Mereka berlima adalah teman satu sekolah yang sangat akrab satu sama lainnya. Mereka adalah
Burhan, Ade,
Septian. Handoko dan Azis.
Kebetulan sekali mereka adalah teman satu kelas dan kebetulan rumah mereka semua tidak begitu jauh. Sehingga
kemanapun mereka main selalu bareng berlima.
Pendek kata mereka adalah teman sepermainan sekaligus teman bersekolah.
Namun sayangnya kekompakan antara mereka
sering disalah gunakan untuk berbuat
jahat dan usil terhadap teman lainnya. Sehingga ulah mereka sering membuat marah Pak Sunoto, wali
kelas mereka. Namun menghadapi kenakalan mereka Pak Sunoto tetap
bersifat sabar dan tidak pernah hilang perhatiannya kepada mereka berlima.
Sekali – sekali Pak Sunoto mengundang orang tua mereka ke sekolah, untuk
mengajak bersama-sama membimbing mereka berlima. Namun tetap saja mereka tidak mau merubah
sifat jahatnya.
Seringkali pada Hari Minggu mereka
berlima pergi main hingga jauh dan pulangnya sampai sore, dan yang membuat
orang tua mereka repot, mereka suka bepergian
jauh tanpa pamit terlebih dahulu. Barulah setelah mereka pulang, mereka sering
mendapat nasehat yang keras dari orang tua
mereka masing-masing. Namun tetap saja, dasar anak bandel merekapun
tidak pernah merasa jera.
Bahkan kini ulahnya kian menjadi-jadi,
pada hari yang telah disepakati mereka merencanakan untuk naik kereta api
barang dari Stasiun Poncol entah tujuan kemana. Pulangnyapun mereka
merencanakan naik kereta api barang lainnya. Memang itulah yang direncanakan,
agar mirip dengan Petualangan Si Bolang, yang sering mereka lihat di tv.
2
Pagi – pagi benar mereka berlima sudah
mempersiapkan diri untuk pergi berpetualang dan minta uang saku dari orang tua
mereka seperti biasanya. Namun uang jajan yang mereka terima bukanya untuk jajan di sekolah
tetapi malah digunakan untuk naik Bis Kota
menuju Stasiun Poncol untuk segera memulai petualangannya. Dan tak lama kemudian merekapun berhasil
naik kereta api barang yang kebetulan telah siap diberangkatkan menuju
Jakarta.
Sepanjang
perjalanan dengan kereta api
barang, hati mereka sungguh sangat bergembira ria. Hingga merekapun tidak merasa bahwa perjalanan
kereta itu telah sampai di Kota Pekalongan yang jaraknya cukup jauh.
Mereka baru tahu sekarang setelah kereta berhenti cukup lama dan mmereka memutuskan untuk segera mencari
kereta barang lainnya yang hendak menuju Semarang, karena hari sudah cukup
siang.
Waktu demi waktu terus berjalan, matahari
telah mulai condong ke barat. Namun kereta api barang yang menujmu ke Semarang
belum juga kelihatan, perasaan cemas mulai timbul di hati mereka semua.
Kini mereka berlima mulai merasakan lapar
dan haus, padahal uang jajan mereka
berlima telah habis. Sesekali mereka
berlima bertanya kepada semua orang yang
dijumpainya, tetapi mereka semua hanya bisa menggelengkan kepalanya. Pertanda
mereka tidak tahu sama sekali kapan datangnya kereta api barang menuju ke
Semarang.
Semua orang yang ditanya mereka berlima hanya bisa menyarankan agar mereka menanyakan
langsung kepada pegawai stasiun yang mengerti jadwal , namun mereka berlima tidak berani
melakukan hal itu, karena
adanya perasaan takut. Meskipun
sebenarnya tidak ada yang perlu ditakuti,
hanya saja karena mereka selalu
dibayangi perasaan bersalah, akhirnya ketakutan itu timbul dengan sendirinya.
Waktu
berjalan terus, haripun berganti malam.
Kereta api barang menuju Semarang belum tiba juga. Wajah mereka berlima kini
terlihat merengek karena dibayangi rasa takut dan menahan lapar. Sementara
mereka juga menahan rasa rindu mereka kepada Bapak dan Ibu mereka di
rumah. Kemudian Burhan yang paling
cengeng, karena dia adalah anak bungsu yang biasa di manja ibunya di rumah,
sekarang terdengar meledak tangisnya, yang tidak lama kemudian disusulah tangis
yang meledak pula dari empat kawan-kawannya.
Kejadian ini tentunya mengundang perhatian
semua Pegawai Stasiun Pekalongan, yang akhirnya membawa mereka masuk ke ruang
PPKA, untuk menanyai mereka berlima.
3
“ Eh . . mengapa engkau semua menangis, ada
masalah apa ? “ tanya Pak Sapto.
“
Aku ingin pulang, Pak “ jawab Burhan.
“
Rumahmu mana dan mengapa engkau semua di sini “
seru Pak Hardiman teman kerja Pak
Sapto.
Mereka berlima kemudian menceritakan
kejadian dari awal. Para pegawai
stasiunpun sekarang menjadi tertawa terpingkal mendengar cerita mereka. Karena baru kali ini para pegawai
stasiun itu mendengar cerita petualangan yang cengeng. berbeda dengan Si Bolang. Lantaran merasa
kasihan akhirnya merekapun memberi makan kepada ke lima petualang cengeng itu.
Setelah ke lima petualang cengeng itu
tenang perasaannya, Pak Saptopun tanpa
berpikir panjang menguikut sertakan mereka naik Kereta Api Ekspres menuju
Semarang dan segera menelpon orang tua
Burhan, yang kebetulan Burhan hapal persis nomor teleponnya.
“ Nah sekarang kalian naiklah
ke kereta api ini, jangan takut sama Pak Kondektur karena Bapak telah menitipkannya. Mulai sekarang jangan main jauh-jauh, ini
pelajaran bagi kalian dan jangan diulangi lagi perbuatan ini, jangan sering
membolos dan suka jahat kepada lainnya. Sampaikan salam Pak Sapto kepada Bapak
Ibumu ‘
“ Baik pak. Akan segera kami sampaikan,
kami berlimapun berjanji tidak akan lagi mengulangui perbuatan ini lagi “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar