emaknya
telah sembuh, karena itu pula kini dia lebih ceria lagi bertutur kata dengan
hewa
sahabat-sahabatnya.
Setiap
hari seusai membantu pekerjaan emaknya, dia luangkan waktunya untuk bermain
dengan sahabat-sahabatnya. Mereka saling berlari, bekejaran dan bercengkerama
layaknya saudara sekandung. Bahkan kini mereka benar-benar telah menjadi
sahabat sejati, apabila salah satu dari mereka menemui kesulitan, maka yang
lainnya segera memberi bantuan.
Demikianlah
kehidupan Ucil Si Tarzan Kecil
tiap harinya. Namun hari terus berganti, karena waktu selalu bergulir tiada
yang mampu menghentukannya. Pergantian hari, bulan pada akhirnya akan
menyebabkan pergantian musim, hingga giliran sekarang Hutan Kedung Siluman dilanda musim kemarau yang panjang.
Seperti
biasanya apabila semua penghuni hutan ini mengahadapi musim kemarau yang
panjang, mereka harus siap menghadapi hukum rimba yang ganas antar mereka. Hukum ini jelas akan menguntungkan
hewan-hewan yang besar dan ganas, mereka akan sesuka hati menganiaya hewan
lainnya yang lemah. Bukankah bagi hewan yang lemah hanya bisa mengakui
kecongkakan yang kuat ?. Lebih parah
lagi, musim kemarau yang melanda Hutan
Kedung Siluman tahun ini sungguh
sangat panjang.
Persedian
air utama yang ada di TELAGA SEWON WONO, kinitelah surut. Air yang masih tertinggal hanya sebagian kecil,
terletak persis di tengah telaga, itupun kini telah keruh.
Sudah
barang tentu manfaat Telaga Sewon Wono
menjadi sangat penting, bagi kehidupan hewan di seantero hutan lebat tersebut.
Semua hewan penghuni hutan ini memanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Namun lain lagi bagi
Singa Perkasa SANG RAJA RIMBA. Yang congkak dan jahat. Karena sifat
tamaknya, dia dengan congkaknya menguasai telaga ini sesuka hatinya. Hal ini membuat seluruh penghuni Hutan Kedung Siluman menjadi resah. Jangankan untuk minum,
mendekatpun bagi hewan lainnya tidak diperbolehkan.
Karuan
saja peristiwa di atas membuat Ucil ikut prihatin. Akhirnya dengan maksud baik
Ucil disertai sahabat-sahabatnya menyempatkan diri untuk menemui Sang Raja
Rimba. di istananya, yang letaknya tidak jauh dari Telaga Sewon Wono.
“Selamat jumpa lagi, . . .
hai Si Raja Rimba. Semoga hari ini
engkau dan keluargamu selalu dalam keadaan sehat-sehat “ sapa Ucil setelah dia
duduk di depan Si Raja Rimba, yang duduk di atas tumpukan jerami dengan
congkaknya.
“Auuummm.. . Selamat datang di istanaku, Hai
Ucil. Apa keperluanmu datang menemuiku? “ seru Si Raja Rimba.
“Kedatangan kami semua menghadapmu hanya ingin mengunjungimu semata.
Sekaligus perkenankan kami semua menyampaikan kekaguman kepada engkau Sang
Perkasa, sehingga engkau patut di beri
julukan SANG PERKASA SI RAJA RIMBA
“ balas Ucil, dengan ucapan yang berbasa-basi. Ucil sengaja merayunya, karena dia tahu watak dan perangai Si Raja
Rimba, yang sangat keranjingan pujian dari lainnya. Barangkali dengan cara ini,
aku bisa melunturkan kecongkakan singa yang gila hormat tadi.
“Ha….ha . . ha.. memang
begitu seharusnya, Cil. Semua hewan di hutan ini takut dan tunduk kepaku Sang
Raja Rimba, lantas kepada siapa, akan berlindung kalau bukan kepada aku. .
.siapa yang mereka takuti Cuma aku Sang
Raja Rimba, ha. . ha. . ha “ seru raja rimba dengan wajah yang garang dan suara
yang lantang.
Sebenarnya merah juga telinga Ucil mendengarkan kecongkakan singa gila
hormat yang ada di depanya. Namun rasa marah dalam hatinya, sekuat mungkin dia
tahan. Hal ini karena dia adalah duta dari semua sahabat-sahabatnya, sehingga
dia harus bersikap hati-hati.
“Untuk
itulah kami menghadapmu di istana, karena kami menginginkan pertolongan darimu,
hanya engkaulah yang bisa menolong kesulitan kami “ dengan tidak sabar Ucil menuturkan
permasalahannya.
“Katakan
saja, Cil. Tentu dengan mudah aku akan membnantumu “ jawab Raja Rimba dengan
wajah yang tersenyum angkuh.
“B aiklah
Raja Rimba, aku harap engkau bersedia mendengarkan semua keluhan rakyatmu, yang
sedang dilanda keresahan mendalam “
“M asalah
apa, Cil “ Raja Rimba kaget mendengar penuturan
Ucil.
“Hendaklah engkau
bertindak adil, berikan kebebasan pada
rakyatmu untuk mengambil air telaha sekedar untuk minum “ jawab Ucil lantang
“Aku
selalu memberi kebebasan yang luas pada rakyatku, apabila keadaan air cukup
berlimpah. Namun memang aku larang, karena persadiaan air terbatas “
“Aku
yakin air telaga tidak akan habis hanya sekedar untuk minum saja “ tutur Ucil
dengan nada yang cukup tinggi.
“Itulah
maslahnya, Cil. Pada kenyataannya mereka seenaknya saja mengambil air. Mereka
tidak mau mematuhi aku sebagai Raja Rimba, agar mengambil secukupnya “
“Lantas
akan kau biarkan rakyatmu mati kehausan ? “ Ucil tidak kalah kerasnya dengan
ucapan Raja Rimba.
“Grrr…..grrrr
apa boleh buat, itulah hukuman yang
pantas bagi mereka “ ucap Raja Rimba,
yang sudah tidak dapat menahan rasa amarahnya.
“Dimana
rasa keadilanmu sebagai Raja Rimba ? ” kini giliran Ucil yang berang dengan
raja rimba.
“Aku tidak perduli. Bagiku
peraturan ini akan terus aku jalankan sepanjang musim kemarau ini “
“Sungguh engkau tidak
pantas menjadi Raja Rimba di Hutan Kedung
Siluman ini. Tidak pernah aku duga,
bahwa sifatmu bertentangan dengan nama besarmu. Percuma aku memberi hormat
kepada engkau “ Ucilpun tidak mau kalah dalam meladeni kekerasan hati Si Raja
Rimba.
“Itu bukan urusanmu, hai
bocah sombong !. Cepat tinggalkan tempat ini ! “ gertak Raja Rimba kepada Ucil,
yang nampaknya sudah tidak main-main lagi.
“Ketahuilah, hai Raja
Rimba. Apabila terjadi ketidakadilan di hutan ini. Disitu pulalah Ucil akan
dating untuk membrantasnya “ seru Ucil yang nampaknya juga tidak main-main.
“Bagus bocah yang tidak
tahu diri !. Andai aku bertindak tidak adil, lantas apa maumu ?. Aku
peringatkan kau !. Sekali terkam saja, tubuhmu akan tercabik-cabik “ tutur Raja
Rimba yang kini sudah tepat di depan Ucil, siap menerkam.
Keadaan di dalam istana Raja Rimba kini terdengar gaduh, semua hewan
berteriak memaki Raja Rimba, sementara lainnya berhamburan keluar karena takut.
Betapa tidak
Kawanan
singa pengawal Raja Rimba dan Ucil beserta kelompoknya sudah saling
berhadapan dan saling bersitegang. Kedua belah pihak telah siap untuk bertempur
mati-matian. Bahkan dalam situasdi yang
genting seperti itu, meloncatlah Si
Belang persis di depan Raja Rimba seraya menggertak.
“He Raja Rimba serakah majulah
hadapi Belang , inilah lawanmu
bukan bocah kecil ini “ tantang Si Belang yang siap untuk menyabung nyawa.
Melihat situasi yang
telah menjadi kritis ini, Ucil berusaha untuk mencegah pertarungan antara Raja Rimba dan Si Belang. Karena keadaan seperti ini sama sekali tidak
dikehendaki Ucil. Tugas dia yang paling utama, adalah mengajak semua penghuni
hutan ini, saling menghormati dan tolong-menolong antar mereka. Sehingga di Hutan Kedung Siluman, tercipta
ketertiban dan ketrentaman.
Saat itu
juga, Ucil segera mengajak
sahabat-sahabatnya meninggalkan Raja Rimba dan pengawal-pengawalnya guna mencari cara lain untuk melunturkan
kecongkakan dan ketamakan Si Raja Rimba..
Namun demikian Ucil
tetap meminta sahabat-sahabatnya tidak putus asa dan terus berupaya mencari
cara lain. Sepanjang perjalanan mereka meninggalkan istana raja rimba, Ucil dan
sahabat-sahabatnya saling berdiskusi menentukan langkah selanjutnya. Diskusi
antar mereka sungguh sangat serius tetapi menyenangkan, mereka saling melempar
pendapat, tidak memandang jenis hewan, besar-kecil tubuh mereka atau perbedaan
anatara mereka lainnya.
Dari
sekian banyak pendapat yang disampaikan mereka yang ikut larut dalam diskusi
ini, hanyalah pendapat Si Burung Hantu
yang bernama Si GUK GUK yang dapat diterima oleh mereka semua. Karena semua
telah sepakat menerima pendapat Si Guk Guk, akhirnya Ucilpun bisa bernafas
lega. Karena untuk menyadarkan Si Raja
Rimba memang haruslah dengan cara yang bijak.
Pendapat
Si Guk Guk memang pendapat yang paling masuk akal sekaligus pendapat yang cukup
bijak, sehingga diharapkan tidak banyak menimbulkan masalah dalam perjuangan
mereka semua mendapatkan air minum. Bukankah semua hewan di Hutan Kedung Siluiman telah mengetahui kebesaran nama sahabat
mereka yang arif, yaitu KANCIL SAKTI dari LEMBAH KLAMPISAN.
Kebesaran nama Kancil Sakti
telah telah mereka ketahui
16
bersama,
selain sakti Kancil Sakti juga dikenal sebagai tokoh yang arif- bijaksana, ringan menolong sesame, ramah dan luwes
bergaul.
“Guuk. . . guk…teman-temanku,
tentunya kalian masih ingat sahabat kita KancSakti, yang telah lama kita
lupakan. Bukankah dia sahabat kita yang ringan-tangan menolong kita semua, saya
yakin berkat kecerdasan dan pengalaman hidupnya, tentulah mudah bagi dia untuk menyadarkan Si Raja Rimba. . Guuk. . .guk “ demikian pendapat Si Guk Guk
“Baiklah
teman-teman, setelah kalian menyetujui pendapat sahabatku Si Guk Guk, besok kita segera kesana untuk menerima
nasehat-nasehatnya, karena hari sudah cukup siang aku pamit dulu. Kasihan emak
di rumah sendirian ” serui Ucil sambil
membalikan badanya untuk segera pulang membantu pekerjaan emaknya. Sudah barang
tentu kesepakatan anatar mereka telah dirahasiakan bersama, agar tidak terdengan
telinga Si Raja Rimba, yang dikhawatirkan bisa menghalangngi niat mereka.
Tidak
berapa lama mereka telah sampai di Lembah
Klampisan, yang menakjubkan karena dikelilingi bukit yang landai dan sejuk.
Persis di salah satu bukit, terdapat goa yang besar dan sejuk, disitulah Si Kancil Sakti tinggal.
Karena Kancil Sakti sangat mudah bergaul dengan siapapun, merekapun tidak
menemui kesulitan untuk menjumpainya.
“Jadi
kamu yang bernama, Ucil “ seru Kancil Sakti
“Betul, Eyang Kancil “ jawab U cil.
“Hoooooo…..jangan
panggil aku eyang “ protes Kancil Sakti.
“Ah.
biarlah, aku senang memanggil eyang “ jawab Ucil, seraya melepas senyum.
“Hmm. .
.terserah maumu saja Cil, Ayo cepat katakana, maksud kamu dan sahabat-sahabatmu
menemui kancil yang tidak berguna ini “.
Ucilpun
lantas menceritakan derita semua sahabat-sahabatnya penghuni Hutan Kedung Siluman, akibat
ketamakan dari Si Raja Rimba..
Sekaligus niat dia meinta pertolongan Kancil
Sakti. Mendengar penuturan Ucil yang
runtut, dari awal hingga akhir Kancil Sakti hanya menarik nafas panjang sambil
mengelus-elus jenggotnya yang telah memutih’
“Sungguh
suatu perbuatan yang tidak terpuji, tidak pantas dilakukan oleh Raja Rimba . Baiklah saat ini juga,
bersama mari kita temui rajamu. Semoga saja dia bersedia merubah keputusannya.
“ seru Kancil Sakti dengan bergegas berniat menemui Raja Rimba..
17
Hari belum begitu sore,
matahari masih bergelantung di langit biru yang kini sudah mulai condong ke
barat. Sementara itu, Si Kancil Sakti bersama dengan
sahabat-sahabat Ucil, telah sampai di gerbang istana Singa Si Baginda Raja Rimba.
Kedatangan mereka sungguh membuat kaget penghuni istana, termasuk Raja Rimba.
“Auummm. . . engkau lagi
Cil. Bagus. . .bagus. . .engkau membawa hidangan seekor kancil yang sudah tua,
namun tiada mengapa Cil. Sudah tiga hari aku tidak makan “ sambut Raja Rimba yang telah dimabuk dengan
kecongkakannya.
“Aku tidak punya waktu
lagi untuk berbasa-basi denganmu lagi,
keadaan penghuni hutan ini sudah cukup menderita. Serahkan sekarang juga
Telaga
Sewon Wono kepada kami “ sahut Ucil dengan nada ketus.
“Ambil saja sesukamu, Cil.
Asal kamu mau menyerahkan hidangan kancil
berjenggot itu, meskipun sudah
tua, namun biarlah yang penting cukup untuk mengganjal perutku “ seru Raja
Rimba. Nampaknya rasa lapar diperutnya membuatnya dia lupa diri.
“Asal kamu mampu menangkap
dan menerkam tubuhku, silahkan kamu
nikmati kancil ini sepuas-puasnya, he. . . singa ompong yang lemah “ tantang
Ucil.
Sebenarnya
ngeri juga perasaan Ucil, atas sikapnya yang menantang Raja Rimba. Namun hal
ini dia lakukan karena segala sesautu telah mereka rencanakan, untuk
melumpuhkan Raja Rimba atas perintah Kancil Sakti.
“Kurang
ajar, rasakan taringku. . . bocah bandel “
gertak Raja Rimba seraya melayangkan tubuhnya sekuat tenaga guna melumat
tubuh si kecil Ucil. Namun betapa
kagetnya Si Raja Rimba, saat kaki
belakangnya menyentuh tanah. Dia merasakan lemas sekujur tubuhnya, bahkan tanah
yang diinjaknya menjadi lunak, sehingga kedua kaki belakangnya terperosok ke
dalam tanah yang basah.
Tidak heran kalau Si Raja
Rimba menjadi gusar hatinya. Denghan sekuat tenaga dia mencobna menarik kedua
kaki belakangnya. Namun anehnya, semakin kuat menarik kakinya, semakin dalam
pula kaki belakangnya terperosok.
“Apa yang kamu lakukan , Cil. Jangan kamu kira aku akan menyerah begitu
saja, he bocah sombong, he . . .
pengawalku tolong angkat tubuhku, jangan
hanya diam saja” . Sikap Raja Rimba semakin tidak menentu.
Meski
enam pengawal setianya bersamaan menarik tubuh rajanya, namun tubuh Raja Rimba
sama sekali tidak bergeser sedikitpun. Yang jelas peristiwa seperti ini, tidak
membuat Raja Rimba menyadari kekurangannya, bahkan malah bertambah besar
amarahnya.
“Jangan kamu kira, aku
akan begitu saja menyerah padamu. . . bocah ingusan, kalau kau memang berani,
bunuh saja aku, tunggu apa lagi. . . bocah dungu ! “ teriak Raja Rimba hingga
suaranya menggetarkan dinding istana. Karuan saja membuat hati sebagian besar
hewan yang ada di dalam istana menjadi tambah getir . Hanya Ucil dan Kancil Sakti yang kelihatan tenamg.
“Untuk
apa aku membunuhmu yang sudah tak berdaya,
sekarang serahkan saja Telaga Sewon Wono kepada semua rakyatmu “ jawab
Ucil.
“Sampai
kapanpun tidak akan aku serahkan telaga ini “
Di sela perseteruan Ucil
dan Raja Rimba, majulah Kancil Sakti hingga tepat di depan tubuh Raja Rimba yang
tak berdaya lagi, seraya berkata dengan tenang.
“Aku harapkan , Baginda yang
Terhormat berkenan menyerahkan telaga ini, hanya kemurahan hatimu sajalah yang
mampu menolong dirimu sendiri “ kata Kancil
Sakti.
“Kancil tua. . . apa
pedulimu, telaga ini miliku, hanya aku sajalah yang boleh meminum airnya,
jangan ikut campur urusanku “ tutur Raja Rimba dengan sikap yang angkuh.
“Baiklah
kalau memang begitu, sekarang nikmati saja air telagamu sepuas-puasnya “ seru Kancil Sakti seraya melangkah surut
menuju Ucil berdiri.
Tidak beberapa
lama setelah Kancil Sakti melangkah
surut, kini terlihatlah pemandangan yang mencengangkan semua yang hadir di
istana. Betapa tidak, dari semua lubang
tubuh Raja Rimba mengalirlah dengan deras air yang keruh dan berbau busuk. Maka pantas saja bila seisi istana menjadi
gaduh. Mereka saling berteriak,melolong, menggeram dan entah suara apa lagi.
Mengalami
peristiwa yang mengerikan semacam ini, barulah Sang Raja Rimba menjdi kecil
nyalinya. Sontak dia memohon kepada
Kancil Sakti dan Ucil beserta sahabatnya dan berjanji akan menyerahkan Telaga
Sewon Wono kepada seluruh rakyatnya..
HAMDI BEFFANANDA AJI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar