Rabu, 13 Juni 2012

aku rindu mama

Puisi anak

mama ke Jojga bersama teman kantornya
aku dan bapak di rumah
aku sedih, ingin sekali mama pulang
membawa kue dari Jogja yang ku suka

hingga larut malam mama belum pulang
aku tambah bersedih..
mama sedang apa di sana
apa mama ingat aku di rumah

bapak, cepatlah menjemput mama
aku rindu…

(Semarang 10 Januari 2011)

Selasa, 17 April 2012

Bulan Bicaralah Padaku


Memasuki masa akhir bulan April tahun ini, angin malam yang turun dari Gunung Ungaran mulai menggigit tulang semua penghuni lereng gunung itu. Mendung hitam yang biasa menyelimuti langit Kabupaten Semarang kini hilang, berganti dengan kerlipan bintang yang menghiasi langit hitam. Sang rembulan yang lama jarang menampakan diri, kini menampakan wajahnya yang bundar dan kuning menerangi malam malam sepanjang akhir Bulan April ini.

Penghuni lereng Gunung Ungaran kini tak lagi terkungkung hujan seharian disertai petir dan guruh yang bersautan menakutkan. Sehingga mereka semua memilih untuk berlindung di balik selimut tidur. Apalagi bagi sebagian besar anak anak, malam malam yang mulai diterangi sinar bulan membuat mereka berceria bersama di pekarangan rumah yang mulai mengering. Kawanan Tomcat   dan ulat bulu yang bulan kemarin banyak memenuhi pekarangan mereka kini telah lenyap. Mereka kini, setelah belajar saling berteriak  memanggil dan mengajak lainnya untuk berlarian,  berkejaran,  saling bernyanyi lagu-lagu ceria.

Di bawah sinar bulan yang bulat penuh, mereka duduk bergerombol berkelakar tentang apa saja. Terkadang mereka menceritakan kejadian kejadian lucu yang mereka jumpai tadi pagi di sekolah, yang segera disambut derai tawa mereka semua. Apalagi hari besok mereka libur, karena mulai esok pagi kakak kelas mereka harus menempuh ujian nasional.

Entah karena kagum dengan wajah bulan yang bulat menguning, mereka kini mengarahkan wajahnya ke atas, menyaksikan bulan yang tepat lurus di atas kepala mereka. Tak hentinya mata mereka melototi bulan itu, bulanpun hanya diam membisu tak sepatah katapun dia sapa pada anak anak di bawahnya yang penuh telisik memperhatikanya.

“Siapa sebenarnya bulan itu ?, teman teman !” teriak Savitri kepada teman temannya. Semuanya diam karena tidak tahu jawaban apa yang harus mereka berikan kepada Savitri.

“Aku sering bertanya pada bapak dan ibu, mereka selalu memberiku jawaban hanya dengan senyuman. Apa mereka juga tidak tahu ?” kembali Savitri bertanya kepada teman temanya yang duduk bersebelahan denganya.

“Kata neneku,  bulan adalah rumah nenek sihir yang terbakar “ jawab Sebastian.

2
“Lantas mengapa rumah nenek sihir itu terbakar  Iyan ?” Savitri malah menjadi penasaran dengan jawaban Sebastian .

“Entahlah Fitri !, neneku pernah cerita. Nenek sihir itu sangat jahat. Tetapi pada suatu hari dia tidak sengaja menjatuhkan lampu minyak yang ada di kamar tidurnya dalam rumah besarnya. Api segera berkobar karena minak tanah pada lampu itu membasahi lantai kayu rumah nenek sihir itu. Dan karena rumahnya sangat besar, hingga kini nyali api itu belum padam”

“Aku tidak percaya, Yan !” sahut Galang lantang.

“Eh, lihatlah  bulan itu ! sepertinya bergambar seorang nenek yang menangis !” terang Sebastian.

“Oh ya aku juga lihat, sepertinya Iyan benar “ tutur Savitri.

“Ah mana ada rumah nenek sihir di atas sana ?” kembali Galang menyanggah mereka.

“Tapi menurutku bulan itu adalah mata raksasa bermata satu yang hidup di luar bumi “ pendapat Handoko tadi malah semakin membuat mereka bimbang. Sehingga kini mereka hanya diam membisu untuk beberapa lama. Namun wajah mereka semau tidak henti hentinya memandang sang bulan. Seandainya bulan itu mampu berbicara seperti kita, tentunya anak anak desa yang penasaran itu mampu mendapatkan jawaban yang jelas.

“Teman teman !, pamanku pernah bercerita tentang bulan. Bulan itu berasal dari seekor naga raksasa yang mulutnya mampu menyemburkan api. Bulanlah yang menjadi api naga itu ! ”. Di tengah ketidaktahuan mereka tentang bulan, Prakoso mencoba untuk menjelaskan tentang bulan kepada teman temanya.

“Mengapa api itu tidak pernah padam ? “ tanya Sebastian.

“Sang naga itu sengaja terus menyemburkan api itu agar kita tidak dalam kegelapan bila malam hari “ jawab Prakoso.

“Benar juga jawaban Prakoso, tapi besok besok coba aku tanyakan pada Bu Guru Kadarwasih, siapakah sebenarnya bulan itu”

 “Aku setuju, nanti kita coba tanyakan bersama sama agar kita puas

3
***

Pagi pagi benar mereka sudah berada di depan ruang guru, sambil berbisik bisik mereka semua langsung berjalan menuju meja Bu Kadarwasih guru kelas mereka. Bu Kadarwasih menjadi kaget bukan kepalang menyaksikan mereka yang bersama sama sudah ada di depan mejanya.

“Apa yang terjadi anak anaku sayang ?” Senyum Bu Kadarwasih masih menghiasi bibirnya meski dalam hatinya merasa penasaran dengan kedatangan mereka semua.

“Bu Guru ! aku, Galang, Iyan. Praseto dan handoko kemarin kemarin berbincang  masalah siapa sebenarnya bulan !” sahut Savitri.

“Berbincang masalah bulan ?. Oh bagus !, kalian memang anak ibu yang pandai. Bagaimana hasilnya ?” tukas Bu Savitri.

“Kami belum tahu, bu !. Kata nenek Sebastian, bulan itu rumah nenek sihir yang terbakar. Kata Handoko bulan sebenarnya adalah mata raksasa, tapi menurut Prakoso bulan itu bola api yang disemburkan dari mulut naga, yang benar yang mana ya bu ?” tanya Savitri dengan polos.

“Anak anaku !, sekarang juga kamu masuk kelas, nanti ibu jelaskan di depan kelas kamu. Kebetulan hari pertama ini ibu akan meneruskan pelajaran IPA. Nanti ibu akan jelaskan apa sebenarnya bulan itu ?”

“Nggak mau, bu !, Savitri dan teman teman minta sekarang juga ibu menjelaskan tentang bulan. Semua teman teman sekarang masih penasaran “ desak Savitri yang disambut dengan anggukan kepala teman temanya.

“Baiklah anaku sayang !, memang kalian anak ibu yang kritis. Bulan itu bukan siapa siapa. Bulan itu ya sepeti bumi kita ini. Hanya ukuranya lebih kecil. Bulan kelihatan bercahaya karena pantulan sinar matahari, jadi bukan rumah nenek sihir yang terbakar atau semburan naga raksasa, apalagi mata raksasa. Karena bulan mengelilingi bumi maka bulan disebut satelit bumi. Nah itu jawaban sementara dari ibu, nanti kita lanjutkan di kelas, yo anak anaku kita masuk kelas !!!!”. Kedua tangan Bu Kadarwasih merangkul mereka semua dan menariknya dengan penuh sayang menuju kelas mereka ***

Senin, 05 Maret 2012

Bulan di Atas Adalah Senyum Emak


PUSI ANAK

bila malam aku lelah dalam tidurku, Emak !
aku buka jendela kamarku, hingga angin malam tersenyum
dalam dingin aku hangatkan hati dengan keemasan sinar bulan
wajah bulan  adalah emak dalam senyum
bintang adalah nasehat dan rinduku
emak  nantikan pagi hari
agar aku  bisa memelukmu

(Semarang,  7 Maret 2012)

Rabu, 29 Februari 2012

Nyanyian Rindu untuk Emak


PUISI ANAK

Emak,  seutas rindu ini hanya untuk emak
tak perduli ladang kita mengering
sawah yang merana kerontang
asal emak mau tersenyum....wajah seterang  matahari
sehalus sinar rembulan
yang menghangati bilik bambu kita
mana sarapan untuku, emak ?
singkong rebus dengan gula aren dan
panganan dari nasi ketan

Emak, aku lelah dengan nyanyi rindu ini
yang terus menyelinap di tengah tidurku
emak !, telah aku teriaki bukit-bukit asri
yang menyelingkungi desa terpencil kita
namun mereka hanya terdiam membisu
kemana lagi aku akan menangis
bila hanya untuk rinduku
yang memburu hari-hariku

(Semarang, 29 Februari 2012)




Jumat, 17 Februari 2012

Surat untuk Tulkiyem


Galang hari ini sibuk menulis dua surat, yang satu ditulis untuk emaknya di kampung dan satu lagi untuk Tulkiyem pacarnya di kampung. Setelah selesai semuanya segera surat itu dimasukan ke amplop dan diposkan.  Setelah beberapa hari  Hp nya berdering.....terdengarlah suara emaknya.
“Galang !, kamu tidak tahu sopan santun ya !.Masa sama emakmu,kamu merayu...ngajak emak berkencan !....kamu gimana siiiiihh !!!!!”
“Ya ampun mak,keliru masukan surat Tulkiyem ke amplopnya emak !!!. maafin ya mak “
Sebentar kemudian, Hp nya berdering jga dan terdengar suara Tulkiyem :
“Yang kamu minta uang berapa. Segera aku kirimkan ke rekeningmu !”
“Aduh yem !, keliru itu surat untuk emak !”
“Makanya yang kalau nulis surat sarapan dulu !”
Aduh sialnya aku hari ini....!!!!!##@

Rumus Matematika


Seorang guru matematika mengajarkan pada siswanya, bahwa ilmu matematika adalah ilmu pasti. Seorang siswa bertanya :
“Tapi ada perkalian yang hasilnya tidak sama dengan matematia, pak !”  seru siswa tersebut.
“Ya nggak bisa, kalau 3 x 3 = 9 itu dimana mana sama “
“Buktinya kalau 1 x 24, pak !”
“ya tetap 24 “
“Kalau dikampung saya hasilnya-Tamu Harap Lapor.....!!!!!”
Pak Guru hanya diam mendengarkan murid yang belum sarapan ini.

Patualangan ke Negeri Antahberantah


Ucil kembali disibukan dengan pekerjaan emaknya di dapur, mengambil air di sendang dekat rumahnya dan memetik sayur di kebun. Sehingga seharian dia tidak bermain dengan sahabat – sahabatnya di hutan.  Setelah selesai pekerjaan membantu emaknya, siang hari dia di kebon sayur emaknya, untuk mencabut tanaman sayur yang telah menguning, karena kekurangan air.
   Memang saat itu, kemarau panjang telah melanda Hutan Kedung Siluman, sudah banyak tanaman dan pohon besar yang telah menggugurkan daunnya.. Sahabat – sahabatnya sudah agak lama tidak makan sayur, hanya memakan dahan – dahan itupun yang telah menguning.
   Sejenak Ucilpun istirahat sejenak, setelah pekerjaan di kebon emaknya usai sudah. Dia kini duduk bersandar di pohon mangga depan gubugnya. Sementara emaknya yang sudah renta memilik tidur siang di kamarnya yang reot. Tidak lupa teman saat dia kesepian, seruling bambu kesukaannya ia mainkan. Ucilpin kini hanyut dengan irama serulingnya , mengalun merdu menembus Hutan Kedung Siluman yang sedang meranggas menghadapi kemarau panjang.
  Langit  begitu cerahnya, biru terhampar melingkungi Hutan Kedung Siluman. Ucilpun merasa sejuk dengan semilir angina kemarau yang bertiup perlahan. Sementara itu suara seruling bamboo semakin mengalun merdu, menambah kekaguman Ucil terhadap alam sekitar tempat dia dan emaknya hidup.  Namun di tengah langit biru yang cerah tampaklah cahaya berkilau, laksana bintang yang berjalan mendekati dia.
   “Sinar apa ini.?. Bukankah siang hari tidak ada bintang ?. Apa ini pertanda akan datangnya bahaya ?. . semoga saja pertanda akan turun hujan ! “  seru Ucil lirih. Belum sempat Ucil berdiri dari tempat duduknya, sinar itu sekarang berada di depanya hanya berjarak beberapa puluh langkah. Kini jelas sudah wujud sinar tang berkilau, yaitu sebuah lingkaran besar yang  dindingnya bersekat dan memanjnag membentuk lorong tak berujung.
    Dengan penuh waspada Ucil mendekati lorong tersebut untuk meneliti apa sebenarnya benda itu. Belum lama Ucil berdiri di lorong itu. Tiba- tiba sebuah tenaga yang besar sekali menyedot tubuhnya hingga masuk ke dalam lorong. Sudah barang tentu Ucilpun mengerahkan sekuat tenaga untuk keluar lorong itu., namun semua tenaganya hanya sia - sia saja. Akhirnya kini Ucil merangsek tersedot ke dalam lorong itu. Entah menuju kemana.
  Sdah agak lama Ucil terbawa gaya tarik lorong bercahaya itu, Karena itu tenaga
diapun menjadi habis. Sampai akhurnya dia merasakan tubuhnya terpental dan jatuh di suatu tempat. Bersamaan dengan itu lorong bercahaya itupun hilang dari pandanganya entah kemana.
   Kini dia hanya mampu menarik nafas dalam – dalam dan berusaha menenangkan perasaan yang tidak menentu. Setelah mampu menenangkan perasaanya, barulas Ucil sadar, bahwa kini dia telah berada di tempat asing dan jauh dari rumahnya.
   Tempat itu banyak dipenuhi oleh banyak bangunan besar dan menjulang tinggi, seperti perbukitan di hutannya, tetapi di sini tidak didapati pepohonan. Keheranan semakin menjadi-jadi karena di langit dia melihat langit tidak berwarna biru, tetapi berwarna jingga kemerahan.
   Ucilpun banyak melihat manusia yang lalu – lalang di sekitar bangunan besar itu dan semua manusia itu sama sekali tidak menghiraukan kedatangan Ucil merasa sedih hatinya, karena keramah-tamahan di sini sangat berbeda disbanding di Kedung Siluman. Atau kehidupan disini sudah tidak ada lagi keperdulian antar sesama.
   Mereka bepergian kesana-sini menggunaan kereta yang bisa melayang tetapi tidak memiliki roda dan tidak mengeluarkan suara. Tibalah Ucil kini pada rasa ketidakpercayaan dirinya sendiri.  Apakah dia berada di alam siluman, atau di Kerajaan Laut Kidul atau hanya mimpi belaka seperti menari di bulan.
   Hingga akhirnya Ucil hanya bisa berjalan menyelusuri jalan yang keras dan halus menuruti kemana kakinya melangkah entah kemana, bertemu siapa dan minta tolong pada siapa ?. Sepanjang dia berjalan tak menentu, dia hanya teringat kepada emaknya seorang. Hal yang paling membuat hatinya sedih, adalah bila dia tahu emaknya kesepian ditinggal dia.
      Tak lama melangkah dia mendengar suara langkah kaki yang berat mendekatinya.    
       Tanpa  mengurangi kewaspadaan diapun berhenti untuk menunggu sosok yang berjalan   
       mendekatinya.
   “Selamat datang di lorong waktu th 5040, aku mengemban tugas dari Sang Pemimpin untuk menjemputmu, kawan ! “
   “He. . .Siluman aneh, siapa namamu ? darimana engkau datang ?” tanya Ucil.

   ‘Siluman ?. . di programku tidak ada kata siluman, aku hanya cyber atau robot ?”  jawab makhluk aneh yang berhadapan dengan Ucil.
   “Robot ? jadi namamu robot ?. . . Di hutanku tidak ada robot, juga nggak ada hewan yang tubuhnya kaya kamu, Apa engkau kera besi ? “ tanya Ucil penasaran.
   “Tuuut.. .tiiit aku bukan manusia juga bukan hewan, aku hanya mesin elektronik saja” jawab sang robot.
   “Ah, aku jadi tambah tak mengerti. Sudah seharian aku disini, aku jadi bingung. Tempat apa ini ? dan dimana aku ?. Kasihan emaku di rumah tidak ada yang Bantu. Aku ingin pilang. Kemana jalan pulang ke  Kedung Siluman ?”  tanya Ucil.
   “Itu masalah gampang, nanti akan aku antar engkau pulang, agar kau bisa bertemu emakmu serta sahabat – sahabatmu Rogo Branjangan, Elang Mas, Kilat Menjangan, Sembrani. Kancil Sakti, Kijang Perkasa dan Kijang  Lelono, Naga Sanca , Belang dan Si Putih..
   “Darimana kau tahu nama teman-temanku? Apa kamu pernah ketemu mereka ?” desak Ucil.
   “Nanti kau akan tahu setelah ketemu Sang Pemimpin. Maka ikutlah kami “ jawab Robot,“Untuk apa “ seru Ucil.
   “Aku tidak tahu, aku hanya menjalankan tugas. Tuuuut. . . tiiiit. Sekarang ikutlah denganku. Perlu kau ketahui kami tidak bermaksud jahat denganmu”  jawab sang robot sambil menuntun Ucil menuju mobil yang sudah siap menunggu dari tadi.
   “Masuklah ke mobil, manusia kecil ! “ pinta sang robot.
         “Masuk ke mana ? “ jawab Ucil dengan muka bengong.
   “Masuk ke mobil ini, dengan mobil ini akan kuantar kau ke Sang Pemimpin “
   “Mobil. . .apa itu mobil ?” tanya Ucil yang belum juga tahu maksud robot itu.
   “Mobil adalah kendaraan yang digunakan manusia di jaman ini, Sama seperti kamu naik kuda di hutanmu”. Jawab sang robot.

   “Sampaikan pimpinanmu aku tidak akan lama-lama, emak akan mencariku, Kasihan
dia “ pinta Ucil.
        “Kamu bisa minta apa saja setelah kau ketemu “
 Ucil kini terdiam seribu bahasa, yang bisa dia lakukan hanya menuruti saja kemana
mobil itu melaju. Tak henti-hentinya Ucil dihinggapi perasaan kagum terhadap mobil yang dia naiki sekaligus perasaan ceria. Rasa ingin tahunya yang kuat terhadap mobil sebenarnya kuat sekali. Namun penasaran terhadap niat Sang Pemimpin ingin menemuinya lebih kuat lagi.
 Terasa hanya sekejap saja Ucil telah sampai pada sebuah bangunan  yang besar
sekali berwarna biru muda. Di dalam bangunan itu terdapat ruangan rapat yang besar dan telah berkumpul puluhan manusia yang aneh-aneh, yang menunggu kedatangan Ucil. Mereka duduk di melingkar dan di sekitarnya terdapat peralatan yang Ucil sendiri tidak tahu.
 “Selamat Datang  Ucil Si Tarzan Kecil. Selamat Datang di  KOTA   INDIES.  Silakan
engkau mau duduk di sebelah mana, anak manis ! “ Jawab Sang Pemimoin.
 “Darimana Bapak tahu nama saya? “ jawab Ucil terheran-heran.
    “Ha.. .ha. . .ha aku sudah lama mengamati kehidupanmu dengan sahabat-sahabatmu di Hutan Kedung Siluman. Maka segala sesuatu tentang dirimu dan masyarakatmu telah aku catat dan pelajari.. Perkenalkan aku Sang Pemimpin KOTA INDIES, dan disebelah kanan kiriku adalah Anggota Dewan Penasehat Agung Kota Indies.”  Jawab Sang Pemimpin..
    “Siapa nama Bapak dan apa Bapak pernah ke Kedung Siluman” tanya Ucil yang bertambah heran.
    “Warga Kota Indies memanggilku SANG PEMIMPIN dan untuk mempelajari masyarakatmu kami tidak perlu langsung ke Hutan Kedung Siluman. Kami bisa mengamati dari jarak jauh.  Coba, Cil, perhatikan dinding di depanmu. Akan kami perlihatkan hasil pengamatan kami tentang masyarakatmu ”  pinta Sang Pemimpin.
     Aneh, kehidupan sehari – hari Ucil telah tergambar di dinding itu, bagaimana dia tiap hari membantu emaknya atau kala dia bercengkerama dengan sahabat – sahabatnya. Bahkan perlawanan Ucil dengan Wiro Libas dari Hutan Cemoro Sewu. Tidak terlewatkan pula pertempuran Raja Rimba dengan Siluman Banaspati.

   “Bagaimana bapak mengetahui ini semua,  toh aku tidak pernah melihat Bapak di Kedung Siluman ? “ tanya Ucil.
   “Kami menggunakan kamera optik lorong waktu, sehingga setiap gerak=gerik kamu dan sahabat-sahabatmu terekam jelas “ papar Sang Pemimpin.
   “Lantas apa tujuan bapak melalukan ini semua ? “ tanya Ucil.
   “Pertanyaan yang bagus anak manis !.Memang engkau anak yang cerdas. Tujuan kami mengamati kehidupanmu, adalah selama bertahun-tahun bangsa kami berpetualang dari waktu ke waktu, baru kali ini bangsaku menemukan masyarakat yang tentram dan damal seperti masyarakatmu “ papar Sang Pemimpin.
   “Tapi kami adalah masyarakat yang bodoh. Dibanding disini kami sangat jauh, kami tidak punya mobil, kami hanya menunggang Sembrani atau  Gajah Sona “ jawab Ucil.
   “Berapa kamu bayar Sembrani dan Gajah Sona. Cil ?”  tanya salah satu Dewan Penasehat.
   “Tidak sama sekali “ jawab Ucil.
   “Itulah yang sedang kami pelajari, bentuk kehidupan masa lalu yang penuh dengan kebersamaan dan kebahagiaan, seperti di Kedung Siluman “ papar Sang Pemimpin.
   “Namun Bapak harus mengethui bahasa binatang “
   “Masalah bahasa kami tidak mengalami kesulitan, meski itu bahasa hewan. Kami telah mempelajari bahasa apa saja selama beribu-ribu tahun “ Jawab Ketua Dewan Penasehat Agung Kota Indies.
     “Lantas mengapa harus masyarakat Kedung Siluman  yang Bapak pe;lajari ?. Apa   
      tidak  
       ada masyarakat lainnya ? “ tanya Ucil.
   “Ketahuilah, anaku sayang !, . . .hampir setiap tahun dan sudah terjadi beratus tahun, penghuni Kota Indies terlibat perang satu dengan lainnya. Hingga sampai saat ini belum tercipta kedamaian seperti di Kedung Siluman. Untuk itulah kami mempelajari masyarakatmu “ jawab salah satu anggota Dewan Penasehat Agung Indies.
   “Ah. . .itu kan karena kewibawaan Si Raja Rimba. Mengapa bukan dia yang diundang kemari “ sahut Ucil dengan nada merendahkan diri.
   “Setelah kami pelajari dengan seksama, ternyata hanya engkau seorang yang memiliki bakat seorang pemimpin di masamu. bukan hanya untuk Hutan Kedung Siluman, tetapi untuk masyarakat luas di masamu nanti. Maka engkaulah yang kami undang “ tegas Sang Pemimpin.
   “Sang Pemimpin. ! Mohon maaf aku ingin pulang. Aku kangen sama emak “ seru Ucil sambil memelas.
  “Ha. . .ha….ha  jangan kuatir dengan emakmu, Cil !.  Menurut kamera lorong waktu, dia baik=baik saja, Sabarlah dulu Cil. Kalau sudah waktunya,  kamu akan dipulangkan “ jawab Sang Pemimpin sambil terus tertawa dan diikuti semua yang hadir di rapat.
  “Kapan waktunya aku pulang “
  “Mengertilah Cil.  Masyarakat di masamu nanti, sangat membutuhkan pemimpin seperti kamu. Oleh sebab itu kami Warga Kota Indies sepakat untuk memberimu bekal berbagai macam ilmu pengetahuan, termasuk jug abaca-tulis berbagai abjad yang ada di bumi. Hal ini sangat engkau butuhkan, sehingga nantinya kamu mampu menjadi pemimpin yang baik.
Oleh sebab itu bersabarlah, tinggalah engkau disini untuk beberapa tahun, setelah engkau pandai, kembalilah ke emakmu” papar Sang Pemimpin.
  “Beberapa tahun ? Oh aku tak sanggup “
  “Bersikaplah dewasa !, anaku. Semua niatan baik kami hanya semata-mata demi engkau dan masyarakatmu, Ada suatu masa di mana sahabat-sahabatmu akan dibantai oleh manusia tamak, guna kepentingan pribadi semata-mata “ jawab Sang Pemimpin,
    “Masalah waktu, kamu tidak usah khawatir, karena waktu di Kota Indies dengan       
       waktu
       di Kedung Siluman berbeda jauh. Emakmu tidak akan menunggu lama” seru Ketua Dewan  
      Penasehat Agung.
   Ah. . .aku tidak tahu ini semua. Tapi merekan orang – orang pandai. Apa salahnya bila aku menerima tawaran mereka, demikian bisik hati Ucil. Sehingga dia kini hanya mengangguk kecil pertanda setuju.
   Hari berganti minggu, bulan dan tahun. Genaplah dua tahun tujuh bulan Ucil menuntut ilmu di Kota Indies dengan system pendidikan yang modern dan dibimbing langsung oleh guru – guru yang pandai di bidangnya.
   Segala macam ilmu pengetahuan mulai dari Ilmu Sosial, Kepribadian, Ilmu Alam, Komputer Modern dan lainnya telah dikuasai Ucil.  Sehingga jadilah dia pemimpin yang disiapkan untuk jamannya.
   Setelah dianggap selesai misi para ahli Kota Indies, maka  Ucilpun dipersilakan kembali ke emaknya melalui lorong waktu.  Sekaligus Ucil juga dibekali  cara berkomunikasi dengan guru – gurunya dari Kota Indies, bila dia membutuhkan.
   Pagi hari waktu Kota Indies, Ucil dilepas secara resmi oleh  seluruh warga kota itu. Senyum ceria, Ucapan Selamat Tinggal dan peluk cium dia dapatkan dengan penuh haru. Kini kembalilah Ucil berkendaraan loromg waktu untuk pulang ke Kedung Siluman sama seperti kala dia berangkat.
   Tak berapa lama Ucil merasakan tubuhnya terpental dari lorong waktu, tepat di depan rumahnya. Dan kinipun dia biisa melihat langsung wajah emaknya. yang tersenyum gembira. Emaknyapun kini mencium pipi Ucil dengan penuh haru, disusul dengan tawa canda sahabat – sahabatnya yang mengelilinginya.
  “Syukurlah engkau selamat, Cil,  Setelah engkau tadi ditelan Banaspati “ seru emaknya yang mengucurkan air mata bahagia di pipinya,
  “Cil, engkau tidak apa – apa  ?. Syukurlah kalau begitu. Sekarang diamana Banaspati tadi?” seru Raja Rimba.
  “Entahlah, aku tidak tahu. . . mak, maafkan Ucil yang dua tahun lebih meninggalkanmu ya mak “ seru Ucil sambil terisak – isak.

“Kamu menghilang sejak tadi siang . Bukan dua tahun !. Engkau bicara apa , anaku ? “ seru emaknya’
“Dari tadi ! oh gak mungkin . Padahal aku belajar di Indies dua tahun, tapi itulah lorong waktu”  tutur Ucil.
 

HAMDI BEFFFANANDA AJI