tadi. Demikian juga Si Belang
dan Si Putih, melihat sahabatnya tanpa bergeser mundur, merekapun menjadi
berani. Meski mereka melihat ular raksasa tadi,
bergerak mendekati mereka bertiga dengan kepala sebesar almari diangkat
ke atas, siap untuk menelan mereka bertiga.
‘Minggirlah kalian semua,
jangan coba-coba mendekati bunga miliku, apalagi mengambilnya. Berapa banyak manusia yang sudah aku telan
hidup-hidup, karena keserakahan mereka ingin memiliki bunga ajaib ini, He kamu
manusia kecil, lekaslah kamuj pulang. Untuk
apa kamu berlama-lama di sini’”. Tantang
raja ular penjaga bunga ajaib.
“Silakan kamu telan aku hidup-hidup, namun setelah itu, ijinkan ke dua
sahabatku mengambil bunga itu “ jawab Ucil dengan lantang.
“Baru kali ini aku
menemukan manusia pemberani sepertimu, Grrrr…..grrrr…..lantas. . . untuk apa
kamu mengorbankan nyawa hanya untuk
bunga ini “ Jawab ular raksasa, seraya mendekatkan kepalanya kearah Ucil.
“Emaku di rumah sedang
sakit keras, dia berpesan kepadaku sebelum pingsan, untuk mencari bunga ajaib
yang bisa dijadikan obat “ Ucil menjawabnya dengan perasaan agak tenang dan
menundukan wajahnya, karena dia hanya
bisa pasrah.
“Ha….ha . . ha, masalah
sakit emakmu bukan urusanku. . . bocah kecil !. . Aku tidak mau peduli dengan
keadaan emakmu, kembalilah bocah kecil, carilah obat lain “ Sahut Ular raksasa
dengan nada tinggi, pertanda kemarahanya telah memuncak.
“Ketahuilah he. . . ular
sombong, apapun yang akan terjadi aku akan tetap mengambil bunga ajaib
ini, apapun alasanmu, tidak akan
menyurutkan niatku, mundurlah engkau ular sombong, kamu tidak akan mampu
melawan semua hewan yang ada di hutan ini. Sekali aku berikan aba-aba, ribuan
hewan akan membelaku….” . Entah kekuatan mana yang mampu membuat Ucil memeiliki
keberanian sekuat itu.
“Ha. . . ha. . .ha. . .
ternyata engakau memang bocah kecil yang berani,. . . sama sekali aku tidak
merasa takut dengan ancamanmu itu, he. . .bocah lancang, sebaiknya sebelum aku
telan semua hewan di hutan ini, kedua temanmu terlebih dahulu akan aku telan. .
. bersiaplah he macan dan srigala “ tutur Si Ular Raksasa, sambil mengangkat
kepala lebih tinggi, untuk mengambil ancang-ancang hendak menelan kedua sahabat
Ucil.
“Tahan dulu. . . mereka
berdua adalah sahabat setiaku yang tidak boleh dikorbankan hanya untuk tujuan
emaku. Lebih baik engkau telan aku saja, aku telah siap engkau makan, asal
setelah aku meningal, berikanlah bunga
itu kepada kedua sahabatku “ jawab Ucil.
“Hmmm. . . hmm. . .memang
engkau bocah kecil yang sungguh berani, baru kali aku menemukan manusia kecil
sepertimu. . .siapa namamu, bocah kecil. .?” Tanya ular raksasa.
“Untuk menelan tubuhku
tidak perlu kamu tahu namaku, cepatlah telan. . aku telah siap dari tadi. Sudah
tidak ada waktu lagi, penyakit emaku
telah bertambah parah , hari ini juga emak harus makan bunga itu “
Tidak berapa lama, Ucil
segera membungkukan badannya siap untuk ditelan ular raksasa, melihat kejadian
ini kedua sahabat Ucil hanya saling pandang, dan mereka berdua berteriak
sekeras kerasnya, pertanda tidak setuju dengan sikap Ucil.
“Baiklah bocah kecil,
bersiaplah untuk aku telan” jawab ular raksasa sambil mendekatkan mulutnya
kearah Ucil. Kedua sahabat Ucil kini hanya bisa saling pandang dan tak mampu
berbuat apapun, kecuali hanya pasrah.
Ucil
telah siap menghadapi resiko apapun, kini dia telah memejamkan matanya. Saat itu juga dia telah
siap untu meninggalkan dunia dan emaknya yang sangat dicintainya. Namun entah
berapa lama, dia merasakan hembusan angin yang sangat sejuk menerpa sekujur
tubuhnya bersamaan dengan terdengarnya dengus nafas panjang dari kedua
sahabatnya.
Karena
penasaran maka Ucilpun membuka kedua matanya, namun apa yang dapat ia lihat
sekarang. Persis di depan dia, telah berdiri seorang wanita cantik dengan
senyum yang menawan dan tulus, kedua tanganya mengelus rambut bocah malang ini. Karuan saja
Ucil menjadi tambah penasaran, diapun segera memberanikan diri untuk bertanya.
“Siapa ini. . mana ular raksasa tadi” Tanya Ucil dengan beribu rasa penasaran.
“Siapa ini. . mana ular raksasa tadi” Tanya Ucil dengan beribu rasa penasaran.
“Akulah ular tadi. .
.Ucilku sayang . . ? Ketahuilah anak manis ! , bahwa Naga Raksasa adalah
penjelmaan dari aku, untuk menguji ketulusan hati bagi siapa saja yang akan
mengambil bunga ajaib. Akulah penunggu bunga ajaib ini, untuk mengawasi siapa
saja yang akan memetiknya. “ sahut
wanita cantik, sambil terus memberikan senyuman yang menawan.
Karena tidak dapat
menahan rasa Ucilpun sontak memeluk wanita cantik itu sambil menangis, memohon
segera diberikannya bunga ajaib untuk obat emaknya di rumah.
“Ucil anaku sayang !, tidak usah
khawatir, kamu akan segera mendapatkan bunganya, yang kini sudah ada di tangan
Ibunda, segeralah kamu terima dan bergegaslah pulang untuk segera diberikan
emakmu, ketahuilah. . . anaku saying !, telah beribu-ribu tahun manusia mencoba
mendapatkan bunga ini, namun hanya kamu seorang yang bisa mendapatkan.
Janganlah sombong, anaku. . .Jadilah manusia yang ringan tangan menolong sesama
dan berbaktilah kepada emakmu…lindingi semua makhluk yang ada di hutan ini,
terutama dari ketamakan manusia. . .demikian anaku nasehat ibunda. . .karena
telah cukup, maka ijinkan Ibunda pergi. . .
“
Sejenak setelah
menyampaikan pesan tadi, Ucil kini hanya mendapatkan angin kosong di depannya.
Peri yang cantik menawan tadi menghilang dari pandangan mereka bertiga. Tanpa
menunggu waktu lagi, mereka bertiga segera bergegas menuju rumah Ucil, untuk
memberikan bunga itu kepada emaknya Ucil.
Tiada berapa lama kemudian, Keluarga miskin di pinggir Hutan Kedung Siluman kembali berbahagia.
Hari demi hari berganti, namun selalu berhias keceriaan. Rasa Syukur kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa tiada hentinya dipersembahkan oleh emak sang janda renta,
karena dia memiliki putra tunggal Ucil yang benar - bena rmencintai dia.^^^
Hamdi Beffananda Aji
Hamdi Beffananda Aji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar