Jumat, 17 Februari 2012

Menari di Bulan



   Malam mulai menyelimuti Hutan Kedung Siluman. Disana sini terlihat berjejer pohon yang terbujur kaku..   Rembulan belum juga kelihatan, meski telah ditunggu kehadirannya oleh penghuni hutan ini, Tinggalah kini kegelapan yang menjadi penghantar tidur malam semua penghuni Hutan Kedung Siluman.
        Oh. . . gelap nian malam ini, pantas saja sahabat – sahabatku memilih tinggal di rumahnya masing – masing, ketimbang menemaniku disini, demikian bisik hati Ucil, sambil duduk di kursi bambu depan rumah. Sementara emaknya telah tidur lelap dari tadi sore, untuk melepas lelah setyelah sejak pagi tadi bekerja keras di kebonnya.
 Awan hitam perlahan terbawa angina malam yang mulai bertiup kencang.
Sehinggasemakin larut malam semakin bersih langit di atas Hutan Kedung Siluman.  Giliran bulan mulai menampakan dirinya dengan jelas wajahnya.
 Ucil yang terdiam duduk di kursi bambunya semakin kagum dengan munculnya
sang rembulan. Adakah hutan di bulan sana , seperti hutanku ? Adakah hewan – hewan yang hidup di sana seoerti sahabatku di sini ?. Adakah manusia yang tinggal di sana ?. Rasa kagumnya kini berganti dengan lamunan yang semakin kuat.
 Oh. . . andaikata aku bisa menjadi raja yang agung, akan kunaiki Rajawali Raksasa,
yang bisa aku naiki dan mengantarkan aku ke bulan. Aku akan berjalan – jalan di sana, aku akan berkenalan dengan hewan – hewan di hutan sana. Apakah mereka bisa beramah – tamah denganku seperti di Kedung Siluman.
“Bisa Cil, aku akan mengantarkan kau ke bulan sampai engkau puas “ seru sebuah suara.
Entah siapa dan darimana. Ucilpun terperanjat kaget mendengar suara yang belum ia kenal. Diapun menoleh kanan kiri. Rasa penasaran yang kuat mulai tertanam di hatinya.
“Siapa engkau ? Tunjukan dirimu . . . apakah engkau hantu ? “ teriak Ucil  ketakutan.
“Sekarang aku ada di sampingmu, jangan takut ! “
“Oh engkau seekor garuda. . .siapa namamu, apa engkau bermaksud jahat” desak Ucil.
      “Hooo. . . Ucil sahabatku ,  namaku adalah JATAYU  . Asalku tidak jauh dari sini,
akulah kendaraan  RAJA – RAJA JAWA.  Sama sekali aku tak bermaksud jahat, aku hanya ingin mengantar kau berjalan – jalan di bulan “
   “Mana mungkin engkau bisa “
   “Naiklah ke punggungku, aku akan mengantarkan kau ke sana “ jawab Jatayu  yang berusaha meyakinkan.
   “Lantas berapa lama  perjalanan ke sana, kasihan emaku dia akan mencariku “
   “Oh. . .tidak akan lama, aku janji ! “
   “Ah. . .aku masih tidak percaya “ seru Ucil.
   “Gimana aku bisa meyakinkan engkau ?. Coba saja Cil, naiklah ke punggungku, engkau akan ku ajak melintas angkasa, melintas jagad raya dan bisa melihat bumi dari bulan. Bukankah tadi engkau ingin ke bulan ? “ rayu Jatayu, yang semakin membuat Ucil tambah yakin.
    Ucil berpikir sejenak, karena perasaannya kini masih diliputi ketidakpercayaan, mana mungkin dia bisa membawaku terbang ke bulan ?. Jelas dia bohong !. Tapi bukankah dia Jatayu milik Raja Raja Jawa  Mana mungkin dia bohong ?. Atau ini hanya tipu muslihat ?.
   “Baiklah, Cil !, kalau kamu masih tidak percaya,  aku akan membawamu keliling Kedung Siluman, kalau engkau sudah percaya baru aku antar kau ke bulan. Nah. . . sekarang naiklah ke punggungku “  seru Jatayu  sambil merendahkan tubuhnya.
    Kini Ucil sudah berada di punggung Jatayu dan melesatlah Jatayu di angkasa Kedung Siluman..  Sungguh untuk Ucil,  peristiwa ini adalah pengalaman yang tak mungkin terlupakan. Meski dia  berada di punggung Jatayu dengan sayap yang mengepak, namun dia tidak merasakan goncangan apapun dan anehnya dia tidak merasakan hawa dingin angin malam seolah kejadian ini hanya mimpi belaka.
   “Bagaimana, Cil. Sekarang percaya padaku ?’”.
   “Baiklah Jatayu !, sekarang aku percaya “
   “Masih ingin ke bulan, Cil ?”
   “Tapi aku taku “
   “Sekarang kamu taku ngaak ?”
   “Tidak ,  Jatayu  ! “
   “Seperti inilah perjalanan ke bulan. Kamu nggak usah khawatir.  Tapi kalau kau takut pejamkanlah matamu “ pinta  Jatayu.
   “Tapi jangan lama – lama, nanti emaku mencari “
   “Baiklah aku janji, sekarang bersiaplah aku akan melesat ke atas “
Ucilpun hanya diam membisu, sambil memejamkan matanya dia merasakan tubuhnya terlempar ke atas. Entahlah apa yang terjadi saat itu, Ucilpun tidak tahu. Yang jelas dia tidak merasakan goncangan apapun. Tidak seperti bila menunggang Sembrani atau Si Belang.
   Lantaran rasa penasaran yang kuat, Ucilpin memberanikan diri untuk membuka kedua matanya.  Gelap semua yang ada disekelilingnya, sekali – kali dia menengok ke belakang. Perasaan takjub kini menggigapi hatinya., karena dia melihat bumi hanya sebesar bola besar berwarna biru. Apabila dia menghadap ke depan, bulanlah yang dia lihat dengan ukuran yang bertambah besar dan bertambah terang.
    Ibarat hanya sekejap mata, kini Ucil telah tiba di bulan., meski belum menapakan kakinya di permukaannya. Kini hanyalah keheranan yang ada di hatinya, mana hutan yang ia bayangkan. Mana taman bunga yang terang-benderang seperti di kota. Adakah    sahabat – sahabatku seperti di Kedung Siluman ?.
   “Cil, agar engkau puas akan aku ajak kau keliling bulan”
   “Terserah kamu saja, Jatayu
   “Setelah mengelilingi bulan, akan aku turunkan kamu di bulan”
   “Tapi aku takut, apa berjalan di bulan tidak membahayakan ? “  tanya Ucil.
   “Hoooo. . . jangan takut, percayalah padaku “ jawab Jatayu..
    Setelah puas mengelilingi bulan , Jatayu segera menukik turun menuju permukaan bulan yang terang. Hanya dalam waktu sekejap saja,  sampailah  Jatayu di permukaan bulan. Tanahnya berwarna kuning membara. Namun bagi Jatayu permukaan bulan yang seperti itu sama sekali tidak melukai kakinya. ketika dia menapakan kakinya. Maka Ucilpun dengan tidak ragu – ragu lagi segera menapakan kakinya di bulan.

   Meskipin permukaan bulan panas, namun Ucil tidak merasakan apa- apa. Bahkan lebih sejuk dibanding permukaan tanah di Kedung Siluman. Saat pertama Ucil berjalan di permukaan bulan, dia merasakan tubuhnya ringan sekali, entah dia sadar atau tidak sekarang tubuhnya melayang – laying. Hingga kini dia lebih berhati – hati.
   “Cil, jangan takut. Meskipun tubuhmu melayang. Diam saja dan jangan bergerak. Nanti tubuhmu akan meluncur sendiri ke permukaan.” Ujar Jatayu.
Benar saja penuturan Jatayu, maka dia kini dengan senang hati meloncat sekuat tenaga, hingga tubuhnya melayang jauh ke atas . Setelah cukup tinggi, dia tidak bergerak sama sekali, hingga tubuhnya pelan – pelan meluncur ke bawah dan kembali menyentuh tanah.
   Kadang pula Ucil mencari  tebing yang tinggi dan curam untuk dia loncati hingga  menapaki puncak tebing itu. Kemudian turun lagi dengan meloncat pula. Hingga baru kali ini dalam hidupnya , dia merasakan kegembiraan hatinya hingga lupa dengan emaknya di rumah,
   Bahkan dia kini menari – nari di permukaan bulan bersama Jatayu melampiaskan kegembiraan.  Kegembiraan inilah yang membuat Ucil lupa diri, bahwa dia sebenarnya menari di atas jurang yang curam dan dalam sekali.. Jurang itu memang tidak kelihatan, lantaran tertutup lapisan tanah bulan yang tipis sekali, yang kini diinjakUcil dan Jatayu yang menari bersama.
   Hingga suatu ketika terdengarlah suara gemuruh dan goncangan yang kuat , yang berasal dari tanah yang diinjak Ucil dan Jatayu , yang sedang asyik menari. Sudah barang tentu tubuh Ucil dan Jatayu kini meluncur ke bawah tanpa menemukan pegangan apapun.
   Ucilpun meronta – ronta untuk mencegah agar tubuhnya tidak jatuh ke bawah. Namun semakin dia meronta semakin cepat dia meluncur. Ucilpun bertambah panik, setelah kini dia tidak lagi melihat Jatayu. Satu – satunya sahabatnya yang bisa menolongnya.
   “Tolooong aku. . .tolong aku… Jatayu” teriak Ucil sekuat tenaga dengan tubuh yang masih meluncur ke bawah dan kini bertambah cepat.
   Meski berkali – kali dia minta tolong,  Jatayu tidak juga menampakan diri untu menolongnya. Karena di hatinya timbul rasa takut bukan – kepalang kuatnya. Ucilpun terus berteriak minta tolong.
    Hingga  akhirnya dia merasakan sentuhan tangan yang halus di pipinya dan menggoyang-nggoyangnya, tak lama diapun mendengar sayup suara emaknya.
   “Cil, bangun !. . engkau mimpi buruk, . .Bangunlah anaku ! “ teriak emaknya.
   “Tolooong  mak, aku jatuh ke jurang “ teriak Ucil.
   “Jurang mana, engkau bermimpi, anaku !. Lekas bangun ! “
   “Oh. . .syukurlah “
   “Sudahlah !, makanya kalau tidur di dalam , jangan di luar sini. Ayo sana masuk ke dalam “

         Tanpa berkata sepatah katapun, Ucil masuk ke kamar tidurnya yang sederhana diikuti emaknya. Yang jelas esok pagi masih ada kehidupan, masih ada pula cerita yang lain.

HAMDI BEFFANANDA AJI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar