Jumat, 10 Februari 2012

Petualang Cengeng

Mereka  berlima adalah teman satu sekolah  yang sangat akrab satu sama lainnya.  Mereka adalah  Burhan,  Ade,  Septian.  Handoko dan  Azis.  Kebetulan sekali mereka adalah teman satu kelas dan kebetulan rumah  mereka semua tidak begitu jauh. Sehingga kemanapun mereka main selalu bareng berlima.  Pendek kata mereka adalah teman sepermainan  sekaligus teman  bersekolah.

      Namun sayangnya kekompakan antara mereka sering disalah gunakan untuk berbuat  jahat dan usil terhadap teman lainnya. Sehingga ulah mereka sering membuat marah Pak Sunoto, wali kelas mereka.   Namun  menghadapi kenakalan mereka Pak Sunoto tetap bersifat sabar dan tidak pernah hilang perhatiannya kepada mereka berlima. Sekali – sekali Pak Sunoto mengundang orang tua mereka ke sekolah, untuk mengajak bersama-sama membimbing mereka berlima.  Namun tetap saja mereka tidak mau merubah sifat jahatnya.

      Seringkali pada Hari Minggu mereka berlima pergi main hingga jauh dan pulangnya sampai sore, dan yang membuat orang tua mereka repot,  mereka suka bepergian jauh tanpa pamit terlebih dahulu. Barulah setelah mereka pulang, mereka sering mendapat nasehat yang keras dari orang tua  mereka masing-masing. Namun tetap saja, dasar anak bandel merekapun tidak pernah merasa jera.

      Bahkan kini ulahnya kian menjadi-jadi, pada hari yang telah disepakati mereka merencanakan untuk naik kereta api barang dari Stasiun Poncol entah tujuan kemana. Pulangnyapun mereka merencanakan naik kereta api barang lainnya. Memang itulah yang direncanakan, agar mirip dengan Petualangan Si Bolang, yang sering mereka lihat di tv.

2
    Pagi – pagi benar mereka berlima sudah mempersiapkan diri untuk pergi berpetualang dan minta uang saku dari orang tua mereka  seperti biasanya.  Namun uang jajan yang  mereka terima bukanya untuk jajan di sekolah tetapi malah digunakan untuk naik Bis Kota  menuju Stasiun Poncol untuk segera memulai petualangannya. Dan  tak lama kemudian merekapun  berhasil  naik kereta api barang yang kebetulan telah siap diberangkatkan menuju Jakarta.

    Sepanjang  perjalanan  dengan kereta api barang,   hati mereka   sungguh sangat bergembira ria.  Hingga merekapun tidak merasa bahwa perjalanan kereta itu telah sampai di Kota Pekalongan yang jaraknya  cukup jauh.   Mereka baru tahu sekarang setelah kereta berhenti cukup lama   dan mmereka memutuskan untuk segera mencari kereta barang lainnya yang hendak menuju Semarang, karena hari sudah cukup siang.

     Waktu demi waktu terus berjalan, matahari telah mulai condong ke barat. Namun kereta api barang yang menujmu ke Semarang belum juga kelihatan, perasaan cemas mulai timbul di hati mereka semua.
 
     Kini mereka berlima mulai merasakan lapar dan haus,  padahal uang jajan mereka berlima telah habis.  Sesekali mereka berlima bertanya kepada  semua orang yang dijumpainya, tetapi mereka semua hanya bisa menggelengkan kepalanya. Pertanda mereka tidak tahu sama sekali kapan datangnya kereta api barang menuju ke Semarang.

     Semua orang yang ditanya  mereka berlima hanya  bisa menyarankan agar mereka menanyakan langsung kepada pegawai stasiun yang mengerti jadwal ,  namun mereka berlima tidak berani melakukan  hal itu,  karena  adanya perasaan takut.   Meskipun sebenarnya tidak ada yang perlu ditakuti,  hanya saja karena mereka  selalu dibayangi perasaan bersalah, akhirnya ketakutan itu  timbul dengan sendirinya.

     Waktu berjalan terus,  haripun berganti malam. Kereta api barang menuju Semarang belum tiba juga. Wajah mereka berlima kini terlihat merengek karena dibayangi rasa takut dan menahan lapar. Sementara mereka juga menahan rasa rindu mereka kepada Bapak dan Ibu mereka di rumah.  Kemudian Burhan yang paling cengeng, karena dia adalah anak bungsu yang biasa di manja ibunya di rumah, sekarang terdengar meledak tangisnya, yang tidak lama kemudian disusulah tangis yang meledak pula dari empat kawan-kawannya.

    Kejadian ini tentunya mengundang perhatian semua Pegawai Stasiun Pekalongan, yang akhirnya membawa mereka masuk ke ruang PPKA, untuk menanyai mereka berlima.
3

 “ Eh . . mengapa engkau semua menangis, ada masalah apa ? “ tanya Pak Sapto.
“ Aku ingin pulang, Pak “  jawab Burhan.
“ Rumahmu mana dan mengapa engkau semua di sini “  seru Pak Hardiman teman kerja Pak   
   Sapto.
 
     Mereka berlima kemudian menceritakan kejadian dari awal. Para  pegawai stasiunpun sekarang menjadi tertawa terpingkal mendengar cerita  mereka. Karena baru kali ini para pegawai stasiun itu mendengar cerita petualangan yang cengeng.  berbeda dengan Si Bolang. Lantaran merasa kasihan akhirnya merekapun memberi makan kepada ke lima petualang cengeng itu.

    Setelah ke lima petualang cengeng itu tenang perasaannya, Pak Saptopun  tanpa berpikir panjang menguikut sertakan mereka naik Kereta Api Ekspres menuju Semarang dan segera menelpon  orang tua Burhan, yang kebetulan Burhan hapal persis nomor teleponnya.

    “ Nah sekarang kalian naiklah ke kereta api ini, jangan takut sama Pak Kondektur karena  Bapak telah menitipkannya.  Mulai sekarang jangan main jauh-jauh, ini pelajaran bagi kalian dan jangan diulangi lagi perbuatan ini, jangan sering membolos dan suka jahat kepada lainnya. Sampaikan salam Pak Sapto kepada Bapak Ibumu ‘

    “ Baik pak. Akan segera kami sampaikan, kami berlimapun berjanji tidak akan lagi mengulangui perbuatan ini lagi “



      




 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar