Jumat, 10 Februari 2012

Bertemu Patih Gajah Mada


Berlian segera mengemasi buku bukunya setelah terdengar bel panjang berbunyi. Nyaring suara bel itu memekakan telinganya, tetapi kini hatinya girang bukan kepalang. Lantaran dia dan dua temanya masing-masing Irene dan Hamdi berencana main ke rumah Galang, putra Prof Alfonso.

Nama Prof Alfonso sudah tidak asing lagi di telinga Berlian. Setiap wajah professor jenius itu  tertampang di televisi, Berlianpun terbesit dalam hatinya, ingin memiliki prestasi seperti dia. Kebetulan sekali Galang temen sekelasnya adalah putra Prof. Alfonso, maka hari itu sehabis sekolah dia berencana main ke rumah Galang, apalagi bila bisa berkenalan dengan professor itu. Meski hal ini sudah direncanakan jauh hari, namun baru saat ini niat Berlian bisa kesampaian. Berlian segera melonjak dan memburu ke tiga temanya yang sudah bersiap pulang juga.

Tidak beberapa lama sampailah mereka di halaman rumah Prof Alfonso, ahli Fisika yang sudah mendunia. Namun betapa kaget Berlian, ternyata rumah Prof Alfonso tidak semegah yang dia bayangkan. Tentunya sebagai ahli Fisika tingkat Internasional pasti memiliki rumah yang megah dan mewah, demikian bisik hati Berlian. Namu meskipun sederhana, rumah professor itu tertata rapi dan bersih. “Oh ini pertanda Prof. Alfonso adalah cendekiawan kondang yang biasa hidup teratur” demikian berkali kali bisik hati Berlian selama di dalam rumah professor.

***

“Silakan, teman-teman kita makan siang dahulu. Mama sudah menyiapkan makan siang untuk kamu. Berlian !, kamu tidak bisa berkenalan dengan papiku, karena papi baru saja ke Amerika”
 “Lantas, apa kegiatan papimu di Amerika ?” Berlian penasaran ingin tahu kegiatan papinya Galang.
“Entahlah, tapi papi sering crita sama mama kalau papi berhasil menemukan “mesin perjalanan waktu”. Kalau ke Amerikanya aku nggak ngerti !”.
“Mesin waktu ?, mesinya sebesar apa. Lang ?” Tanya Irene penasaran.
 “Aku nggak tahu mesinya yang mana, Cuma yang aku ngerti papa sering keluar masuk kamar yang terbuat dari kaca .Sekali papa masuk entah berhari-hari tidak kembali, nggak tahu tuh, papi ngapain aja ?”.
“Boleh aku ngeliat  mesinya, Lang “ Pinta Irene.
“Boleh aja, karena mesin itu sudah dimatikan papi sebelum ke Amerika, Kalau Cuma ngliatin itu nggak apa apa, asal jangan menyentuh panel panel yang ada di dinding kaca”
“Dari mana kamu tahu itu ?” Tanya Berlian.
“Ya dari papa, pas aku libur sering main main di kamar kaca tapi nggak berani main main tombol yang ada di panel “.

Mereka bertiga kini sudah di depan “mesin waktu”. Merekapun sangat kagum dengan mesin temuan papinya Galang, belum pernah mereka melihat mesin secanggih itu. Sebuah kamar yang terbuat dari kaca anti gores dan anti panas. Kaca tersebut
melingkungi sebuah ruangan yang serba berisi panel-panel otomatis, yang mereka sendiri tidak tahu fungsinya.
“Boleh aku masuk, Lang ?” pinta Berlian.
“Tentu, tapi jangan kamu pegang kaca bagian dalam, karena berisi tombol tombol serat optik dan serba otomatis”
“Ah, jangan masuk Yan, nanti malah kamu terlempar ke jaman lain” usul Irene pada Berlian.
“Oh, nggak apa--apa kalau Cuma masuk, kan sudah dikunci papi. Yan yang penting kamu jangan pegang panel panel itu ?”. Berlian hanya mengganggukan kepala, maka diapun memberanikan diri masuk untuk mengobati penasaran hatinya disusul ke tiga temanya itu. Mengapa kendaraan waktu ini bentuknya tidak seperti pesawat, kereta api ataupun bus atau bahkan kapal selam, apa pula bahan bakarnya.

Galangpun menemani temanya bertiga dan berusaha menjelaskan tentang mesin waktu itu menurut yang dia tahu. Sistim itu hanya melempar molekul molekul di tubuh kita dengan gelombang elektonika ke sasaran ” tahun waktu” yang kita tuju.
“Molekul ?, ah aku jadi nggak mengerti “ potong Irene.
“Gelombang elektronika itu yang kaya apa, Lang ?” seru Berlian
“Ya, kata papi sih, cahaya matahari juga  termasuk gelombang elektronika“
“Kalau gitu, badan kita terasa sakit dong kalau naik mesin waktu ini?” sahut Irene.
“Mana aku tahu ?”
“Seandainya aku mau ke Jaman Majapahit, seperti pelajaran tadi pagi, aku tinggal klik aja sudah ketemu Patih Gajah Mada, ya Lang “ pekik Hamdi sambil berjalan memutar mutar kamar itu dengan kedua tanga direntangkan mirip pesawat terbang. Sikap lucu tadi segera diikuti Galang, Irene dan Berlian yang lagi senang hatinya. Tanpa mereka sadari kekonyolan mereka menyebabkan hidupnya “mesin waktu” Prof. Alfonso, karena mereka telah mengakfifkan panel mesin. Sehingga secara otomatis pintu utama tertutup, dan semua sistim  di mesin itu aktif dan siap melempar mereka ke waktu Jaman Kerajaan Majapahit.

Mata mereka terbelalak seketika dengan jantung yang seakan akan mau lepas. Mereka berempat hanya mampu berpelukan satu sama lainya. Namun yang mereka rasakan hanya seperti naik lift di gedung bertingkat. Tidak beberapa lama seketika “mesin waktu” itu berhenti bergerak,  pintu otomatispun bergerak terbuka.

Terlihat sebuah gedung tidak seberapa tingginya terbuat dari batu hitam yang kokoh, menjulang di depan mereka. Gedung itu dikelilingi prajurit yang beraneka macam persenjataanya, tak berbaju dan hanya bercelana pendek warna merah. Beberapa diantaranya sudah mengerumini mereka dengan terkagum kagum. Bahkan sebagian lagi berlarian karena ketakutan. Tetapi seorang prajurit yang berjambang dan berbadan tegap, menghampiri mereka sambil membentak, “He siapa kamu dan darimana?”.

“Temen temen saya yakin ini istana Majapahit, seperti permintaan Hamdi tadi.  Kita sudah terlanjut sampai disini, kita tidak bisa mundur lagi. Sekalian saja kita berpura pura duta dari kerajaan apa, aku sendiri belum tahu. Kita harus berlaku sopan sehingga mereka
tidak menyakiti kita . Kalian jangan takut. Biar aku saja yang bicara denga mereka” Bisik Berlian kepada mereka bertiga yang sudah kelihatan pucat wajahnya.
“Tapi kata Bu Guru kita nggak boleh berbohong “ desak Irene.
“Apa prajurit itu tahu tentang “mesin waktu”, apa mereka percaya kita dari tahun 2025. Inilah jalan satu satunya bagai kita. Tidak usah takut temenku, ini bukan salah siapa siapa, ini salah kita bersama terbawa “mesin waktu”.  Ujar Berlian mencoba membesarkan hati teman temanya.

***

“Ayo jawab anak kecil, Siapa kamu dan dari mana ?” Tanya kepala prajurit itu.
“Kami dari jauh, dari kerajaan Atas Angin. Kunjungan kami ke sini, sekedar untuk berjumpa dengan Mahapatih Gajah Mada. Kami hanya ingin menyambung persahabatan dengan Negeri Majapahit yang Agung” Jawab Berlian.
“Mengapa Kerajaan Atas Angin hanya mengirim anak kecil ?, apa tidak punya utusan lainnya ?”.
“Di negeri kami, anak anak adalah lambang perdamaian dan persahabatan. Maka raja kami mengirim kami semua. Apabila maksud kami diterima maka raja kami sendiri yang akan menghadap Tuanku Raja Hayam Wuruk. Tapi pada kesempatan ini ijinkan kami bertemu dengan Mahapatih Gajah Mada terlebih dahulu “
“Mana upeti tanda persahabatan kamu ?”
“Akan dibawa langsung oleh raja kami nanti !“ Jawab Berlian dengan berusaha meyakinkan kepala prajurit yang garang itu.
“Baiklah ikuti kami, akan kami bawa ke pesanggrahan Mahapatih Gajah Mada.

Sang Mahapatih dengan wajah yang penuh wibawa, duduk di kursi kepatihan, di kelilingi para Senopati Prajurit Majapahit dengan wajah tertunduk. Merekapun segera menghanturkan hormat, dan langsung dipersilakan duduk di kursi tamu kerajaan.
“Jadi engkau anak anak wakil dari kerajaan Atas Angin ?. Di daerah mana itu ?”
“Di daerah…Jayakarta “
“Oh,,aku tahu itu, dekat dengan Kerajaan Banten, mengapa baru  ini aku mendengar ?”
“Negeri kami hanya negeri kecil, tentu saja Tuanku belum mendengar”. Jawab Berlian.
“Aku kagum dengan keberanianmu, anak anaku ?. “
“Raja kami terpaksa mengirim kami, karena berharap dapat menjalin persahabatan dengan Negeri Besar Majapahit. Anak anak di negeri kami dijadikan lambang cinta kasih, Tuanku ! ”.
“Oh, kami terima dengan tangan terbuka dan sampaikan salam hormat Majapahit untuk raja dan Rakyat Atas Angin. Istirahatlah kalian semua, silakan nikmati apa saja yang kalian suka ?”
“Jawaban dari Baginda Mahapatih Gajah Mada sangat ditunggu raja kami. Maka mohon maaf kami tidak bisa lama disini”
“Baiklah, anak anaku. Aku sangat terkesan dengan sopan santunmu. Tapi nikmati dahulu hidangan kerajaan silakan”

***

Mereka sudah kembali ke dalam mesin waktu, sementara Prajurit Majapahit lengkap dengan panji kebesaranya melepas kepergian mereka dengan penuh persahabatan. Galang berusaha sekuat tenaga mencari tombol mengaktifkan mesin waktu itu dibantiu ketiga temanya. Beberapa saat mereka mengalami kesulitan dan kepanikan. Di tengah kepanikan itu, Hamdi kemudian berteriak “Hai mesin waktu, kembalikan kami ke rumah Prof. Alfonso !”

Mereka kini berpelukan karena gembira, mesin waktu telah aktif dan dengan sesaat berhasil melemparkan mereka ke waktu tahun 2025, tepat di halaman rumah Prof. Alfonso.  Setelah pintu utama terbuka secara otomatis, berhamburan sejumlah orang menghampiri mereka berempat. Mereka diantaranya adalah Prof. Alfonso, orang tua mereka berempat, para wartawan dan masyarakat luas.

“Oh, terimakasih Tuhan, Engkau telah mempertemukan anaku kembali setelah tiga bulan lamanya mereka hilang terbawa mesin buatanku sendiri “ seru Prof Alfonso di tengah kerumunan yang berisi peluk dan cium.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar