Berlian segera
mengemasi buku bukunya setelah terdengar bel panjang berbunyi. Nyaring suara
bel itu memekakan telinganya, tetapi kini hatinya girang bukan kepalang.
Lantaran dia dan dua temanya masing-masing Irene dan Hamdi berencana main ke
rumah Galang, putra Prof Alfonso.
Nama Prof
Alfonso sudah tidak asing lagi di telinga Berlian. Setiap wajah professor jenius
itu tertampang di televisi, Berlianpun
terbesit dalam hatinya, ingin memiliki prestasi seperti dia. Kebetulan sekali Galang
temen sekelasnya adalah putra Prof. Alfonso, maka hari itu sehabis sekolah dia
berencana main ke rumah Galang, apalagi bila bisa berkenalan dengan professor
itu. Meski hal ini sudah direncanakan jauh hari, namun baru saat ini niat
Berlian bisa kesampaian. Berlian segera melonjak dan memburu ke tiga temanya
yang sudah bersiap pulang juga.
Tidak beberapa
lama sampailah mereka di halaman rumah Prof Alfonso, ahli Fisika yang sudah
mendunia. Namun betapa kaget Berlian, ternyata rumah Prof Alfonso tidak semegah
yang dia bayangkan. Tentunya sebagai ahli Fisika tingkat Internasional pasti
memiliki rumah yang megah dan mewah, demikian bisik hati Berlian. Namu meskipun
sederhana, rumah professor itu tertata rapi dan bersih. “Oh ini pertanda Prof.
Alfonso adalah cendekiawan kondang yang biasa hidup teratur” demikian berkali
kali bisik hati Berlian selama di dalam rumah professor.
***
“Silakan, teman-teman
kita makan siang dahulu. Mama sudah menyiapkan makan siang untuk kamu. Berlian
!, kamu tidak bisa berkenalan dengan papiku, karena papi baru saja ke Amerika”
“Lantas, apa kegiatan papimu di Amerika ?”
Berlian penasaran ingin tahu kegiatan papinya Galang.
“Entahlah, tapi
papi sering crita sama mama kalau papi berhasil menemukan “mesin perjalanan
waktu”. Kalau ke Amerikanya aku nggak ngerti !”.
“Mesin waktu ?,
mesinya sebesar apa. Lang ?” Tanya Irene penasaran.
“Aku nggak tahu mesinya yang mana, Cuma yang
aku ngerti papa sering keluar masuk kamar yang terbuat dari kaca .Sekali papa
masuk entah berhari-hari tidak kembali, nggak tahu tuh, papi ngapain aja ?”.
“Boleh aku ngeliat mesinya, Lang “ Pinta Irene.
“Boleh aja,
karena mesin itu sudah dimatikan papi sebelum ke Amerika, Kalau Cuma ngliatin
itu nggak apa apa, asal jangan menyentuh panel panel yang ada di dinding kaca”
“Dari mana kamu
tahu itu ?” Tanya Berlian.
“Ya dari papa,
pas aku libur sering main main di kamar kaca tapi nggak berani main main tombol
yang ada di panel “.
Mereka bertiga kini
sudah di depan “mesin waktu”. Merekapun sangat kagum dengan mesin temuan
papinya Galang, belum pernah mereka melihat mesin secanggih itu. Sebuah kamar
yang terbuat dari kaca anti gores dan anti panas. Kaca tersebut
melingkungi
sebuah ruangan yang serba berisi panel-panel otomatis, yang mereka sendiri
tidak tahu fungsinya.
“Boleh aku
masuk, Lang ?” pinta Berlian.
“Tentu, tapi
jangan kamu pegang kaca bagian dalam, karena berisi tombol tombol serat optik
dan serba otomatis”
“Ah, jangan
masuk Yan, nanti malah kamu terlempar ke jaman lain” usul Irene pada Berlian.
“Oh, nggak
apa--apa kalau Cuma masuk, kan
sudah dikunci papi. Yan yang penting kamu jangan pegang panel panel itu ?”.
Berlian hanya mengganggukan kepala, maka diapun memberanikan diri masuk untuk mengobati
penasaran hatinya disusul ke tiga temanya itu. Mengapa kendaraan waktu ini
bentuknya tidak seperti pesawat, kereta api ataupun bus atau bahkan kapal
selam, apa pula bahan bakarnya.
Galangpun
menemani temanya bertiga dan berusaha menjelaskan tentang mesin waktu itu
menurut yang dia tahu. Sistim itu hanya melempar molekul molekul di tubuh kita
dengan gelombang elektonika ke sasaran ” tahun waktu” yang kita tuju.
“Molekul ?, ah
aku jadi nggak mengerti “ potong Irene.
“Gelombang
elektronika itu yang kaya apa, Lang ?” seru Berlian
“Ya, kata papi
sih, cahaya matahari juga termasuk
gelombang elektronika“
“Kalau gitu,
badan kita terasa sakit dong kalau naik mesin waktu ini?” sahut Irene.
“Mana aku tahu
?”
“Seandainya aku
mau ke Jaman Majapahit, seperti pelajaran tadi pagi, aku tinggal klik aja sudah
ketemu Patih Gajah Mada, ya Lang “ pekik Hamdi sambil berjalan memutar mutar
kamar itu dengan kedua tanga direntangkan mirip pesawat terbang. Sikap lucu
tadi segera diikuti Galang, Irene dan Berlian yang lagi senang hatinya. Tanpa
mereka sadari kekonyolan mereka menyebabkan hidupnya “mesin waktu” Prof.
Alfonso, karena mereka telah mengakfifkan panel mesin. Sehingga secara otomatis
pintu utama tertutup, dan semua sistim
di mesin itu aktif dan siap melempar mereka ke waktu Jaman Kerajaan
Majapahit.
Mata mereka
terbelalak seketika dengan jantung yang seakan akan mau lepas. Mereka berempat hanya
mampu berpelukan satu sama lainya. Namun yang mereka rasakan hanya seperti naik
lift di gedung bertingkat. Tidak beberapa lama seketika “mesin waktu” itu
berhenti bergerak, pintu otomatispun
bergerak terbuka.
Terlihat sebuah
gedung tidak seberapa tingginya terbuat dari batu hitam yang kokoh, menjulang
di depan mereka. Gedung itu dikelilingi prajurit yang beraneka macam
persenjataanya, tak berbaju dan hanya bercelana pendek warna merah. Beberapa
diantaranya sudah mengerumini mereka dengan terkagum kagum. Bahkan sebagian
lagi berlarian karena ketakutan. Tetapi seorang prajurit yang berjambang dan
berbadan tegap, menghampiri mereka sambil membentak, “He siapa kamu dan
darimana?”.
“Temen temen saya
yakin ini istana Majapahit, seperti permintaan Hamdi tadi. Kita sudah terlanjut sampai disini, kita tidak
bisa mundur lagi. Sekalian saja kita berpura pura duta dari kerajaan apa, aku
sendiri belum tahu. Kita harus berlaku sopan sehingga mereka
tidak menyakiti
kita . Kalian jangan takut. Biar aku saja yang bicara denga mereka” Bisik
Berlian kepada mereka bertiga yang sudah kelihatan pucat wajahnya.
“Tapi kata Bu
Guru kita nggak boleh berbohong “ desak Irene.
“Apa prajurit
itu tahu tentang “mesin waktu”, apa mereka percaya kita dari tahun 2025. Inilah
jalan satu satunya bagai kita. Tidak usah takut temenku, ini bukan salah siapa
siapa, ini salah kita bersama terbawa “mesin waktu”. Ujar Berlian mencoba membesarkan hati teman
temanya.
***
“Ayo jawab anak
kecil, Siapa kamu dan dari mana ?” Tanya kepala prajurit itu.
“Kami dari jauh,
dari kerajaan Atas Angin. Kunjungan kami ke sini, sekedar untuk berjumpa dengan
Mahapatih Gajah Mada. Kami hanya ingin menyambung persahabatan dengan Negeri
Majapahit yang Agung” Jawab Berlian.
“Mengapa
Kerajaan Atas Angin hanya mengirim anak kecil ?, apa tidak punya utusan lainnya
?”.
“Di negeri kami,
anak anak adalah lambang perdamaian dan persahabatan. Maka raja kami mengirim
kami semua. Apabila maksud kami diterima maka raja kami sendiri yang akan
menghadap Tuanku Raja Hayam Wuruk. Tapi pada kesempatan ini ijinkan kami
bertemu dengan Mahapatih Gajah Mada terlebih dahulu “
“Mana upeti
tanda persahabatan kamu ?”
“Akan dibawa
langsung oleh raja kami nanti !“ Jawab Berlian dengan berusaha meyakinkan
kepala prajurit yang garang itu.
“Baiklah ikuti
kami, akan kami bawa ke pesanggrahan Mahapatih Gajah Mada.
Sang Mahapatih
dengan wajah yang penuh wibawa, duduk di kursi kepatihan, di kelilingi para
Senopati Prajurit Majapahit dengan wajah tertunduk. Merekapun segera
menghanturkan hormat, dan langsung dipersilakan duduk di kursi tamu kerajaan.
“Jadi engkau
anak anak wakil dari kerajaan Atas Angin ?. Di daerah mana itu ?”
“Di
daerah…Jayakarta “
“Oh,,aku tahu
itu, dekat dengan Kerajaan Banten, mengapa baru
ini aku mendengar ?”
“Negeri kami
hanya negeri kecil, tentu saja Tuanku belum mendengar”. Jawab Berlian.
“Aku kagum
dengan keberanianmu, anak anaku ?. “
“Raja kami
terpaksa mengirim kami, karena berharap dapat menjalin persahabatan dengan
Negeri Besar Majapahit. Anak anak di negeri kami dijadikan lambang cinta kasih,
Tuanku ! ”.
“Oh, kami terima
dengan tangan terbuka dan sampaikan salam hormat Majapahit untuk raja dan
Rakyat Atas Angin. Istirahatlah kalian semua, silakan nikmati apa saja yang
kalian suka ?”
“Jawaban dari
Baginda Mahapatih Gajah Mada sangat ditunggu raja kami. Maka mohon maaf kami
tidak bisa lama disini”
“Baiklah, anak
anaku. Aku sangat terkesan dengan sopan santunmu. Tapi nikmati dahulu hidangan
kerajaan silakan”
***
Mereka sudah
kembali ke dalam mesin waktu, sementara Prajurit Majapahit lengkap dengan panji
kebesaranya melepas kepergian mereka dengan penuh persahabatan. Galang berusaha
sekuat tenaga mencari tombol mengaktifkan mesin waktu itu dibantiu ketiga temanya.
Beberapa saat mereka mengalami kesulitan dan kepanikan. Di tengah kepanikan
itu, Hamdi kemudian berteriak “Hai mesin waktu, kembalikan kami ke rumah Prof.
Alfonso !”
Mereka kini
berpelukan karena gembira, mesin waktu telah aktif dan dengan sesaat berhasil
melemparkan mereka ke waktu tahun 2025, tepat di halaman rumah Prof. Alfonso. Setelah pintu utama terbuka secara otomatis,
berhamburan sejumlah orang menghampiri mereka berempat. Mereka diantaranya
adalah Prof. Alfonso, orang tua mereka berempat, para wartawan dan masyarakat
luas.
“Oh, terimakasih
Tuhan, Engkau telah mempertemukan anaku kembali setelah tiga bulan lamanya
mereka hilang terbawa mesin buatanku sendiri “ seru Prof Alfonso di tengah
kerumunan yang berisi peluk dan cium.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar