Jumat, 17 Februari 2012

Kancil Sakti


Kesedihan Ucil kini telah lenyap, hatinya kembali pulih seperti semula lantaran
emaknya telah sembuh, karena itu pula kini dia lebih ceria lagi bertutur kata dengan hewa
sahabat-sahabatnya.
Setiap hari seusai membantu pekerjaan emaknya, dia luangkan waktunya untuk bermain dengan sahabat-sahabatnya. Mereka saling berlari, bekejaran dan bercengkerama layaknya saudara sekandung. Bahkan kini mereka benar-benar telah menjadi sahabat sejati, apabila salah satu dari mereka menemui kesulitan, maka yang lainnya segera memberi bantuan.
Demikianlah kehidupan Ucil Si Tarzan Kecil tiap harinya. Namun hari terus berganti, karena waktu selalu bergulir tiada yang mampu menghentukannya. Pergantian hari, bulan pada akhirnya akan menyebabkan pergantian musim, hingga giliran sekarang Hutan Kedung Siluman dilanda musim kemarau yang panjang.
 Seperti biasanya apabila semua penghuni hutan ini mengahadapi musim kemarau yang panjang, mereka harus siap menghadapi hukum rimba yang ganas antar mereka.  Hukum ini jelas akan menguntungkan hewan-hewan yang besar dan ganas, mereka akan sesuka hati menganiaya hewan lainnya yang lemah. Bukankah bagi hewan yang lemah hanya bisa mengakui kecongkakan yang kuat ?.  Lebih parah lagi, musim kemarau yang melanda Hutan Kedung Siluman  tahun ini sungguh sangat panjang.
       Persedian air utama yang ada di TELAGA SEWON WONO, kinitelah surut. Air yang masih tertinggal hanya sebagian kecil, terletak persis di tengah telaga, itupun kini telah keruh.
Sudah barang tentu manfaat Telaga Sewon Wono menjadi sangat penting, bagi kehidupan hewan di seantero hutan lebat tersebut. Semua hewan penghuni hutan ini memanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
      Namun lain lagi bagi Singa Perkasa SANG RAJA RIMBA. Yang congkak dan jahat. Karena sifat tamaknya, dia dengan congkaknya menguasai telaga  ini sesuka hatinya.  Hal ini membuat seluruh penghuni Hutan Kedung Siluman  menjadi resah. Jangankan untuk minum, mendekatpun bagi hewan lainnya tidak diperbolehkan.
       Karuan saja peristiwa di atas membuat Ucil ikut prihatin. Akhirnya dengan maksud baik Ucil disertai sahabat-sahabatnya menyempatkan diri untuk menemui Sang Raja Rimba. di istananya, yang letaknya tidak jauh dari Telaga Sewon Wono.
     “Selamat jumpa lagi, . . . hai Si Raja Rimba. Semoga hari ini engkau dan keluargamu selalu dalam keadaan sehat-sehat “ sapa Ucil setelah dia duduk di depan Si Raja Rimba, yang duduk di atas tumpukan jerami dengan congkaknya.
      “Auuummm.. . Selamat datang di istanaku, Hai Ucil. Apa keperluanmu datang menemuiku? “ seru Si Raja Rimba.
     Kedatangan kami semua menghadapmu hanya ingin mengunjungimu semata. Sekaligus perkenankan kami semua menyampaikan kekaguman kepada engkau Sang Perkasa,  sehingga engkau patut di beri julukan SANG PERKASA  SI RAJA RIMBA “  balas Ucil, dengan ucapan  yang berbasa-basi. Ucil sengaja merayunya,  karena dia tahu watak dan perangai Si Raja Rimba, yang sangat keranjingan pujian dari lainnya. Barangkali dengan cara ini, aku bisa melunturkan kecongkakan singa yang gila hormat tadi.
    “Ha….ha . . ha.. memang begitu seharusnya, Cil. Semua hewan di hutan ini takut dan tunduk kepaku Sang Raja Rimba, lantas kepada siapa, akan berlindung kalau bukan kepada aku. . .siapa yang mereka takuti  Cuma aku Sang Raja Rimba, ha. . ha. . ha “ seru raja rimba dengan wajah yang garang dan suara yang lantang.
     Sebenarnya merah juga telinga Ucil mendengarkan kecongkakan singa gila hormat yang ada di depanya. Namun rasa marah dalam hatinya, sekuat mungkin dia tahan. Hal ini karena dia adalah duta dari semua sahabat-sahabatnya, sehingga dia harus bersikap hati-hati.
            “Untuk itulah kami menghadapmu di istana, karena kami menginginkan pertolongan darimu, hanya engkaulah yang bisa menolong kesulitan kami “  dengan tidak sabar Ucil menuturkan permasalahannya.
           “Katakan saja, Cil. Tentu dengan mudah aku akan membnantumu “ jawab Raja Rimba dengan wajah yang tersenyum angkuh.
            “B aiklah Raja Rimba, aku harap engkau bersedia mendengarkan semua keluhan rakyatmu, yang sedang dilanda keresahan mendalam “
            “M asalah apa, Cil  “  Raja Rimba kaget mendengar penuturan Ucil. 
   “Hendaklah engkau bertindak adil,  berikan kebebasan pada rakyatmu untuk mengambil air telaha sekedar untuk minum “ jawab Ucil lantang
          “Aku selalu memberi kebebasan yang luas pada rakyatku, apabila keadaan air cukup berlimpah. Namun memang aku larang, karena persadiaan air terbatas “
          “Aku yakin air telaga tidak akan habis hanya sekedar untuk minum saja “ tutur Ucil dengan nada yang cukup tinggi.
          “Itulah maslahnya, Cil. Pada kenyataannya mereka seenaknya saja mengambil air. Mereka tidak mau mematuhi aku sebagai Raja Rimba, agar mengambil secukupnya “
          “Lantas akan kau biarkan rakyatmu mati kehausan ? “ Ucil tidak kalah kerasnya dengan ucapan Raja Rimba.
         “Grrr…..grrrr apa boleh buat, itulah  hukuman yang pantas bagi mereka “  ucap Raja Rimba, yang sudah tidak dapat menahan rasa amarahnya.
        “Dimana rasa keadilanmu sebagai Raja Rimba ? ” kini giliran Ucil yang berang dengan raja rimba.
      “Aku tidak perduli. Bagiku peraturan ini akan terus aku jalankan sepanjang musim kemarau ini “
     “Sungguh engkau tidak pantas menjadi Raja Rimba di Hutan Kedung Siluman  ini. Tidak pernah aku duga, bahwa sifatmu bertentangan dengan nama besarmu. Percuma aku memberi hormat kepada engkau “ Ucilpun tidak mau kalah dalam meladeni kekerasan hati Si Raja Rimba.
     “Itu bukan urusanmu, hai bocah sombong !. Cepat tinggalkan tempat ini ! “ gertak Raja Rimba kepada Ucil, yang nampaknya sudah tidak main-main lagi.
    “Ketahuilah, hai Raja Rimba. Apabila terjadi ketidakadilan di hutan ini. Disitu pulalah Ucil akan dating untuk membrantasnya “ seru Ucil yang nampaknya juga tidak main-main.
     “Bagus bocah yang tidak tahu diri !. Andai aku bertindak tidak adil, lantas apa maumu ?. Aku peringatkan kau !. Sekali terkam saja, tubuhmu akan tercabik-cabik “ tutur Raja Rimba yang kini sudah tepat di depan Ucil, siap menerkam.
         Keadaan di dalam istana Raja Rimba kini terdengar gaduh, semua hewan berteriak memaki Raja Rimba, sementara lainnya berhamburan keluar karena takut. Betapa tidak
Kawanan singa pengawal Raja Rimba  dan Ucil beserta kelompoknya sudah saling berhadapan dan saling bersitegang. Kedua belah pihak telah siap untuk bertempur mati-matian.  Bahkan dalam situasdi yang genting seperti itu, meloncatlah Si Belang  persis di depan Raja Rimba seraya menggertak.
“He Raja Rimba  serakah majulah hadapi  Belang ,  inilah lawanmu bukan bocah kecil ini “ tantang Si Belang yang siap untuk menyabung nyawa.
Melihat situasi yang telah menjadi kritis ini, Ucil berusaha untuk mencegah pertarungan antara Raja Rimba dan Si Belang.  Karena keadaan seperti ini sama sekali tidak dikehendaki Ucil. Tugas dia yang paling utama, adalah mengajak semua penghuni hutan ini, saling menghormati dan tolong-menolong antar mereka. Sehingga di Hutan Kedung Siluman, tercipta ketertiban dan ketrentaman.
Saat itu juga,  Ucil segera mengajak sahabat-sahabatnya meninggalkan Raja Rimba dan pengawal-pengawalnya  guna mencari cara lain untuk melunturkan kecongkakan dan ketamakan Si Raja Rimba..
Namun demikian Ucil tetap  meminta sahabat-sahabatnya  tidak putus asa dan terus berupaya mencari cara lain. Sepanjang perjalanan mereka meninggalkan istana raja rimba, Ucil dan sahabat-sahabatnya saling berdiskusi menentukan langkah selanjutnya. Diskusi antar mereka sungguh sangat serius tetapi menyenangkan, mereka saling melempar pendapat, tidak memandang jenis hewan, besar-kecil tubuh mereka atau perbedaan anatara mereka lainnya.
Dari sekian banyak pendapat yang disampaikan mereka yang ikut larut dalam diskusi ini, hanyalah pendapat Si Burung Hantu yang bernama Si GUK GUK yang dapat diterima oleh mereka semua. Karena semua telah sepakat menerima pendapat Si Guk Guk, akhirnya Ucilpun bisa bernafas lega.  Karena untuk menyadarkan Si Raja Rimba memang haruslah dengan cara yang bijak.
           Pendapat Si Guk Guk memang pendapat yang paling masuk akal sekaligus pendapat yang cukup bijak, sehingga diharapkan tidak banyak menimbulkan masalah dalam perjuangan mereka semua mendapatkan air minum. Bukankah semua hewan di Hutan Kedung Siluiman  telah mengetahui kebesaran nama sahabat mereka yang arif, yaitu KANCIL SAKTI dari LEMBAH  KLAMPISAN.  Kebesaran nama Kancil Sakti telah telah mereka ketahui
16
bersama, selain sakti Kancil Sakti juga dikenal sebagai tokoh yang arif- bijaksana,  ringan menolong sesame, ramah dan luwes bergaul.
  “Guuk. . . guk…teman-temanku, tentunya kalian masih ingat sahabat kita KancSakti, yang telah lama kita lupakan. Bukankah dia sahabat kita yang ringan-tangan menolong kita semua, saya yakin berkat kecerdasan dan pengalaman hidupnya, tentulah mudah bagi dia  untuk menyadarkan Si Raja Rimba.  . Guuk. . .guk “ demikian pendapat Si Guk Guk
        “Baiklah teman-teman, setelah kalian menyetujui pendapat sahabatku Si Guk Guk,  besok kita segera kesana untuk menerima nasehat-nasehatnya, karena hari sudah cukup siang aku pamit dulu. Kasihan emak di rumah sendirian ”  serui Ucil sambil membalikan badanya untuk segera pulang membantu pekerjaan emaknya. Sudah barang tentu kesepakatan anatar mereka telah dirahasiakan bersama, agar tidak terdengan telinga Si Raja Rimba, yang dikhawatirkan bisa menghalangngi niat mereka.
           Tidak berapa lama mereka telah sampai di Lembah Klampisan, yang menakjubkan karena dikelilingi bukit yang landai dan sejuk. Persis di salah satu bukit, terdapat goa yang besar dan sejuk, disitulah Si Kancil Sakti  tinggal.  Karena  Kancil Sakti sangat mudah bergaul dengan siapapun, merekapun tidak menemui kesulitan untuk menjumpainya.
           “Jadi kamu yang bernama, Ucil “ seru Kancil Sakti
           “Betul,  Eyang Kancil “ jawab U cil.
           “Hoooooo…..jangan panggil aku eyang “ protes Kancil Sakti.
          “Ah. biarlah, aku senang memanggil eyang “ jawab Ucil, seraya  melepas senyum.
             “Hmm. . .terserah maumu saja Cil, Ayo cepat katakana, maksud kamu dan sahabat-sahabatmu menemui kancil yang tidak berguna ini “.
Ucilpun lantas menceritakan derita semua sahabat-sahabatnya  penghuni Hutan Kedung Siluman, akibat ketamakan dari Si Raja Rimba.. Sekaligus niat dia meinta pertolongan Kancil Sakti.  Mendengar penuturan Ucil yang runtut, dari awal hingga akhir Kancil Sakti hanya menarik nafas panjang sambil mengelus-elus jenggotnya yang telah memutih’
“Sungguh suatu perbuatan yang tidak terpuji, tidak pantas dilakukan oleh Raja Rimba . Baiklah saat ini juga, bersama mari kita temui rajamu. Semoga saja dia bersedia merubah keputusannya. “  seru Kancil Sakti dengan bergegas  berniat menemui Raja Rimba..
17
     Hari belum begitu sore, matahari masih bergelantung di langit biru yang kini sudah mulai condong ke barat.  Sementara itu, Si Kancil Sakti bersama dengan sahabat-sahabat Ucil, telah sampai di gerbang istana Singa Si Baginda Raja  Rimba. Kedatangan mereka sungguh membuat kaget penghuni istana, termasuk Raja Rimba.
     “Auummm. . . engkau lagi Cil. Bagus. . .bagus. . .engkau membawa hidangan seekor kancil yang sudah tua, namun tiada mengapa Cil. Sudah tiga hari aku tidak makan “ sambut Raja  Rimba yang telah dimabuk dengan kecongkakannya.
      “Aku tidak punya waktu lagi untuk berbasa-basi denganmu lagi,  keadaan penghuni hutan ini sudah cukup menderita. Serahkan sekarang juga Telaga  Sewon Wono kepada kami “ sahut Ucil dengan nada ketus.
      “Ambil saja sesukamu, Cil. Asal kamu mau menyerahkan hidangan kancil  berjenggot itu, meskipun  sudah tua, namun biarlah yang penting cukup untuk mengganjal perutku “ seru Raja Rimba. Nampaknya rasa lapar diperutnya membuatnya dia lupa diri.
     “Asal kamu mampu menangkap dan menerkam tubuhku, silahkan  kamu nikmati kancil ini sepuas-puasnya, he. . . singa ompong yang lemah “ tantang Ucil.
         Sebenarnya ngeri juga perasaan Ucil, atas sikapnya yang menantang Raja Rimba. Namun hal ini dia lakukan karena segala sesautu telah mereka rencanakan, untuk melumpuhkan Raja Rimba atas perintah Kancil Sakti.
        “Kurang ajar, rasakan taringku. . . bocah bandel “   gertak Raja Rimba seraya melayangkan tubuhnya sekuat tenaga guna melumat tubuh si kecil Ucil.  Namun betapa kagetnya Si Raja Rimba,  saat kaki belakangnya menyentuh tanah. Dia merasakan lemas sekujur tubuhnya, bahkan tanah yang diinjaknya menjadi lunak, sehingga kedua kaki belakangnya terperosok ke dalam tanah yang basah.
   Tidak heran kalau Si Raja Rimba menjadi gusar hatinya. Denghan sekuat tenaga dia mencobna menarik kedua kaki belakangnya. Namun anehnya, semakin kuat menarik kakinya, semakin dalam pula kaki belakangnya terperosok.
  “Apa  yang kamu lakukan , Cil.  Jangan kamu kira aku akan menyerah begitu saja,  he bocah sombong, he . . . pengawalku tolong angkat tubuhku,  jangan hanya diam saja” . Sikap Raja Rimba semakin tidak menentu.

Meski enam pengawal setianya bersamaan menarik tubuh rajanya, namun tubuh Raja Rimba sama sekali tidak bergeser sedikitpun. Yang jelas peristiwa seperti ini, tidak membuat Raja Rimba menyadari kekurangannya, bahkan malah bertambah besar amarahnya.
 “Jangan kamu kira, aku akan begitu saja menyerah padamu. . . bocah ingusan, kalau kau memang berani, bunuh saja aku, tunggu apa lagi. . . bocah dungu ! “ teriak Raja Rimba hingga suaranya menggetarkan dinding istana. Karuan saja membuat hati sebagian besar hewan yang ada di dalam istana menjadi tambah getir . Hanya Ucil dan Kancil Sakti  yang kelihatan tenamg.
   “Untuk apa aku membunuhmu yang sudah tak berdaya,  sekarang serahkan saja Telaga Sewon Wono kepada semua rakyatmu “ jawab Ucil.
            “Sampai kapanpun tidak akan aku serahkan telaga ini “
    Di sela perseteruan Ucil dan Raja Rimba, majulah Kancil Sakti  hingga tepat di depan tubuh Raja Rimba yang tak berdaya lagi, seraya berkata dengan tenang.
“Aku  harapkan , Baginda yang Terhormat berkenan menyerahkan telaga ini, hanya kemurahan hatimu sajalah yang mampu menolong dirimu sendiri “ kata Kancil Sakti.
“Kancil tua. . . apa pedulimu, telaga ini miliku, hanya aku sajalah yang boleh meminum airnya, jangan ikut campur urusanku “  tutur Raja Rimba dengan sikap yang angkuh.
“Baiklah kalau memang begitu, sekarang nikmati saja air telagamu sepuas-puasnya “ seru Kancil Sakti seraya melangkah surut menuju Ucil berdiri.
Tidak beberapa lama setelah Kancil Sakti melangkah surut, kini terlihatlah pemandangan yang mencengangkan semua yang hadir di istana. Betapa tidak,  dari semua lubang tubuh Raja Rimba mengalirlah dengan deras air yang keruh dan berbau busuk.  Maka pantas saja bila seisi istana menjadi gaduh. Mereka saling berteriak,melolong, menggeram dan entah suara apa lagi.
Mengalami peristiwa yang mengerikan semacam ini, barulah Sang Raja Rimba  menjdi kecil nyalinya. Sontak dia memohon  kepada Kancil Sakti dan Ucil beserta sahabatnya dan berjanji akan menyerahkan Telaga Sewon Wono kepada seluruh rakyatnya..

 HAMDI BEFFANANDA AJI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar