Jumat, 17 Februari 2012

Raja Rimba yang Angkuh


       
    Kembali Ucil larut dalam kehidupan sehari-hari, tidak lengkap kiranya bila Ucil tidak membantu emaknya  di kebon, di dapur atau mengambil air di sendang yang tidak jauh dari rumahnya. Setiap hari untuk mengambil air di sendang untuk keperluan mandi dan cuci, Ucilah yang melakukan. Memang Ucil adalah bocah kecil yang mandiri sekaligus berbakti dengan emaknya.
  Hari itu, udara sangatlah terik, meski mentari belum hinggap di puncak langit. Maka wajar saja bila penghuni Hutan Kedung Siluman  memilih beristirahat di hunian masing-masing atau bercengkerama dengan sanak saudara di tempat-tempat yang teduh.
Kecemasan dan kesedihan mereka telah hilang, sejak menyerahnya Wiro Libas  dan bala-tentaranya  kepada  bala tentara Kedung Siluman. 
  Namun kegembiraan dan ketemtraman yang merebak penghuni seluruh Hutan Kedung Siluman tidak berlangsung lama, Betapa tidak selama tiga bulan lebih telah terjadi kekurangan pangan diantara mereka, lantaran semua sayur dan buah yang biasanya tumbuh subur,  kini telah mongering akibat ulah kawanan belalang.  Selain sayur dan buah yang dimakan, batang-batangnyapun tidak disisakan. Akibatnya banyak sudah rakyat hutan ini yang mati kelaparan.
  Bukankah Hutan Kedung Siluman  adalah hutan yang terkenal subur.  Maka sudah barang tentu banyak kawanan hewan dari hutan-hutan sekeliling, selalu mencoba menjarah atau bahkan menguasai hutan ini. Maka tidak heran pula bila kawanan belalang dari hutan hutan mananpun tidak segan-segan menjarahnya.
   Lantaran jumlahnya yang tidak terkira, maka kawanan belalang sama sekali tidak takut terhadap siapapun.  Tak pelak lagi peringai kawanan ini sungguh sangat merugikan semua penghuni Kedung Siluman.
   Akankah Ucil tinggal diam, dalam menghadapi masalah yang menimpa sahabat-sahabatnya. Sudah barang tentu Ucil berada di posisi terdepan untuk membrantasnya. Yang jelas kawanan belalang itu, sudah tidak mau lagi diajak berunding. Untuk melawannyapun juga tidak mungkin. Selain jumlahnya banyak, merekapun tidak memiliki peminpin yang dipatuhi.

   Sudah pasti keadaan ini membuat panik semua kalangan istana hutan ini. Bukankah telah banyak upaya membrantas belalang ini, namun hasilnyapun tetap nihil hingga kini.  Yang paling merasa panik, sudah barang tentu adalah Sri Baginda Raja Rimba..  Betapa tidak setiap waktu dia selalu menerima laporan tentang kematian rakyatnya, lantaran kelaparan.
   Apakah masalah ini akan dibiarkan berlarut-larut, sementara setiap saat rakyatnya menjadi korban serangan belalang. Perasaan ini selalu menghantui Sang Baginda  setiap waktu. Hingga telah beberapa lama Sang Baginda tidak makan dan tidur.  Meski dia termasuk Raja Rimba  yang telah kesohor namanya hingga seluruh kawasan hitan di Pulau Jawa, namun apa daya menghadapi paceklik ini.
   Sehingga dia kini hanya rebah saja di tempat tidutnya. Tidak mampu berbuat apapun. Sementara Resi Kancil Sakti dari Bukit Klampisan sudah beberapa lama tidak berada di padepokannya. Kepada siapa dia akan mengadukan permasalahannya.. Ucilpun kali ini tidak mampu berbuat banyak.
   Hingga akhirnya sampailah ketelinga  SENOPATI SINGO BROJO,  ,tentang seorang resi yang mandraguna, yang bergelar  RESI NAGA SAKTI  dari Padepokan  GUNUNG TUGEL  Banyumas.  Seorang resi yang menjadi panutan di seluruh Hutan Banyumas. Meski Padepokan Gunung Tugel jaraknya cukup jauh dari Kedung Siluman. Namun  tanpa menunggu waktu lama berangkatlah sang Senopati dengan pengawal-pengawalnya untuk menemui resi tersebut.
“Saya haturkan beribu hormat kepada engkau Baginda Raja Rimba Kedung Siluman, semoga engkau dan rakyatmu selalu dalam keadaan sehat “ sapa Sang Resi  dengan penuh hormat dan santun.
“ Salam sejahtera kami haturkan kepada engkau Eyang Resi yamg kami hormati. Atas budi  baikmu berkenan mengunjungi istanaku Kedung Selatan” jawab Sang Raja Rimba dengan perkataan yang lirih.
“Terimakasih kami juga haturkan atas segala penghormatnmu kepada diriku, yang sudah merepotkanmu “ seru Sang Resi merendah.
“ Ah  penghormatan ini  tidak seberapa di banding dengan kebaikanmu, Eyang Resi “  Sang Baginda menjawab dengan senyum yang tipis, pertanda masih menyimpan kegetiran dalam lubuk hatinya.
“ Jangan terlalu sungkan dengan kami ini, Baginda !.  Bukankah sudah menjadi kewajiban kami untuk menolong sesama. Lantas bagaimana dengan kesehatanmu, Baginda “ Tanya Sang Resi.
33
  “Hmmm. . . . sudah sekian lama penyakitku tidak kuinjung sembuh, Eyang Resi. . .!. Tapi lupakan saja penyakitku ini !.  Yang lebih penting, adalah bagaimana mengatasi keadaan rakyatku yang semakin menderita  ? Kami harap Sang Resi berkenan menolong derita rakyatku ! “  pinta Baginda  Raja  Rimba  dengan harap-harap cemas.
  “Sebenarnya kami mengharapkan sekali hadirnya sahabat kami Resi Eyang Kancil Sakti dari Lembah Klampisan  untuk bersama – sama  mengusir belalang-belalang itu. Bukankah jarak lembah itu dengan Kedung Siluman tidak begitu jauh, Baginda ? “  Tanya Sang Resi.
  “Memang hanya setengah hari perjalanan, namun Eyang Kancil Sakti  tidak berada di padepokannya. Beliau telah mengunjungi saudara-saudaranya di Gunung Sindoro “ jawab Raja Rimba.
   Mendengar perkataan Raja Rimba, Sang Resi  hanya bisa menarik nafas panjang dan sebentar-sebentar mengerutkan alisnya sambil menundukan wajahnya dalam-dalam. Sri Baginda Raja Rimba  hanya bisa menatap jauh ke depan dengan tatapan yang kosong.
Rasa sedih yang mendalam kini terlihat jelas di wajah  Sang Resi apalagi Raja Rimba.  Lantaran mereka betul betul prihatin dengan derita yang ditanggung rakyat Kedung Siluman.
  “Aku dengar di tengah Hutan Kedung Siluman  telah tumbuh Bunga Penawar Seribu Penyakit di Puncak Bukit Seribu Jiwa.  Tentunya bunga itu akan banyak manfaatnya untuk me
nyingkirkan ulah kaawanan belalang. Karena bunga itu adalah tumbuhan dewa yang sengaja ditumbuhkan ke marcapada, untuk kesejahteraan penghuni bumi “ tutur Resi Naga Sakti.
  “Semula kami memang  berharap demikian  . . . Eyang.  Namun apa daya  kami hanya bisa bersedih karena bunga itu sekarang mongering. Maka dari itu berilah kami petuah agar bencana ini secepatnya selesai “ kata Baginda Raja Rimba.
   “Tentu saja dengan senang hati !. Hanya  saja masalah yang melanda hutan ini, adalah masalah yang tidak bisa dianggap gampang. Oleh karena itu. . . perkenankanlah kami memberi sedikit pandangan tentang masalah paceklik ini “ seru Sang Resi.
  “Oh. . . tentu saja Eyang, bukankah telah disampaikan oleh Singo Brojo, tentang keadaan hutan ini, Eyang. . .! “
  “Memang , Sang Senopati Singo Brojo telah menceritakan semuanya pada kami, bahkan kemarin siang beliau mengantar kami untuk berkeliling hutan ini, Baginda ! “ jawab Sang Resi.

  “Syukurlah kalau begitu. . . saya tidak mampu berkata banyak Eyang !. Maka  kami  Rakyat Kedung Siluman  memohon nasehat Eyang bagaimana cara menangani masalah ini”  pinta Raja Rimba yang terus mengulang permohonannya.
‘ Ha. . . ha. . . ha  Dengan segala kerendahan hati, ijinkan kami berbicara apa adanya.. Wahai yang aku mulyakan,  Baginda Raja Rimba !  Bahwa belalang ini sebenarnya bukan belalang berasal dari hutan sekeliling Kedung Siluman,  melainkan  bersarang di PUNCAK GUNUNG UNGARAN .  Tepatnya di GOA TAPAK MADU,  yang letaknya persis di sisi barat kawah Gunung Ungaran.
Baginda yang mulia !.  Anehnya belalang – belalang ini tumbuh dan berkembang dari sebuah
Telur Emas  yang dijaga SILUMAN  BANAS  PATI , yang amat menyeramkan dan sudah barang tentu tidak segan- segan membunuh siapapun yang ada di depanya.
Siluman Banas Pati  memeiliki tiga  buah kepala  yang saling  bersatu pada tubuh yang tinggi besar dan kokoh. . Telur emas tadi di letakan di dalam mulut kepala yang berada di tengah. Sedangkan kepala sebelah kanan dan kiri berfungsi untuk menjaga telur emas tadi “  papar Sang Resi.
   “Lantas apa yang aku lakukan,  Eyang ? ” seru Raja Rimba  yang telah merasa ciut nyalinya, setelah mendegarkan penuturan resi yang bijak ini.
   “Ambilah telur itu Baginda.  Bawalah ke Hutan Kedung Siluman.  Setelah sampai disini pecahlah, niscaya belalang-belalang itu akan kembali ke  Tapak Madu. “  tutur Sang Resi Naga Sakti dengan sorot mata yang tajam lantaran berniat membesarkan nyali Raja Rimba..
   “Biarlah nanti aku utus Singo Brojo untuk mengambilnya “ pinta Raja Rimba
   “Brojo tidak akan mampu mengalahkan Banaspati. Kesaktian Brojo belum cukup untuk mengalahkanya “ jawab Sang Resi dengan perkataan yang keras
   “Lantas siapa  ! “
   “Siapa lagi kalau bukan, Engkau Baginda ! “
   “Hmmm, . . . aku belum sembuh, Eyang “
   “Atau kematian akan terus mengancam rakyatmu hingga musnah rakyat Kedung Siliman ? “
   “Aduh berat nian cobaan yang aku alami. . . ijinkan aku untuk turun dari singasana Kedung Siluman. Ah. . . Eyang aku tidak mau mati konyol. Mohon carikan cara lain, yang penting bukan telur emas itu Eyang “ pinta Raja Rimba yang merengek mirip anak kecil
  “Baginda Raja Rimba Kedung Siluman ! . .. . . Kesaktian dan kebesaran namamu telah tersebar hingga pelosok hutan Tanah Jawa.  Sehingga siapapun akan menaruh rasa hormat dengan engkau. . .  Baginda !. Untuk itu hanya engkau yang pantas menghadapi Siluman Banaspati ! . Bukankah itu sudah menjadi kehendak Tuhan Yang Kuasa  ? ‘  seru Resi Naga Sakti.
   Dihadapan Resi Naga Sakri, Baginda  Raja Rimba  kini bersikap layaknya anak kecil yang enggan menerima perintah ortunya. Meski kesaktian Raja Rimba telah mencapai tataran yang tinggi, namun sifat malas, angkuh, tidak suka menolong sesama ditambah sifat gila hormat inilah yang membuatnya enggan berpayah demi rakyatnya,
         “Aku harapkan Baginda berkenan berangkat menuju Gunung Ungaran besok sebelum matahari terbit. Sebelum ulah kawanan belalang menjadi semakin ganas. Tidak menutup kemungkinan kawanan itu akan memakan rakyatmu, bila sudah tidak ada lagi tumbuhan di hutan ini. Maka  tidak ada cara lain, kecuali engkau hadapi Banaspati secara ksatria. Jangan lupa ajaklah serta Ucil, anak yang berani “ pinta Sang Resi.
    Baginda  Raja Rimba  hanya tertunduk lesu, kedua lututnya bergetar, mulutnyapun kini terkunci rapat. Sudah pasti Baginda Raja Rimba merasakan beban yang berat sekali. Namun masalahnya menjadi lain, bila dia dihadapkan dengan kenyataan adanya rakyat Kedung Siluman yang meninggal tiap hari. Inilah yang membuat dia bertekad memaksakan diri menghadapi Siluman Banaspati di Gunung Ungaran. Sebagai suatu pilihan yang tidak bisa dihindarkan.
   Matahari masih malu berselimt langit ufuk timur, namun beberapa  penghuni Kedung Siluman sudah menyibukan  diri untuk berbenah mengawali kehidupan hari ini. Mereka adalah Raja Rimba yang didampingi Senopati Singo Brojo, puluhan prajurit pengawal setia Baginda Raja Rimba.
   Turut serta di rombongan itu, tiada lain adalah  Ucil yang ditemani  Si Belang, Si Putih, Kilat Menjangan, Rogo Branjangan dan puluhan anak buah Sembrani, yang menjadi tunggangan para Ksatria Kedung Siluman.

   Dengan sangat menyesal Eyang Resi Naga Sakti  tidak ikut dalam rombonghan ini, lantaran dia harus membimbing penghuni Hutan Gunung Tugel  Banyumas, untu mendapatkan
air, karena saat ini hutan di seantero Pulau Jawa telah mengalami kekeringan, akibat kemara
yang cukup panjang.
     Selama tiga hari baruklah rombongan pasukan dari Kedung Siluman tiba di Gunung Ungaran. Medan yang mereka hadapi sungguh mampu menguji keberanian mereka. Tidak sedikit jalan berkelok yang naik tajam mereka hadapi. Bahkan kerap kali mereka harus menyeberangi sungai. Kadang pula harus menuruni jurang terjal.
     Meski Sang Raja Rimba belum pulih kesehatannya, namun karena telah banyak makan garam dalam petualangan, maka meski dengan tertatih Sang Raja  berhasil menapakan kakinya di puncak Gunung Ungaran.
     Sejenak anggota rombongan dari Kedung Siluman  berdegup keras jantungnya,  saat melihat mulut Gua Tapak Madu yang menganga lebar telah menyambut kedatangannya.  Terkesan sangat angker dan mengundang maut bagi siapa saja  yang masuk ke dalamnya. Dinding gua tersusun dari batu alam yang besar dan kokoh. Mulut gua yang lebar itu banyak ditumbuhi semak belukar., sehingga sulit untuk dilintasi.
             Benarkah kabar yang disampaikan Resi Naga Sakti tentang Siluman Banaspati penunggu gua ini. Bisikan hati Raja Rimba yang demikian, selalu melekat kuat di hatinya.
    Setelah cukup waktu untuk  melepas lelah mereka langsung  membulatkan tekad  untuk masuk kemulut  gua. Terlihat jelas Raja Rimba  masih ragu-ragu untuk menghadapi musuh yang dianggapnya sangat menakutkan itu. Berapa banyak musuh yang pernah ia tundukan, namun tetap saja menghadapi Siluman Banaspati  bagi dia, adalah hal yang berat.
    Ataukah Ucil yang harus memberi inisiatif  agar Banaspati mau menunjukan diri. Memang benar , hanya Ucilah yang kemudian melangkah paling depan mendahului Baginda Raja, seraya berteriak keras meminta Banaspati menunjukan diri. Tak pelak lagi Baginda Raja bertambah menggigil ketakutan.
   “ He. . . Banaspati sejak kapan kamu jadi pengecut. . . Hadapilah aku Ucil bocah dari Kedung Siluiman “
     Suara Ucil menggema ke seluruh dinding gua  akibat dari pantulan  dinding-dinding gua, menambah suasana di dalam gua bertambah mencekam. Namun setelah ditunggu
Beberapa lama belum juga terdengar suara balasan., Ucilpun bertambah penasaran hingga dia mengulang tantangannya beberapa kali.
            Namun tidak beberapa lama , tiba-tiba mereka merasakan bumi bergoyang dan debu disekitar mereka beterbangan, dibarengi dengan runtuhnya beberapa batu dinding gua. Sehingga mereka harus berhamburan keluar untuk menyelamatkan diri masing-masing.
Bersamaan dengan itu terdengarlah suara  langkah kaki yang berat mendekati mereka, menyusul kemudian  terlihatlah makhluk yang amat menakutkan  yang sekarang telah berdiri tegak di mulut gua. Mahkluk itu tidak lain adalah Siluman Banaspati.
Baru kali ini mereka menyaksikan  makhluk raksasa yang sangat mengerikan. Besar tubuhnya beberapa kali besar tubuh Gajah Sona, namun tinggi badanya hampir menyamai tinggi pohon kelapa. Warna kuilitnya hiyam legam, dengan kuku-kukunya yang panjang melekat kokoh di empat jari tangan dan kaki.
  Yang lebih mengerikan lagi adalah, makhluk ini memiliki tiga buah kepala yang melekat pada leher yang kokoh dan panjang. Anrhnya tiga kepala tadi mampu bergerak lincah kesana-kemari. Dari masing-masing mulutnya delalu mengeluarkan suara gemuruh dibarengi dengan semburan api yang menghanguskan apa saja yang terkena.  Oleh karena itu ketiga mulut itu seringkali terbuka, hingga nampaklah telur emas  di dalamnya.
 “Cil, bagaimana ini.. . kau yang tadi buat ulah. . . sekarang hadapi sendiri siluman iru “ teriak Raja Rimba  sambil berlari menjauh bersma dengan pengawal-pengawalnya.
    “Menyingkirlah Raja Rimba. . . aku akan hadapi siluman ini sendirian “ balas Ucil.
    “Kau tidak perlu takut Cil. . . masih ada sahabat-sahabatmu yang siap membelamu “ teriak Rogo Branjangan  yang didampingi sahabat-sahabat Ucil lainnya.
“He, , , ,Kadal Raksasa . . . cepat hadapi aku. . . Rogo Branjangan dari Hutan Kedung Siluman “ tantang Rogo Branjanga, meski teriakan dia sama sekali tidak terdengar oleh siliman itu.
“Baiklah hewan-hewan tamak dari Kedung Siluman, jangan banyak bicara , ayo maju bersama agar aku tidak repot menelanmu “ jawab Banaspati dengan suara menggelegar hingga memekakan telinga kawanan penghuni Hutan Kedung Siluman.
 “He . . .siluman yang sombong, aku jamin engkau tidak akan mampu menelanku. Bersiaplah untuk aku kubur dalam gua itu “ seru Sembrani sambil mengangkat keuda kakinya.
  “Grrr. . .grrrr. . . bukan kamu lawanku. . . . he. . hewan-hewan nekad . . .cepatlah maju siapa diantara  kalian yang bergelar Raja Rimba Kedung Siluman, itulah lawanku “ sahut Banaspati sambil terus mengeluarkan api dari ketiga mulutnya.
  “Akulah Raja Kedung Siluman, cepatlah jangan banyak permintaan lawanlah aku “ seru Ucil.
  “He bocah kecil yang harus melawanku adalah raja yang bijak, arif, mau berkorban  da selalu memikirkan rakyatnya, peduli sesama dan rendah hati. Kau kah raja itu. . . ? “ gertak Sang Siluman.
  “Sudah barang tentu akulah raja itu “  jawab Ucil yang memberanikan diri berbohong demi menyelamatkan rakyat Kedung Siluman.
  “Glegerrrr. . .glegerrrr…aku tidak percaya kaulah raja itu “ bantah Siluman Banaspati.
  “Darimana kau tahu aku bukan Raja Kedung Siluman “ desak Ucil.
  “Grr. . .grrr. . .engkau anak yang jujur dan berani. Bila engkau yang jadi raja, tentunya  rakyat Kedung Siluman akan tentram. Tapi nyatanya rakyat Kedung Siluman tak pernah merasa tentram. Maka engkau pasti bukan Raja Kedung Siluman. Sekarang jangan berbohong mana Raja Kedung Siluman yang sebenarnya ?” gertak Sang Banaspati.
   “Kali ini aku tidak bohong akulah raja  Kedung Siluman. Bunuhlah aku, kalau engkau berani “ seru Kilat Menjangan.
   “Mestinya aku jumpai Rakyat Kedung Siluman  yang bahagia,  selalu memegang amanah pada siapa yang memberikan. Itu jika kau yang menjadi raja. Tetapi nyatanya,  yang terjadi justru sebaliknya. Maka engkau tentunya bukan rajanya. Maka mundurlah  karena engkau bukan  jatah perutku “
   “Aku Sembrani, kuda jantan perkasa Raja Kedung Siluman. Bunuhlah aku, agar engkau puas. Lantas serahkan telur emasmu “
   “Aku tahu engkau juga bukan raja Kedung Siluman,  maka akibatnya masyarakat Kedung Siluman bukan masyarakat pemberani dan tidak mau berkorban untuk sesama, tidak seperti engkau. Hayooo. . . mana yang lain. . . mana Raja Kedung Siluman  yang sebenarnya “ ujar Banaspati yang tidak mau lagi dibohongi.
   Setelah berkali-kali Siluman Banaspati  terbukti tidak bisa dibohongi lagi, maka percuma saja mereka bergilir mengaku Raja Kedung Suluman. Sehingga atas desakan Rogo Branjangan dan Senopati Singo Brojo, akhirnya terpaksa Raja Rimba  mengaku dialah raja sebenarnya.
   “Sekarang baru aku percaya, engkaulah Raja Rimba Kedung Siluman, yang dari tadi sembunyi ketakutan. Bersiaplah bertempur denganku hidup atau mati. Bukankah tujuan engkau kemari untuk mendapatkan telur emas?. Nah sekarang bersiaplah untuk pulang ke alam baka “ seru Banaspati.
    Tanpa basa basi lagi kepala Banaspati secara bergiliran  menerkam tubuh Raja Rimba tanpa kenal ampun. Serangan demi serangan terus terus dilakukan. Namun demikian,  walau bagaimanapun Raja Rimba  termasuk pendekar pilih tanding, karena telah banyak makan garam di dunia petualangan.  Maka menghadapi serangan Banaspati diapun bisa menyelamatkan diri, walau harus jatuh bangun kesana kemari.
        “Grrrr…..grrrr ternyata kau memang  Raja Rimba Kedung Siluman  yang sebenarnya. Aku mengakui sungguh tinggi ilmu beladirimu. Baiklah sekarang hadapi seranganku selanjutnya “ seru Siluman Gunung Ungaran  itu.
    Siluman Banaspati sekarang bertambah kalap hatinya, tanpa ampun lagi dia meningkatkan serangannya. Banaspati terlihat mengamuk dengan serangan membabi-buta kesana kemari, sehingga terlihat Raja Rimba  semakin bertambah tersudut danrepot. Sudah barang tentu Si Raja Rimba  menjadi terkuras tenaganya. Hingga akhirnya dia terkapar tidak berdaya menunggu Banaspati  melumat tubuhnya.
   “Ampun. . .ampun aku Banaspati. . . aku menyerah “ ucap Raja Rimba  merintih.
   “Ayo kalahkan aku, agar engkau bisa mendapatkan telur emasku. Hai Raja Rimba Perkasa “ tantang Banaspati.
   “Aku sudah kalah, aku tidak mampu mengalahkan engkau lagi. Aku mengakui kesaktianmu “ rintih Raja Rimba.
   “Grrr. . . grrr. . . .kalau begitu bersiaplah untuk aku kirim ke neraka “ seru Banaspati
   Raja Rimba  sudah tidak mampu lagi berbuat apa, demikian juga para sahabat-sahabatnya hanya bisa memandanginya dari kejauhan. Sementara itu  Siluman dari Gunung Ungaran  telah mendekatkan kepalanya, siap mencabik cabik tubuh Raja Rimba. Menghadapi ancaman Banaspati,  Raja Rimba  hanya bisa memejamkan mata.
   “He. . .Raja Rimba, sekarang bukalah matamu, perhatikan siapa sebenarnya aku “ Tiba –tiba dia mendengar suara Banaspati yang berganti dengan suara yang telah lama dia kenal. Maka tanpa ragu ragu diapun membukakan kedua matanya.
   “Oh. . .Bagina  Ayahanda Singo Ningtyas. . .maafkan putranda yang tidak tahu diri ini “  seru Raja Rimba yangh membungkukan badanya dihadapan ayahanda, yang baru saja berubah wujud.
“Betul anaku. . . Banaspati hanyalah jelmaan dari aku. Anaku. . .Singo Luhur, atau Baginda Raja Rimba. Engkau sudah tidak mau lagi mentaati pesan orang tuamu, yang dulu disampaikan kala engkau naik tahta menggantikanku. Maka dari itu buanglah jauh-jauh sifat sombong, tamak, iri dengki. Sehingga rakyatmu di Kedung Siluman menjadi tentram dan damai.
Aku akan berikan engkau tiga telur emas yang selama ini kau cari, gunakanlah salah satu untuk mengusir kawanan belalang. Sedangkan yang dua sisanya, simpanlah dan gunakan apabila terpaksa. Ingatlah pesan ini anaku ! “ tutur Baginda Singo Ningtyas.

 Raja Rimba kini hanyalah mampu menundukan wajahnya dihadapan ayahnya yang sangat dia segani. Tanpa sepatah katapun mampu dia ucapkan. Seluruh wajahnya kini basah lantaran air-matanya yang terus mengalir.
Setelah cukup sudah nasehat-nasehat yang telah diberikan kepada putranya, akhirnya Baginda Singo Ningtyas kembali ke Gunung Wilis  untuk meneruskan pertapaannya. Telur emas yang diburu Ksatria Kedung Siluman  kini diserahkan kepada putranya, untuk mengusir kawanan belalang yang telah mengancam Penghuni Kedung Siluman. Hingga akhirnya tentramlah sudah Hutan Kedeung Siluman.

HAMDI BEFFANANDA AJI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar