Semak
belukar di lingkungan rumah Hardian kini terlihat kuning meranggas. Sejauh mata
memandang hanya terlihat permadani kuning yang tergelar luas. Pemandangan ini
disebabkan musim kemarau yang panjang, dengan diselingi tiupan angin kemarau
yang kencang dan kering serta tidak membawa uap air. Musim kemarau yang kering
ini diperparah dengan mengeringnya sumur dan sungai yang mengalir di desa
Hardian.
Siang
hari itu, usai Hardian dan teman temanya makan siang, mereka berkumpul dan
bermain di sawah yang telah mengering tidak jauh dari rumah Hardian. Sawah itu
kini telah ditumbuhi ilalang yang tinggi dan mengering, sehingga sebagian
ilalang tersebut telah roboh dan sebagian lain masih berdiri tegak. Hanya
sebentar sebentar terlihat beberapa burung jalak, kutilang dan kenari yang
hinggap di pucuk ilalang, untuk mencari makan semut atau serangga lainnya yang
berada di pucuk ilalang.
Hardian
dan beberapa temanya sangat ceria
bermain bola di sawah yang kini menjadi padang
gersang. Meski panas kemarau
masih terasa menyengat kulit mereka, tapi semua tidak memperdulikan. Barangkali mereka semua
adalah anak desa yang terbiasa dengan sengatan matahari. Permainan bola yang
mengasikan itu, mendadak terhenti kala mereka menyaksikan beberapa kawanan burung
telah terbang berarak menyeberangi
langit dari arah timur ke barat. Bahkan terlihat pula kawanan burung yang
trebang dari arah tenggara menuju barat laut.
Sontak
mereka berlarian menemui Pak Wiji, yang sedang membersihkan ilalang dan membakarnya
di petak sawah sebelah mereka bermain. Mereka tidak takut dan malu dengan Pak
Wiji yang mengajar kelas VI di sekolah mereka. Pak Wijipun menyambut mereka
dengan ramah dan senyum menanggapi pertanyaan mereka.
“Pak Wiji apa ada kebakaran hutan?.
Burung burung itu beterbangan bersama sama menujuke arah barat dan utara”.
Tanya Bisri pada guru mereka yang kini duduk di tikar bambu di tengah padang
gersang.
“Iya, Pak. Aku takut bila kebakaran
itu juga menerjang desa kita”. Hardian mencoba mencurahkan kekhawatiran pada
guru yang ramah itu.
“Ha..ha..ha, apabila terjadi
kebakaran hutan di sebelah selatan, maka burung burung itu tidak terbang menuju
ke barat laut. Tetapi mereka akan hinggap di pohon pohon di desa kita untuk
mengungsi “
“Apa sebabnya, Pak ?” . Kukuh tidak
mau kalah dengan teman temanya untuk mencari tahu penyebab kejadian itu.
“Kejadian
yang kamu lihat di langit ini adalah kejadian yang dinamakan migrasi kawanan
burung” seru Hamzah.
2
“Migrasi itu artinya apa, Pak ? Dan mengapa burung tersebut
melakukanya ?”
“Migrasi itu artinya perpindahan
dari tempat satu ke tempat lainnya. Hamzah !, mereka berpindah tempat mencari
daerah baru yang sudah memasuki musim hujan. Tujuanya adalah untuk mencari
makanan, karena bila musim hujan tiba, alam
menyediakan makanan yang berlimpah bagi burung burung tersebut.
“Mengapa mereka bisa mengetahui
daerah yang sudah memasuki musim hujan” Kukuh kembali lagi mengajukan
pertanyaan, karena dia masih penasaran dengan kejadian perpindahan burung
burung tersebut.
“Itulah naluri mereka , Kukuh !”
“Naluri?, apa saya juga memiliki
naluri, Pak?” seru Hamzah
“Kamu semua adalah makhluk yang
paling sempurna, yang memiliki akal. Sehingga dengan akal yang ada manusia bisa
mengetahui cuaca tanpa menggunakan naluri. Naluri diberikan Tuhan yang Kuasa
kepada hewan, karena mereka tidak memiliki akal”
“Pak Wiji, mengapa di desa kita
belum turun hujan. Padahal di daerah lain sudah hujan ?” Kembali Hardian
menyerukan sebuah pertanyaan.
“Barangkali sebentar lagi, Hardian
!. Biasanya kalau terlihat gejala alam seperti ini, tidak lama lagi desa kita
akan diguyur hujan” jawab Pak Wiji dengan senyum yang lebar.
“Ah…mengapa datangnya musim hujan
tidak serempak, ya Pak” Kukuh menyela pembicaraan mereka dengan kembali
bertanya.
“Kamu semuakan sudah belajar bahan
ajar Kepedulian Diri Pada Lingkungan. Pada pembelajaran itu, kamu diajar guru
kamu bahwa alam sekitar kita telah rusak akibat ulah kita semua. Zat Ozon yang
ada di atmosfer kita telahbanyak yang rusak, selain itu atmosfer sudah banyak
dicemari bahan bahan buangan. Ini semua mengakibatkan “effek rumah kaca”,
sehingga musim sekarang telah kacau.
“Pak, Pak Wiji, boleh aku bertanya?”
Tanya Ningrum yang mulai tertarik dengan pembicaraan mereka di tengah sawah.
“Oh, silakan Ningrum !”
“Bagaimana cara Ningrum, agar bisa
mempercepat datangnya musim hujan ?”
“Ningrum !, tidak ada yang bisa kamu
lakukan, yang penting bagi kamu belajar yang rajin bahan ajar Kepedeulian
Lingkungan dan IPA. Dan nanti di rumah kamu bersihkan sampah sampah yang ada di
saluran air agar tidak mampat menyebabkan banjir dan jangan jajan di sembarang
tempat, karena pada awal musim hujan biasanya akan berjangkit penyakit diare
dan disentri, ya !. Sekarang hari sudah sore sebentar lagi gelap, kalian mandi
yang bersih dan belajar ya ?”
“Ya, Pak Wiji “ semua menjawab
dengan serentak tanpa ada yang menuruhnya.
Sementara
itu langit di atas desa mereka sudah mulai gelap. Suara petir silih berganti
disusul kemudian munculnya kilat yang menyambar desa mereka. Tidak lama kemudian
3
datanglah
hujan yang pertama kali, yang sudah lama mereka tunggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar