Pagi hari Ucil sudah
membantu emaknya di kebon. Ditemani para sahabat-sahabatnya, sedangkan emaknya sibuk memasak sarapan
mereka berdua, udara pagi Hutan Kedung Siluman sungguh
menyejukan tubuh. Lantaran hutan ini masih asri, sama sekali belum terjamah
tangan jahil manusia.
Namun pagi hari itu, dirinya sungguh merasa kaget bukan kepalang.
Karena sesuatu yang terjadi, sungguh di luar kejadian biasanya.. Selama dia dan
emaknya hidup tenteram bertahun-tahun di
hutan ini , baru kali ini kebon sayur Ucil disatroni pencuri. Seluruh
sayur-sayurnya hilang dan meninggalkan sisa kerusakan di kebonya
Dengan
memperhatikan jejak kaki pencuri yang tertinggal, Ucilpun menyimpulkan, bahwa
yang menyatroni kebonya semalam adalah kawanan hewan liar. Sudah barang tentu
kawanan hewan sahabatnya tidak mungkin berbuat seperti itu, kalauloh mereka
membutuhkan sayur , dengan senang hati Ucilpun memberikan. Bukankah antara
mereka dan Ucil telah terbiasa hidup rukun dan saling tolong-menolong. Lantas
siapa yang berani menyatroni kebon sayurku, demikian bisik hatiUcil penasaran.
Ditelitinya
sekali lagi jejak kaki pencuri yang menyatroni kebunnya, Ucilpun menjadi sedih
hatinya. Lantaran dari jejak yang
tertinggal, jelaslah kawanan kera yang
melakukan pencurian. Hal ini tentunya menyebabkan hati Ucil bertambah sedih dan
penasaran.
Kerugian yang dialami
emaknya memang tidak seberapa, namun setidak-tidaknya hutan yang tentram ini
dikhawatirkan akan menjadi kacau. Oleh karena itulah, Ucil kemudian meminta
ijin emaknya untuk pergi ke tengah hutan untuk menemui Raja Kera RAGA BRANJANGAN, guna meminta pertanggungan-jawab.
Baru
beberapa ratus langkah meninggalkan emaknya,
dari jauh telah terlihat kawanan kera yang dipimpin langsung Raja Kera,
berjalan paling depan dengan langkah yang tegap dan setengah berlari. Diikuti
puluhan pasukan kera pengawalnya, mereka saling berteriak, pertanda kawanan ini
sedang diliputi rasa marah yang memuncak.
“Cil,
kebetulan sekali kita berjumpa disini, Grrrrr. . .grrrr…, Hari ini aku sengaja
ingin bertemu denganmu “ kata Raga Branjangan.
“Rupanya
kita mempunyai maksud yang sama kawan ! , aku juga punya niat ingin menemuimu.
Semalam kawanan kera telah menyerang kebon sayur emaku. Semua sayur
emaku
dilahap habis tanpa sedikitpun yang tersisa. Mengapa anak buahmu tega melakukan
ini, He sahabatku Rogo Branjangan…! “
protes Ucil.
“Sabar
dulu, Cil !. . . bukan hanya kebun sayur emakmu, semua buah-buahan milik
rakyatkupun telah dihabiskan pasukan kera. . . entah dari mana datangnya mereka
“ jawab Si
Raja Kera dengan geram.
“Apa
maksudmu. . .apa yang terjadi. . pasukan kera dari mana. . .tolong jelaskan apa
yang sebenarnya terjadi. . jadi bukan rakyatmu yang menyatroni kebonku ? “ desak Ucil penasaran karena ingin tahu
kejadian yang sebenarnya.
“Yang
jelas bukan rakyatku, aku berani menjamin. Percayalah padaku, Cil, semalam kami
diserang oleh pasukan kera yang jumlahnya tak terhitung “ tutur Raja Kera meyakinkan Ucil.
“Pasukan
kera…!, apa maksudmu ?. Sudah lama aku tinggal di hutan ini, kejadian ini
sungguh sulit kupercaya, cobalah tenangkan dulu perasaanmu Raja Kera”.
Ucilpun
segera menyuruh Si Raja Kera
segera melaporkan kejadian sebenarnya,
sekaligus menyuruh mereka untuk duduk di pinggir jalan hutan yang cukup
rimbun. Sementara para pengawal duduk mengitari Ucil dan rajanya. Secara runtut
dan lancer Raka Kera menceritakan
kejadian yang sebenarnya, tentang serbuan pasukan kera semalam dari awal hingga
akhir.
Sejenak
Ucil dan sahabat-sahabatnya hanya termenung setelah mendengarkan cerita Rogo Branjangan, memikirkan bagaimana
mengatasi kejadian ini. Sebagian dari mereka hanya bisa menarik nafas panjang,
sedangkan lainnya hanya bisa saling
pandang.
“Melihat
cara mereka menyerbu hutan ini jelaslah Cil,
mereka cukup terlatih dan mempunyai niat yang jahat terhadap penghuni Hutan Kedung Siluman “ kata Raja Kera mencoba memecahkan kebekuan hati mereka yang
berkumpul.
“Lantas bagaimana dengan
Raja Rimba dan pasukannya “ Tanya Ucil.
“Mereka telah mengadakan
perlawanan yang sengit dan berhasil membunuh cukup banyak pasukan kera, namun karena jumlah pasukan kera tak
terhitung, mereka terdesak mundur dan lari entah kemana “
“Bila
kita tetap bersatu tentun mereka bisa dikalahkan. Bersikaplah tenang, Raja Kera ! Saya yakin mereka bermarkas tidak jauh dari hutan
ini. Cobalah akan aku panggil Elang
Mas, untuk mengadakan pengintaian “
seru Ucil. Tak lama kemudian, Ucil berteriak melengking memanggil Elang Mas, yang terbiasa melakukan tugas
pengintaian.
Dengan senang hati Elang Mas yang ditemani kelompoknya segera terbang untuk
mengadakan pengintaian. Mereka terbang menyebar kearah empat penjuru, tanpa
harus banyak menerima penjelasan Ucil. Lantaran tugas semacam ini, adalah
keahlian kelompok elang.
Sementara
sambil menunggu laporan hasil pengintaian sahabatnya, Ucilpun segera mengatur
taktik bagaimana menyelematkan penghuni Hutan Kedung Siluman.
Kebiadaban
pasukan kera terhadap penghuni hutan ini, telah menyengsarakan tiap penghuni Hutan Kedung Siluman. Sehingga tanpa menunggu waktu lama, para
pimpinan kawanan hewan segera mencari Ucil, untuk mengadukan masalah yang
mengancam mereka. Sudah barang tentu peristiwa ini, adalah sesuatu yang penting
bagi mereka. Lantaran gempuran pasukan kera telah menelan korban jiwa
saudara-saudara mereka, belum lagi persedian makanan yang telah diangkut tanpa
sisa oleh pasukan kera.
Hingga tidak mengherankan
apabila dalam waktu yang tidak lama, Ucil sekarang dikelilingi
pemimpin-pemimpin kelompok hewan. Mereka semua mengadu kepada Ucil, tentang
sikap mereka yang marah, sedih sekaligus ingin segera membalas memerangi
kebiadaban pasukan kera.
“Kita
balik serang mereka, Cil “ seru babi hutan yang memiliki nama Rekso.
“Tunggu
apa lagi Cil. . . biar aku gempur mereka semua “ pinta Sembrani,
kuda yang gagah perkasa , seraya
mengangkat kedua kakinya dan berteriak nyaring menantang kawanan kera.
“Aku
tidak punya wewenang untuk mengeluarkan
perintah berperang, wewenang ini sepenuhnya berada di tangan Si Raja Rimba. . . kemana perginya Raja Rimba ? “ Tanya Ucil kepada seluruh
hewan yang berkumpul.
“Kawanan
singa dan Si Raja Rimba tidak berada di tempat, tetapi mengungsi di Hutan Jeruk Legi dekat Pulau
Nusakambangan “ jawab Kancil.
“Darimana
engkau tahu, kancil sahabatku ? “
“Aku
sempat bertemu dengan mereka tadi pagi”
“Huuuh.
bisa repot kita, padahal keadaan sudah
genting. Baiklah sahabat-sahabatku, sembari menunggu kabar dari Elang Sakti. Kumpulkan semua saudaramu.
Bawalah
mereka secepatnya ke BUKIT LANGEN
SARI, untuk berlindung
dari patroli pasukan kera. Saya kira
patroli pasukan kera tidak mudah menemukan persembunyian
kita. Setelah kita aman di sana, barulah kita bisa mengatur taktik
melawan mereka “ tutur Ucil kepada mereka yang berkumpul. Tanpa menunggu lama,
masing-masing ketua kelompok hewan membubarkan diri, guna mempersiapkan
pengungsian besar-besaran rakyatnya ke Bukit Langen Sari.
Keputusan Ucil memilih Bukit Langen Sari sebagai tempat pengungsian memang masuk
akal. Betapa tidak, bukit itu letaknya
sunggung terpencil, di kaki GUNUNG UNGARAN. Bukit itu dibatasi oleh
sungai yang berkelok mengelilinginya.
Untuk menuju bukit itu, kita haruslah melewati banyak tanjakan yang cukup
terjal, yang berfungsi sebagai dinding alam.
Sehingga kecil
kemungkinan pasukan kera musuh bisa
menemukan bukit ini, ditambah lagi bukit
ini banyak dihuni hewan-hewan berbisa yang siap merenggut nyawa siapa saja
yang melintasnya. Hanya penghuni Hutan Kedung Siluman saja yang mengetahui jalan pintas yang aman
menuju puncak bukit ini.
Memang untuk
menyelamatkan penghuni Hutan Kedung
Siluman dari keganasan pasukan kera musuh mereka, bukanlah perkara yang
gampang. Namun berkat bakat alam yang dimiliki Ucil masalah ini, bukanlah
sesuatu yang pelik.
Meskipun demikian, bukan berarti Ucil gampang bertindak gegabah,
sebab sedikit saja dia ceroboh maka musnahlah sahabat-sahabat dia yang
jumlahnya tak terhitung. Oleh sebab itu diapun menyuruh Pasukan Srigala yang
dipimpin Si Putih ditambah dengan Pasukan Macan yang dipimpin Si Belang, untuk berjaga di tebing pinggir lembah itu.
Tugas
dari pasukan ini, adalah untuk menyongsong pasukan kera musuh bila mendekati
lembah itu. Dan tak kalah pentingnya, taktik jitu dari Kancil Sakti sungguh ia harapkan. Maka tanpa menunda waktu,
Ucilpun menyuruh Kilat Menjangan untuk segera
menghubungi Kancil Sakti di Bukit
Klampisan.
23
Beberapa hari kemudian,
berkumpulah para pemimpin penghuni Hutan
Kedung Siluman di GOA MADUKASIH . Sebuah goa yang berada di salah satu tebing Bukit Langen
Sari yang dijadikan markas mereka. Goa ini berukuran besar dan terlindungi batu-batu besar yang kokoh, layaknya markas besar tentara modern lengkap
dengan dinding beton anti meriam.
Hari itu
juga semua pemimpin kelompok penghuni Hutan kedung Siluman berkumpul, diantaranya
adalah, Rogo Branjangan, Si Belang, Si
Putih, Menjangan Elok, Kuda Sembrani, Lembu Perkasa,Elang Mas dan Kancil Sakti.
Agenda
rapat hari itu adalah mendengarkan laporan
hasil pengintaian Elang Mas dan kelompoknya, yang selama beberapa hari menyelinap jauh ke
tengah Hutan Kedung Siluman.
Tanpa
ragu-ragu dan takut, Elang Mas kini bertengger di pundak Ucil untuk melaporkan
hasil pengintaian kelompoknya,
“Sahabat-sahabatku
sebenarnya kawanan kera itu, berasal dari Hutan CEMORO SEWU di kaki Gunung Lawu,. Beberapa tahun lalu karena
hutan Cemoro Sewu hangus diterjang lahar letusan Gunung
Lawu, mereka kemudian menetap di Telaga SARANGAN dipimpin oleh
Senopati WIRO LIBAS”
“Lantas
kemana raja mereka ?“ seru Ucil memotong
laporan Elang Mas, Karena di hatinya mulai tumbuh rasa penasaran.
“Raja mereka
bergelar Noto Wanara . yang
baru saja meninggal karena diterjang lahar panas saat Gunung Lawu meletus.
Karena itulah Wiro Libas mengangkat
dirinya menjadi pemimpin mereka didukung oleh pasukannya yang setia”
“Berapa
jumlah kekuatan mereka sekarang ? “
Tanya Kancil Sakti.
“Sebenarnya
kekuatan mereka tidak seberapa, apalagi sebagian besar dari mereka tewas kala
Gunung Lawu meletus, hanya saja Wiro
Libas meminta bala bantuan kera dari Alas
Roban, Hutan Gunung Cerme dan Hutan
Merapi - Merbabu. Sehingga kekuatan mereka sekarang
berlipat-ganda tak terhitung “ seru Elang
Mas.
‘Mengapa mereka semua bersedia membantu Wiro Libas ?, apa imbalan untuk mereka
?“ tanya Ucil.
24
“Wiro Libas mempunyai niat
hendak menguasai hutan tanah jawa, semua hewan seantero hutan tanah jawa harus
tunduk pada dia. Dia menjanjikan
untuk kesejahteraan dan harta melimpah bagi
kawanan kera yang membantunya “ jawab Elang
Mas.
“Masalah
Wiro Libas serahkan saja kepada Rogo
Branjangan, biar aku yang menyeretnya
untuk dihukum mati di hutan ini “ usul Rogo Branjangan Si Raja Kera.
“Tahan dahulu nafsu
amarahmu, he Raja Kera, kita upayakan
jalan lain yang tidak menelan korban jiwa “ jawab Kancil
Sakti, yang berusaha mendinginkan hati Si
Raja Kera.
“Lang. .
!, apa maksud Wiro Libas begitu tamaknya hendak menguasai Kedung Siluman ” Tanya Kilat Menjangan.
“Wiro Libas berniat mendirikan istananya di pinggir Telaga Sewon Wono, sekaligus menjadikan Kedung Siluman sebagai pusat
kerajaannya. Karena hutan yang kita
miliki ini tepat berada ditengah Pulau
Jawa, hingga mudah bagi Wiro Libas untuk
melakukan serbuan pasukanya ke semua penjuru tanah jawa. Tentu saja semua penghuni Kedung Siluman akan dijadikan budak-budaknya, apabila dia
berhasil menghuasai hutan ini “ jawab
Elang Mas dengan suara yang melemah, lantaran getir hatinya..
“Elang
Mas sahabatku. . . ! sampaikan padaku apa keistimewaan Wiro Libas
?..ketahuilah Rogo
Branjangan Si Raja Kera Kedung Siluman tidak
akan getar menghadapinya” tutur Si Raja Kera ketus.
“Aku yakin engkau mampu mengalahkan dia. . . hanya
berhati-hatilah menghadapinya “ jawab
Elang Mas.
“Memangnya kenapa ? “ tutur Raja Kera.
“Ketahuilah sahabatku. . .
di seantero Gunung Lawu. Wiro Libas adalah pendekar kera yang pilih tanding. Bentuk tubuhnya tegap sekaligus sigap. Telah banyak pendekar yang ditundukan dan
sekarang menjadi pengawal setianya.
Disamping dia memiliki ilmu kesaktian yang tinggi, diapun menguasai ilmu
bela diri yang mapan. Bagi dia lebih baik mati daripada tunduk dengan lawanya,
hanya saja sungguh disayangkan dia memiliki watak yang gila hormat, pemarah,
licik, jahat sekaligus sadis. Bukan
hanya dikalangan kera, hewan-hewan buas
lainnyapun segan dengan nama besarnya. Inilah yang dapat aku ketahui dari tugas
pengintaian beberapa hari “ jawab Elang
Mas dengan runtut.
25
“Janganlah
kalian berkecil hati sahabat - sahabatku. . .!, sehebat apapun seorang pendekar
tetap saja dia mudah dikalahkan, apabila dia belum mampu mengalahkan
dirinya sendiri“ sahut Kancil
Sakti dengan sikap yang arif dan
bijaksana.
“Apakah bisa kau lacak
dimana sekarang mereka berkumpul ….Elang
Mas ? “ Tanya Kuda Sembrani, yang
baru kali ini angkat bicara.
“Mereka sekarang bermarkas
di Bukit GOMBEL, Beberapa hari lagi mereka merncakan akan menggempur habis – habisan Kedung Siluman . Pertempuran kali ini direncanakan oleh Wiro Libas sebagai pertempuran
hidup-mati “.
Malam
telah beranjak larut, kesepakatan mereka
tentang taktik mengalahkan pasukan Wiro
Libas baru saja diputuskan. Sebagian
hewan yang ikut serta berkumpul bisa bernafas lega, sedangkan sebagian lainnya
masih harap-harap cemas tentang rencana mereka melawan musuhnya. Meskipun hari
hampir pagi, namun sebagian besar dari mereka belum bisa memejamkan mata.
Betapa tidak pertempuran kali ini adalah pertempuran hidup – mati.
_______________________OOOO_____________________
Pagi-pagi benar kawanan
penghuni Hutan Kedung Siluman telah
berkumpul mengepung pemukiman pasuikan kera Wiro
Libas, yang bermarkas di pinggir
Telaga Sewon Wono. Mereka langsung dipimpin oleh Panglima Perang Hutan Kedung Siluman yang tidak lain adalah Ucil Si Tarzan
Kecil.
Sungguh
piawai Ucil dalam memainkan perang urat-syarat terhadap pasukan kera Wiro Libas, meskipin jumlah pasukan hewan Kedung Siluman jauh lebih sedikit dibanding dengan musuhnya.
Namun kedatangan mereka yang mendadak, sudah cukup membuat pasukan kera musuh
menjadi ciut hatinya.
Bahkan posisi pasukan Kedung Siluman oleh Ucil dirancang
sedemikian rupa, sehingga mirip dengan posisi pasukan romawi yang siap
bertempur. Mereka berbaris dan berjajar secara rapi, lengkap dengan
umbul-umbulnya. Khusus untuk pasukan
yang berjajar paling depan diisi kawanan Gajah Sona. Wiro Libas kini harus
berpikir dua kali untuk meluluh-lantakan penghuni Kedung Siluman, yang telah siap perang. Bahkan baru kali ini, dia
menemui kesiagaan pasukan musuhnya yang lebih siap berperang, dibanding dengan
pasukannya yang masih pulas di pembaringanya saat ini.
Melihat prajurit musuh
yang belum siap menyongsong pasukannya, Ucil segera menyuruh Gajah Sona, untuk meniupkan terompet perang. Lengkingan terompet Gajah Sona yang memecahkan
udara pagi langsung disambut dengan teriakan pasukan Kedung Siluman, sebagai pertanda
mereka siap perang.
Gegap gempitanya teriakan
pasukan Kedung Siluman, ternyata cukup mengagetkan pasukan kera Wiro Libas, oleh karena itu tidak
heran bila sebagian besar pasukan kera Wiro Labas lari tunggang-langgang menyelematkan diri.
Dengam demikian taktik perang Ucil sudah banyak membuat mental pasukan Wiro Libas jadi bertambah ciut nyalinya.
Tidak berapa lama
kemudian, majulah Ucil dengan ditemani Kancil
Sakti dan Rogo Branjangan Si Raja Kera, melangkah
menuju tepat di depan Wiro Libas. Kini mereka bertiga bisa melihat dengan jelas
sosok Wiro Libas. Terlihat sorot
matanya tajam mengawasi kedatangan mereka bertiga, pertanda dalam hatinya menyimpan kebencian
terhadap jawara Kedung Siluman. ini.
“Betulkah
engkau yang bernama Wiro Libas “ seru
Ucil
“Tidak salah, bocah kecil !, Akulah Wiro
Libas. . . Grrrrrrr. . .grrrrrrrr. . .menyerahlah padaku !. . . tariklah
mundur pasukanmu !. Aku akan memberikan pengampunan “ gertak Wiro Libas, tanpa banyak basa-basi.
“Jangan
bersikap sombong dulu, Libas.. . .?
aku dan sahabat-sahabatku telah lama menghuni hutan ini. . . apa hakmu
memintaku untuk menyerah ?. Sebaliknya bawalah pulang pasukanmu kembali ke Cemoro Sewu “ tukas Ucil dengan sikap
yang tidak mau kalah dengan musuhnya.
“Kalau
begitu tidak ada gunanya lagi kita berunding, bersiap-siaplah untuk berperang
saat ini juga “ .
“Libas . . .! aku telah menyiapkan
peti mati untukmu. . . hadapilah aku !. . . Rogo
Branjangan Raja Kera Kedung Siluman. Aku
telah bersumpah takan mundur selangkahpun menghadapimu ‘ teriak Branjangan.
“Percayalah Branjangan. . .!
aku tidak akan menyia-nyiakan perang
ini. Bersiap-siaplah untuk perang tanding denganku !. “ tanya Wiro Libas seraya mencibirkan bibirnya.
yang hitam dan tebal itu . Terlihat jelas dari
sikapnya Wiro Libas sangat meremehkan
tiga sosok pemimpin Kedung Siluman,
“Aku tunggu kamu di
pertempuran ini….sekali lagi Branjangan
tidak akan mundur selangkahpun “ seru
Branjangan.
“Apa pesan terakhirmu hei
bocah kecil dan kancil tua “ ejek Wiro Libas kepada mereka berdua.
“Pertanyaan
seperti itu harusnya engkaulah yang menjawab, sebelum engkau
menyusul
pasukanmu yang lari tunggang-langgang “ jawab Kancil Sakti, yang mulai berusaha
untuk
menjatuhkan mental Wiro Libas.
“Apa maksudmu ? “
Wiro Libas menjawab dengan penuh penasaran.
“Ketahuilah Libas, aku baru
mendapat laporan dari Elang Mas, bahwa ribuan pasukanmu yang lari
tunggang-langgang, telah dihancurkan oleh anak buah Si Belang Raja Macan dan Si Putih Raja Srigala di balik bukit ini. Oleh karena itu menyerahlah, karena pertempuran
ini akan menjadi akhir hidupmu “ desak Kancil Sakti.
“Ha. . .
ha. .. Wiro Libas bukan anak kecil sepertimu . . . .jangan
coba-coba menggertak aku, Kancil Tua !. Untuk menghadapi Pasukan Kedung Siluman tidak mungkin aku mundur selangkahpun “
Jawab Wiro Labas.
“Bagaimana
kau bisa mengalahkan kami, dengan kekuatan
pasukanmu yang tinggal sedikit. .
. tidak mungkin Raja Hutan Pulau Jawa,
memiliki pasukan yang penakut, seperti pasukanmu yang sekarang hancur “ seru Kancil Sakti.
“Lantas,
apa pedulimu. Aku sudah tidak sabar,
cepat kembali ke tempatmu. Hadapi pasukanku “ ujar Wiro Libas.
“Baiklah
bila itu yang kau pinta. . . hanya saja sebelum kita berperang, aku sarankan
dulu agar pulanglah saja ke Cemoro Sewu bersama pasukanmu. Hingga tidak ada korban yang jatuh lagi “
desak Ucil .
Namun yang diajak bicara
tidak berkomentar sepatah-katapun, hanya memberikan sorot mata yang tajam dan
segera berpaling, sambil mengangkat tangan kanannya sebagai tanda agar
pasukannya siap bertempur. Isyarat dari
Libas tadi, segera dibalas oleh keempat jenderalnya yang setia, yaitu Legen,
Samran, Rinenggo dan Krenda.
Kancil
Saktipun segera kembali ke posisi pasukan Kedung Siluman diikuti oleh Ucil dan
Rogo Branjangan.
“Jadi kita tidak punya
cara lain untuk menghindari perang ini, eyang Kancil “ Tanya Ucil kepada Kancil Sakti.
‘Hmmm. . . . turuti saja
kemauan kera sableng itu, hanya saja usahakan jangan sampai pasukanmu bertempur
secara terbuka. Berilah perintah kepada
Kilat Menjangan, Gajah Sona,
Sembrani, Badak Perkasa dan Andini untuk mengundurkan posisi pasukanya “ sahut
Kancil Sakti.
“Baik, eyang, namun untuk
apa ‘ Tanya Ucil penasaran.
“Libas dan keempat
jenderalnya tidak memiliki taktik perang yang jitu, mereka hanya mengutamakan
kekuatan pasukannya saja. Sehingga sebaiknya kita pancing mereka untuk berada
di tengah Lembah Sewon Wono,
selanjutnya perintahkan semua pasukan yang berposisi di bukit, untuk segera
turun ke lembah. Ini akan membuat panik semua pasukan Cemoro Sewu “
“Baiklah, segera saya
laksanakan nasehat eyang “ sahut Ucil, yang tidak lama kemudian menghubungi
para pemimpin hewan-hewan penghuni Kedung Siluman, yang posisinya menyebar. Dan
merekapun setuju dan patuh dengan Ucil, pemimpin mereka.“ .
Kemenangan yang gilang
gemilang sudah hinggap d benak Wiro Libas.
Sehingga dia tidak menyadari, bahwa
pasukannya kini telah berkurang jauh jumlahnya. Karena ketamakannya pula, dia
tidak menyadari bahwa posisi pasukanya telah terkepung rapat.
Sejak
tengah malam tadi, banyak jumlah pasukan Kedung
Siluman yang menyelinap di balik
pohon sepanjang Bukit Sewon Wono. Mereka sengaja bersembunyi untuk melakukan
serangan mendadak, bila telah diperintah Ucil. Sehingga tidak mungkin bagi
pasukan Wiro Libas untuk melarikan diri bila terdesak, yang bisa dilakukan hanya mundur ke arah
tengah telaga. Akan amankah mereka di tengah telaga ?. Padahal di perairan
telaga telah siap kawanan buaya, yang dipimpin BAJUL SETO. Taktik semacam
inilah yang sengaja diterapkan oleh Kancil
Sakti.
Tanpa berpikir panjang, Wiro Lebas segera berteriak keras dan panjang penuh
semangat. Teriakan itu adalah aba-aba untuk pasukannya agar segera maju
menghantam pasukan Kedung Siluman, yang jumlahnya lebih sedikit. Ucilpun tidak tinggal diam, dengan
melambaikan
umbul-umbul di tangan kanannya, majulah pasukan Kedung Siluman menyongsong
serangan Pasukan Kera Cemoro Sewu.
29
Namun
belum sampai terjadi benturan dua pasukan yang berperang. Tiba-tiba Ucil
memerintahkan pasukannya untuk mundur.
Kejadian semacam ini ternyata diluar perhitungan Wiro libas. Sikap Wiro
Libas hanyalah terheran sekaligus
bangga. Kini yang ada pada diri Wiro Libas hanyalah kemenangan yang
gilang-gemilang. Tidak mengherankan bila
Wiro Libas bertindak gegabah, karena
membawa pasukannya untuk terus ke tengah gelanggang.
Wiro Libas baru menyadari bahwa dirinya telah terkepung, setelah melihat
Pasukan Kedung Siluman yang jumlahnya tak terhitung, tiba-tiba muncul dari balik bukit. Meluncur ke tengah gelanggang
bagaikan air bah. Melihat keadaan yang tidak menguntungkan ini. Banyak prajurit kera dari Cemoro Sewu menjadi ciut nyalinya dan menyerah tanpa syarat, dan menjadi tawanan Pasukan Kedung Siluman. Bahkan sebagian lagi lari tunggang-langgang
kearah tengah telaga dan menjadi tamu tak diundang kawanan Bajul Seto.
Terbukti sudahlah bahwa
setinggi apapun kemampuan pemimpin bisa tak berari apa-apa, bila keputusannya
didasarkan pada rasa tamak, nafsu dan kedengkian. Bukankah hal ini telah
dialami sekarang oleh Wiro Libas.
Dia baru saja menyadari
kekalahan yang dialami, setelah sebagian besar pasukanya lari tunggang-
langgang lantaran terkepung rapat Pasukan Kedung Siluman. Kini hanyalah dia dan
beberapa pengawalnya saja yang masih
berdiri di gelanggang. Tidak mungkin
bagi dia untuk melawan musuhnya, bahkan beberapa pengawalnyapun kini tertunduk
lesu dan gemetar seluruh tubuhnya lantaran ketakutan.
Sungguh kekalahan yang
telak sama sekali, karena dia harus menerima kekalahan, tanpa membunuh satu
orangpun prajurit Kedung Siluman. Apalagi pasukan Kedung Siluman kini
merapatkan kepunganya dengan cara melangkah maju bersamaan kea rah dia dan
pengawalnya. Diapun semakin panik, setelah melihat para jenderalnya mengangkat ke
dua tanganya untuk menyerah.
Apakah aku akan menyerah
begitu saja dengan pihak Kedung Siluman. Dimana nama besarku, telah ratusan
hutan telah aku jelajahi, banyak pendekar yang aku kalahkan, banyak harta yang
telah aku rampas. Tidak mungkin nasubku akan seburuk ini. Demikian kata
hatinya, dan tiba-tiba saja sekujur tubuhnya terasa lemah dan kini dia sudah
tidak sadarkan diri.
Kini kegembiraan menjadi
milik penghuni Kedung Siluman, apalagi Wiro
Libas kini telah menjadi saudara jauh mereka. Meski dia kini telah pulang
ke Cemoro Sewu beserta pasukan
keranya. Hutan Kedung Silumanpun kini kembali tentram dan damai.
______________________oooo_____________________
Kesedihan
Ucil kini telah lenyap, hatinya kembali pulih seperti semula lantaran
emaknya telah sembuh, karena itu pula kini dia lebih ceria
lagi bertutur kata dengan hewa
sahabat-sahabatnya.
Setiap
hari seusai membantu pekerjaan emaknya, dia luangkan waktunya untuk bermain
dengan sahabat-sahabatnya. Mereka saling berlari, bekejaran dan bercengkerama
layaknya saudara sekandung. Bahkan kini mereka benar-benar telah menjadi
sahabat sejati, apabila salah satu dari mereka menemui kesulitan, maka yang
lainnya segera memberi bantuan.
Demikianlah
kehidupan Ucil Si Tarzan Kecil
tiap harinya. Namun hari terus berganti, karena waktu selalu bergulir tiada
yang mampu menghentukannya. Pergantian hari, bulan pada akhirnya akan
menyebabkan pergantian musim, hingga giliran sekarang Hutan Kedung Siluman dilanda musim kemarau yang panjang.
Seperti biasanya apabila semua penghuni hutan ini mengahadapi musim
kemarau yang panjang, mereka harus siap menghadapi hukum rimba yang ganas antar
mereka. Hukum ini jelas akan
menguntungkan hewan-hewan yang besar dan ganas, mereka akan sesuka hati
menganiaya hewan lainnya yang lemah. Bukankah bagi hewan yang lemah hanya bisa
mengakui kecongkakan yang kuat ?. Lebih
parah lagi, musim kemarau yang melanda Hutan
Kedung Siluman tahun ini sungguh
sangat panjang.
Persedian air utama yang ada di TELAGA SEWON WONO, kinitelah surut. Air yang masih
tertinggal hanya sebagian kecil, terletak persis di tengah telaga, itupun kini
telah keruh.
Sudah barang tentu manfaat Telaga Sewon Wono menjadi sangat penting, bagi kehidupan
hewan di seantero hutan lebat tersebut. Semua hewan penghuni hutan ini
memanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Namun lain lagi bagi Singa Perkasa SANG RAJA RIMBA. Yang congkak
dan jahat. Karena sifat tamaknya, dia dengan congkaknya menguasai telaga ini sesuka hatinya. Hal ini membuat seluruh penghuni Hutan Kedung Siluman menjadi resah. Jangankan untuk minum,
mendekatpun bagi hewan lainnya tidak diperbolehkan.
Karuan
saja peristiwa di atas membuat Ucil ikut prihatin. Akhirnya dengan maksud baik
Ucil disertai sahabat-sahabatnya menyempatkan diri untuk menemui Sang Raja
Rimba. di istananya, yang letaknya tidak jauh dari Telaga Sewon Wono.
“Selamat jumpa lagi, . . .
hai Si Raja Rimba. Semoga hari ini
engkau dan keluargamu selalu dalam keadaan sehat-sehat “ sapa Ucil setelah dia
duduk di depan Si Raja Rimba, yang duduk di atas tumpukan jerami dengan
congkaknya.
“Auuummm.. . Selamat datang di istanaku, Hai
Ucil. Apa keperluanmu datang menemuiku? “ seru Si Raja Rimba.
“Kedatangan kami semua menghadapmu hanya ingin mengunjungimu semata.
Sekaligus perkenankan kami semua menyampaikan kekaguman kepada engkau Sang
Perkasa, sehingga engkau patut di beri
julukan SANG PERKASA SI RAJA RIMBA
“ balas Ucil, dengan ucapan yang berbasa-basi. Ucil sengaja merayunya, karena dia tahu watak dan perangai Si Raja
Rimba, yang sangat keranjingan pujian dari lainnya. Barangkali dengan cara ini,
aku bisa melunturkan kecongkakan singa yang gila hormat tadi.
“Ha….ha . . ha.. memang
begitu seharusnya, Cil. Semua hewan di hutan ini takut dan tunduk kepaku Sang
Raja Rimba, lantas kepada siapa, akan berlindung kalau bukan kepada aku. .
.siapa yang mereka takuti Cuma aku Sang
Raja Rimba, ha. . ha. . ha “ seru raja rimba dengan wajah yang garang dan suara
yang lantang.
Sebenarnya merah juga telinga Ucil mendengarkan kecongkakan singa gila
hormat yang ada di depanya. Namun rasa marah dalam hatinya, sekuat mungkin dia
tahan. Hal ini karena dia adalah duta dari semua sahabat-sahabatnya, sehingga
dia harus bersikap hati-hati.
“Untuk
itulah kami menghadapmu di istana, karena kami menginginkan pertolongan darimu,
hanya engkaulah yang bisa menolong kesulitan kami “ dengan tidak sabar Ucil menuturkan
permasalahannya.
“Katakan
saja, Cil. Tentu dengan mudah aku akan membnantumu “ jawab Raja Rimba dengan
wajah yang tersenyum angkuh.
“B aiklah
Raja Rimba, aku harap engkau bersedia mendengarkan semua keluhan rakyatmu, yang
sedang dilanda keresahan mendalam “
“M asalah
apa, Cil “ Raja Rimba kaget mendengar penuturan
Ucil.
“Hendaklah engkau
bertindak adil, berikan kebebasan pada
rakyatmu untuk mengambil air telaha sekedar untuk minum “ jawab Ucil lantang
“Aku
selalu memberi kebebasan yang luas pada rakyatku, apabila keadaan air cukup
berlimpah. Namun memang aku larang, karena persadiaan air terbatas “
“Aku
yakin air telaga tidak akan habis hanya sekedar untuk minum saja “ tutur Ucil
dengan nada yang cukup tinggi.
“Itulah
maslahnya, Cil. Pada kenyataannya mereka seenaknya saja mengambil air. Mereka
tidak mau mematuhi aku sebagai Raja Rimba, agar mengambil secukupnya “
“Lantas
akan kau biarkan rakyatmu mati kehausan ? “ Ucil tidak kalah kerasnya dengan
ucapan Raja Rimba.
“Grrr…..grrrr
apa boleh buat, itulah hukuman yang
pantas bagi mereka “ ucap Raja Rimba,
yang sudah tidak dapat menahan rasa amarahnya.
“Dimana
rasa keadilanmu sebagai Raja Rimba ? ” kini giliran Ucil yang berang dengan
raja rimba.
“Aku tidak perduli. Bagiku
peraturan ini akan terus aku jalankan sepanjang musim kemarau ini “
“Sungguh engkau tidak
pantas menjadi Raja Rimba di Hutan Kedung
Siluman ini. Tidak pernah aku duga,
bahwa sifatmu bertentangan dengan nama besarmu. Percuma aku memberi hormat kepada
engkau “ Ucilpun tidak mau kalah dalam meladeni kekerasan hati Si Raja Rimba.
“Itu bukan urusanmu, hai
bocah sombong !. Cepat tinggalkan tempat ini ! “ gertak Raja Rimba kepada Ucil,
yang nampaknya sudah tidak main-main lagi.
“Ketahuilah, hai Raja
Rimba. Apabila terjadi ketidakadilan di hutan ini. Disitu pulalah Ucil akan
dating untuk membrantasnya “ seru Ucil yang nampaknya juga tidak main-main.
“Bagus bocah yang tidak
tahu diri !. Andai aku bertindak tidak adil, lantas apa maumu ?. Aku
peringatkan kau !. Sekali terkam saja, tubuhmu akan tercabik-cabik “ tutur Raja
Rimba yang kini sudah tepat di depan Ucil, siap menerkam.
Keadaan
di dalam istana Raja Rimba kini terdengar gaduh, semua hewan berteriak memaki
Raja Rimba, sementara lainnya berhamburan keluar karena takut. Betapa tidak
Kawanan
singa pengawal Raja Rimba dan Ucil beserta kelompoknya sudah saling
berhadapan dan saling bersitegang. Kedua belah pihak telah siap untuk bertempur
mati-matian. Bahkan dalam situasdi yang
genting seperti itu, meloncatlah Si
Belang persis di depan Raja Rimba seraya menggertak.
“He Raja Rimba serakah majulah
hadapi Belang , inilah lawanmu
bukan bocah kecil ini “ tantang Si Belang yang siap untuk menyabung nyawa.
Melihat situasi yang
telah menjadi kritis ini, Ucil berusaha untuk mencegah pertarungan antara Raja Rimba dan Si Belang. Karena keadaan seperti ini sama sekali tidak
dikehendaki Ucil. Tugas dia yang paling utama, adalah mengajak semua penghuni
hutan ini, saling menghormati dan tolong-menolong antar mereka. Sehingga di Hutan Kedung Siluman, tercipta
ketertiban dan ketrentaman.
Saat itu
juga, Ucil segera mengajak
sahabat-sahabatnya meninggalkan Raja Rimba dan pengawal-pengawalnya guna mencari cara lain untuk melunturkan
kecongkakan dan ketamakan Si Raja Rimba..
Namun demikian Ucil
tetap meminta sahabat-sahabatnya tidak putus asa dan terus berupaya mencari
cara lain. Sepanjang perjalanan mereka meninggalkan istana raja rimba, Ucil dan
sahabat-sahabatnya saling berdiskusi menentukan langkah selanjutnya. Diskusi
antar mereka sungguh sangat serius tetapi menyenangkan, mereka saling melempar
pendapat, tidak memandang jenis hewan, besar-kecil tubuh mereka atau perbedaan
anatara mereka lainny
Dari
sekian banyak pendapat yang disampaikan mereka yang ikut larut dalam diskusi
ini, hanyalah pendapat Si Burung Hantu
yang bernama Si GUK GUK yang dapat diterima oleh mereka semua. Karena semua
telah sepakat menerima pendapat Si Guk Guk, akhirnya Ucilpun bisa bernafas
lega. Karena untuk menyadarkan Si Raja
Rimba memang haruslah dengan cara yang bijak.
Pendapat
Si Guk Guk memang pendapat yang paling masuk akal sekaligus pendapat yang cukup
bijak, sehingga diharapkan tidak banyak menimbulkan masalah dalam perjuangan
mereka semua mendapatkan air minum. Bukankah semua hewan di Hutan Kedung Siluiman telah mengetahui kebesaran nama sahabat
mereka yang arif, yaitu KANCIL SAKTI dari LEMBAH KLAMPISAN.
Kebesaran nama Kancil Sakti
telah telah mereka ketahui bersama,
selain sakti Kancil Sakti juga dikenal sebagai tokoh yang arif- bijaksana, ringan menolong sesame, ramah dan luwes
bergaul.
“Guuk. . .
guk…teman-temanku, tentunya kalian masih ingat sahabat kita KancSakti, yang
telah lama kita lupakan. Bukankah dia sahabat kita yang ringan-tangan menolong
kita semua, saya yakin berkat kecerdasan dan pengalaman hidupnya, tentulah
mudah bagi dia untuk menyadarkan Si Raja
Rimba. . Guuk. . .guk “ demikian
pendapat Si Guk Guk
“Baiklah
teman-teman, setelah kalian menyetujui pendapat sahabatku Si Guk Guk, besok kita segera kesana untuk menerima
nasehat-nasehatnya, karena hari sudah cukup siang aku pamit dulu. Kasihan emak
di rumah sendirian ” serui Ucil sambil
membalikan badanya untuk segera pulang membantu pekerjaan emaknya. Sudah barang
tentu kesepakatan anatar mereka telah dirahasiakan bersama, agar tidak
terdengan telinga Si Raja Rimba, yang dikhawatirkan bisa menghalangngi niat
mereka.
Tidak
berapa lama mereka telah sampai di Lembah
Klampisan, yang menakjubkan karena dikelilingi bukit yang landai dan sejuk.
Persis di salah satu bukit, terdapat goa yang besar dan sejuk, disitulah Si Kancil Sakti tinggal.
Karena Kancil Sakti sangat mudah bergaul dengan siapapun, merekapun tidak
menemui kesulitan untuk menjumpainya.
“Jadi
kamu yang bernama, Ucil “ seru Kancil Sakti
“Betul, Eyang Kancil “ jawab U cil.
“Hoooooo…..jangan
panggil aku eyang “ protes Kancil Sakti.
“Ah.
biarlah, aku senang memanggil eyang “ jawab Ucil, seraya melepas senyum.
“Hmm. .
.terserah maumu saja Cil, Ayo cepat katakana, maksud kamu dan sahabat-sahabatmu
menemui kancil yang tidak berguna ini “.
Ucilpun
lantas menceritakan derita semua sahabat-sahabatnya penghuni Hutan Kedung Siluman, akibat
ketamakan dari Si Raja Rimba..
Sekaligus niat dia meinta pertolongan Kancil
Sakti. Mendengar penuturan Ucil yang
runtut, dari awal hingga akhir Kancil Sakti hanya menarik nafas panjang sambil
mengelus-elus jenggotnya yang telah memutih’
“Sungguh
suatu perbuatan yang tidak terpuji, tidak pantas dilakukan oleh Raja Rimba . Baiklah saat ini juga,
bersama mari kita temui rajamu. Semoga saja dia bersedia merubah keputusannya.
“ seru Kancil Sakti dengan bergegas berniat menemui Raja Rimba..
Hari belum begitu sore,
matahari masih bergelantung di langit biru yang kini sudah mulai condong ke
barat. Sementara itu, Si Kancil Sakti bersama dengan
sahabat-sahabat Ucil, telah sampai di gerbang istana Singa Si Baginda Raja Rimba.
Kedatangan mereka sungguh membuat kaget penghuni istana, termasuk Raja Rimba.
“Auummm. . . engkau lagi
Cil. Bagus. . .bagus. . .engkau membawa hidangan seekor kancil yang sudah tua,
namun tiada mengapa Cil. Sudah tiga hari aku tidak makan “ sambut Raja Rimba yang telah dimabuk dengan
kecongkakannya.
“Aku tidak punya waktu
lagi untuk berbasa-basi denganmu lagi,
keadaan penghuni hutan ini sudah cukup menderita. Serahkan sekarang juga
Telaga
Sewon Wono kepada kami “ sahut Ucil dengan nada ketus.
“Ambil saja sesukamu, Cil.
Asal kamu mau menyerahkan hidangan kancil
berjenggot itu, meskipun sudah
tua, namun biarlah yang penting cukup untuk mengganjal perutku “ seru Raja Rimba.
Nampaknya rasa lapar diperutnya membuatnya dia lupa diri.
“Asal kamu mampu menangkap
dan menerkam tubuhku, silahkan kamu
nikmati kancil ini sepuas-puasnya, he. . . singa ompong yang lemah “ tantang
Ucil.
Sebenarnya
ngeri juga perasaan Ucil, atas sikapnya yang menantang Raja Rimba. Namun hal
ini dia lakukan karena segala sesautu telah mereka rencanakan, untuk
melumpuhkan Raja Rimba atas perintah Kancil Sakti.
“Kurang
ajar, rasakan taringku. . . bocah bandel “
gertak Raja Rimba seraya melayangkan tubuhnya sekuat tenaga guna melumat
tubuh si kecil Ucil. Namun betapa
kagetnya Si Raja Rimba, saat kaki
belakangnya menyentuh tanah. Dia merasakan lemas sekujur tubuhnya, bahkan tanah
yang diinjaknya menjadi lunak, sehingga kedua kaki belakangnya terperosok ke
dalam tanah yang basah
Tidak heran kalau Si Raja Rimba menjadi gusar hatinya. Denghan sekuat
tenaga dia mencobna menarik kedua kaki belakangnya. Namun anehnya, semakin kuat
menarik kakinya, semakin dalam pula kaki belakangnya terperosok.
“Apa yang kamu lakukan , Cil. Jangan kamu kira aku akan menyerah begitu
saja, he bocah sombong, he . . .
pengawalku tolong angkat tubuhku, jangan
hanya diam saja” . Sikap Raja Rimba semakin tidak menentu.
Meski
enam pengawal setianya bersamaan menarik tubuh rajanya, namun tubuh Raja Rimba
sama sekali tidak bergeser sedikitpun. Yang jelas peristiwa seperti ini, tidak
membuat Raja Rimba menyadari kekurangannya, bahkan malah bertambah besar
amarahnya.
“Jangan kamu kira, aku
akan begitu saja menyerah padamu. . . bocah ingusan, kalau kau memang berani,
bunuh saja aku, tunggu apa lagi. . . bocah dungu ! “ teriak Raja Rimba hingga
suaranya menggetarkan dinding istana. Karuan saja membuat hati sebagian besar
hewan yang ada di dalam istana menjadi tambah getir . Hanya Ucil dan Kancil Sakti yang kelihatan tenamg.
“Untuk
apa aku membunuhmu yang sudah tak berdaya,
sekarang serahkan saja Telaga Sewon Wono kepada semua rakyatmu “ jawab
Ucil.
“Sampai
kapanpun tidak akan aku serahkan telaga ini “
Di sela perseteruan Ucil
dan Raja Rimba, majulah Kancil Sakti hingga tepat di depan tubuh Raja Rimba yang
tak berdaya lagi, seraya berkata dengan tenang.
“Aku harapkan , Baginda yang Terhormat berkenan
menyerahkan telaga ini, hanya kemurahan hatimu sajalah yang mampu menolong
dirimu sendiri “ kata Kancil Sakti.
“Kancil tua. . . apa
pedulimu, telaga ini miliku, hanya aku sajalah yang boleh meminum airnya,
jangan ikut campur urusanku “ tutur Raja Rimba dengan sikap yang angkuh.
“Baiklah
kalau memang begitu, sekarang nikmati saja air telagamu sepuas-puasnya “ seru Kancil Sakti seraya melangkah surut
menuju Ucil berdiri.
Tidak
beberapa lama setelah Kancil Sakti
melangkah surut, kini terlihatlah pemandangan yang mencengangkan semua yang hadir
di istana. Betapa tidak, dari semua
lubang tubuh Raja Rimba mengalirlah dengan deras air yang keruh dan berbau
busuk. Maka pantas saja bila seisi
istana menjadi gaduh. Mereka saling berteriak,melolong, menggeram dan entah
suara apa lagi.
Mengalami peristiwa yang
mengerikan semacam ini, barulah Sang Raja
Rimba menjdi kecil nyalinya. Sontak
dia memohon kepada Kancil Sakti dan Ucil
beserta sahabatnya dan berjanji akan menyerahkan Telaga Sewon Wono kepada
seluruh rakyatnya..
HAMDI BEFFANANDA AJI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar