Malam mulai menyelimuti
Hutan Kedung Siluman. Disana sini terlihat berjejer pohon yang terbujur
kaku.. Rembulan belum juga kelihatan,
meski telah ditunggu kehadirannya oleh penghuni hutan ini, Tinggalah kini
kegelapan yang menjadi penghantar tidur malam semua penghuni Hutan Kedung
Siluman.
Oh. . .
gelap nian malam ini, pantas saja sahabat – sahabatku memilih tinggal di
rumahnya masing – masing, ketimbang menemaniku disini, demikian bisik hati
Ucil, sambil duduk di kursi bambu depan rumah. Sementara emaknya telah tidur
lelap dari tadi sore, untuk melepas lelah setyelah sejak pagi tadi bekerja
keras di kebonnya.
Awan hitam perlahan
terbawa angina malam yang mulai bertiup kencang.
Sehinggasemakin larut malam semakin bersih langit di atas Hutan Kedung
Siluman. Giliran bulan mulai menampakan
dirinya dengan jelas wajahnya.
Ucil yang terdiam duduk
di kursi bambunya semakin kagum dengan munculnya
sang
rembulan. Adakah hutan di bulan sana
, seperti hutanku ? Adakah hewan – hewan yang hidup di sana seoerti sahabatku di sini ?. Adakah
manusia yang tinggal di sana
?. Rasa kagumnya kini berganti dengan lamunan yang semakin kuat.
Oh. . . andaikata aku
bisa menjadi raja yang agung, akan kunaiki Rajawali Raksasa,
yang
bisa aku naiki dan mengantarkan aku ke bulan. Aku akan berjalan – jalan di sana, aku akan berkenalan dengan hewan – hewan di hutan sana. Apakah mereka bisa
beramah – tamah denganku seperti di Kedung Siluman.
“Bisa Cil, aku akan mengantarkan kau ke bulan sampai engkau puas “ seru
sebuah suara.
Entah
siapa dan darimana. Ucilpun terperanjat kaget mendengar suara yang belum ia
kenal. Diapun menoleh kanan kiri. Rasa penasaran yang kuat mulai tertanam di
hatinya.
“Siapa engkau ? Tunjukan dirimu . . . apakah engkau hantu ? “ teriak Ucil
ketakutan.
“Sekarang aku ada di sampingmu, jangan takut ! “
“Oh engkau seekor garuda. . .siapa namamu, apa engkau bermaksud jahat”
desak Ucil.
“Hooo. . . Ucil sahabatku
, namaku adalah JATAYU . Asalku tidak
jauh dari sini,
akulah
kendaraan RAJA – RAJA JAWA. Sama sekali aku tak bermaksud jahat, aku hanya
ingin mengantar kau berjalan – jalan di bulan “
“Mana mungkin engkau bisa
“
“Naiklah ke punggungku,
aku akan mengantarkan kau ke sana
“ jawab Jatayu yang berusaha meyakinkan.
“Lantas berapa lama perjalanan ke sana, kasihan emaku dia akan mencariku “
“Oh. . .tidak akan lama,
aku janji ! “
“Ah. . .aku masih tidak
percaya “ seru Ucil.
“Gimana aku bisa
meyakinkan engkau ?. Coba saja Cil, naiklah ke punggungku, engkau akan ku ajak
melintas angkasa, melintas jagad raya dan bisa melihat bumi dari bulan.
Bukankah tadi engkau ingin ke bulan ? “ rayu Jatayu, yang semakin membuat Ucil tambah yakin.
Ucil berpikir sejenak,
karena perasaannya kini masih diliputi ketidakpercayaan, mana mungkin dia bisa
membawaku terbang ke bulan ?. Jelas dia bohong !. Tapi bukankah dia Jatayu milik Raja Raja Jawa Mana mungkin
dia bohong ?. Atau ini hanya tipu muslihat ?.
“Baiklah, Cil !, kalau
kamu masih tidak percaya, aku akan
membawamu keliling Kedung Siluman,
kalau engkau sudah percaya baru aku antar kau ke bulan. Nah. . . sekarang
naiklah ke punggungku “ seru Jatayu sambil merendahkan tubuhnya.
Kini Ucil sudah berada di
punggung Jatayu dan melesatlah Jatayu di angkasa Kedung Siluman.. Sungguh
untuk Ucil, peristiwa ini adalah
pengalaman yang tak mungkin terlupakan. Meski dia berada di punggung Jatayu dengan sayap yang mengepak, namun dia tidak merasakan
goncangan apapun dan anehnya dia tidak merasakan hawa dingin angin malam seolah
kejadian ini hanya mimpi belaka.
“Bagaimana, Cil. Sekarang
percaya padaku ?’”.
“Baiklah Jatayu !,
sekarang aku percaya “
“Masih ingin ke bulan, Cil
?”
“Tapi aku taku “
“Sekarang kamu taku ngaak
?”
“Tidak ,
Jatayu ! “
“Seperti inilah perjalanan
ke bulan. Kamu nggak usah khawatir. Tapi
kalau kau takut pejamkanlah matamu “ pinta
Jatayu.
“Tapi jangan lama – lama,
nanti emaku mencari “
“Baiklah aku janji,
sekarang bersiaplah aku akan melesat ke atas “
Ucilpun hanya diam membisu, sambil memejamkan matanya dia merasakan
tubuhnya terlempar ke atas. Entahlah apa yang terjadi saat itu, Ucilpun tidak
tahu. Yang jelas dia tidak merasakan goncangan apapun. Tidak seperti bila
menunggang Sembrani atau Si Belang.
Lantaran rasa penasaran
yang kuat, Ucilpin memberanikan diri untuk membuka kedua matanya. Gelap semua yang ada disekelilingnya, sekali
– kali dia menengok ke belakang. Perasaan takjub kini menggigapi hatinya.,
karena dia melihat bumi hanya sebesar bola besar berwarna biru. Apabila dia
menghadap ke depan, bulanlah yang dia lihat dengan ukuran yang bertambah besar
dan bertambah terang.
Ibarat hanya sekejap
mata, kini Ucil telah tiba di bulan., meski belum menapakan kakinya di
permukaannya. Kini hanyalah keheranan yang ada di hatinya, mana hutan yang ia
bayangkan. Mana taman bunga yang terang-benderang seperti di kota. Adakah sahabat – sahabatku seperti di Kedung Siluman ?.
“Cil, agar engkau puas
akan aku ajak kau keliling bulan”
“Terserah kamu saja, Jatayu “
“Setelah mengelilingi
bulan, akan aku turunkan kamu di bulan”
“Tapi aku takut, apa
berjalan di bulan tidak membahayakan ? “
tanya Ucil.
“Hoooo. . . jangan takut,
percayalah padaku “ jawab Jatayu..
Setelah puas mengelilingi
bulan , Jatayu segera menukik turun
menuju permukaan bulan yang terang. Hanya dalam waktu sekejap saja, sampailah Jatayu di permukaan bulan. Tanahnya
berwarna kuning membara. Namun bagi Jatayu
permukaan bulan yang seperti itu sama sekali tidak melukai kakinya. ketika dia
menapakan kakinya. Maka Ucilpun dengan tidak ragu – ragu lagi segera menapakan
kakinya di bulan.
Meskipin permukaan bulan
panas, namun Ucil tidak merasakan apa- apa. Bahkan lebih sejuk dibanding
permukaan tanah di Kedung Siluman. Saat pertama Ucil berjalan di permukaan
bulan, dia merasakan tubuhnya ringan sekali, entah dia sadar atau tidak
sekarang tubuhnya melayang – laying. Hingga kini dia lebih berhati – hati.
“Cil, jangan takut.
Meskipun tubuhmu melayang. Diam saja dan jangan bergerak. Nanti tubuhmu akan
meluncur sendiri ke permukaan.” Ujar Jatayu.
Benar saja penuturan Jatayu, maka dia kini dengan senang hati meloncat
sekuat tenaga, hingga tubuhnya melayang jauh ke atas . Setelah cukup tinggi,
dia tidak bergerak sama sekali, hingga tubuhnya pelan – pelan meluncur ke bawah
dan kembali menyentuh tanah.
Kadang pula Ucil
mencari tebing yang tinggi dan curam
untuk dia loncati hingga menapaki puncak
tebing itu. Kemudian turun lagi dengan meloncat pula. Hingga baru kali ini
dalam hidupnya , dia merasakan kegembiraan hatinya hingga lupa dengan emaknya
di rumah,
Bahkan dia kini menari –
nari di permukaan bulan bersama Jatayu melampiaskan kegembiraan. Kegembiraan inilah yang membuat Ucil lupa
diri, bahwa dia sebenarnya menari di atas jurang yang curam dan dalam sekali..
Jurang itu memang tidak kelihatan, lantaran tertutup lapisan tanah bulan yang
tipis sekali, yang kini diinjakUcil dan Jatayu yang menari bersama.
Hingga suatu ketika
terdengarlah suara gemuruh dan goncangan yang kuat , yang berasal dari tanah
yang diinjak Ucil dan Jatayu , yang sedang asyik menari. Sudah barang tentu
tubuh Ucil dan Jatayu kini meluncur ke bawah tanpa menemukan pegangan apapun.
Ucilpun meronta – ronta
untuk mencegah agar tubuhnya tidak jatuh ke bawah. Namun semakin dia meronta
semakin cepat dia meluncur. Ucilpun bertambah panik, setelah kini dia tidak
lagi melihat Jatayu. Satu – satunya sahabatnya yang bisa menolongnya.
“Tolooong aku. . .tolong
aku… Jatayu” teriak Ucil sekuat tenaga dengan tubuh yang masih meluncur ke
bawah dan kini bertambah cepat.
Meski berkali – kali dia
minta tolong, Jatayu tidak juga
menampakan diri untu menolongnya. Karena di hatinya timbul rasa takut bukan –
kepalang kuatnya. Ucilpun terus berteriak minta tolong.
Hingga akhirnya dia merasakan sentuhan tangan yang
halus di pipinya dan menggoyang-nggoyangnya, tak lama diapun mendengar sayup
suara emaknya.
“Cil, bangun !. . engkau
mimpi buruk, . .Bangunlah anaku ! “ teriak emaknya.
“Tolooong mak, aku jatuh ke jurang “ teriak Ucil.
“Jurang mana, engkau
bermimpi, anaku !. Lekas bangun ! “
“Oh. . .syukurlah “
“Sudahlah !, makanya kalau
tidur di dalam , jangan di luar sini. Ayo sana
masuk ke dalam “
Tanpa
berkata sepatah katapun, Ucil masuk ke kamar tidurnya yang sederhana diikuti
emaknya. Yang jelas esok pagi masih ada kehidupan, masih ada pula cerita yang
lain.
HAMDI
BEFFANANDA AJI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar