Jumat, 17 Februari 2012

Laskar Kera

Pagi hari Ucil sudah membantu emaknya di kebon. Ditemani para sahabat-sahabatnya,  sedangkan emaknya sibuk memasak sarapan mereka berdua,  udara pagi Hutan Kedung Siluman  sungguh menyejukan tubuh. Lantaran hutan ini masih asri, sama sekali belum terjamah tangan jahil manusia.
Namun pagi hari itu,  dirinya sungguh merasa kaget bukan kepalang. Karena sesuatu yang terjadi, sungguh di luar kejadian biasanya.. Selama dia dan emaknya  hidup tenteram bertahun-tahun di hutan ini , baru kali ini kebon sayur Ucil disatroni pencuri. Seluruh sayur-sayurnya hilang dan meninggalkan sisa kerusakan di kebonya
Dengan memperhatikan jejak kaki pencuri yang tertinggal, Ucilpun menyimpulkan, bahwa yang menyatroni kebonya semalam adalah kawanan hewan liar. Sudah barang tentu kawanan hewan sahabatnya tidak mungkin berbuat seperti itu, kalauloh mereka membutuhkan sayur , dengan senang hati Ucilpun memberikan. Bukankah antara mereka dan Ucil telah terbiasa hidup rukun dan saling tolong-menolong. Lantas siapa yang berani menyatroni kebon sayurku, demikian bisik hatiUcil penasaran.
Ditelitinya sekali lagi jejak kaki pencuri yang menyatroni kebunnya, Ucilpun menjadi sedih hatinya. Lantaran dari  jejak yang tertinggal,  jelaslah kawanan kera yang melakukan pencurian. Hal ini tentunya menyebabkan hati Ucil bertambah sedih dan penasaran.
Kerugian yang dialami emaknya memang tidak seberapa, namun setidak-tidaknya hutan yang tentram ini dikhawatirkan akan menjadi kacau. Oleh karena itulah, Ucil kemudian meminta ijin emaknya untuk pergi ke tengah hutan untuk menemui Raja Kera  RAGA BRANJANGAN,  guna meminta pertanggungan-jawab.
Baru beberapa ratus langkah meninggalkan emaknya,  dari jauh telah terlihat kawanan kera yang dipimpin langsung Raja Kera, berjalan paling depan dengan langkah yang tegap dan setengah berlari. Diikuti puluhan pasukan kera pengawalnya, mereka saling berteriak, pertanda kawanan ini sedang diliputi rasa marah yang memuncak.
 “Cil, kebetulan sekali kita berjumpa disini, Grrrrr. . .grrrr…, Hari ini aku sengaja ingin bertemu denganmu “ kata  Raga Branjangan.
“Rupanya kita mempunyai maksud yang sama kawan ! , aku juga punya niat ingin menemuimu. Semalam kawanan kera telah menyerang kebon sayur emaku. Semua sayur
emaku dilahap habis tanpa sedikitpun yang tersisa. Mengapa anak buahmu tega melakukan ini, He sahabatku Rogo Branjangan…! “  protes Ucil.
“Sabar dulu, Cil !. . . bukan hanya kebun sayur emakmu, semua buah-buahan milik rakyatkupun telah dihabiskan pasukan kera. . . entah dari mana datangnya mereka “  jawab     Si Raja  Kera  dengan geram.
“Apa maksudmu. . .apa yang terjadi. . pasukan kera dari mana. . .tolong jelaskan apa yang sebenarnya terjadi. . jadi bukan rakyatmu yang menyatroni kebonku ?  “ desak Ucil penasaran karena ingin tahu kejadian yang sebenarnya.
“Yang jelas bukan rakyatku, aku berani menjamin. Percayalah padaku, Cil, semalam kami diserang oleh pasukan kera yang jumlahnya tak terhitung  “ tutur Raja Kera meyakinkan Ucil. 
 “Pasukan kera…!, apa maksudmu ?. Sudah lama aku tinggal di hutan ini, kejadian ini sungguh sulit kupercaya, cobalah tenangkan dulu perasaanmu Raja Kera”. 
Ucilpun segera menyuruh Si Raja  Kera  segera melaporkan kejadian sebenarnya,  sekaligus menyuruh mereka untuk duduk di pinggir jalan hutan yang cukup rimbun. Sementara para pengawal duduk mengitari Ucil dan rajanya. Secara runtut dan lancer Raka Kera menceritakan kejadian yang sebenarnya, tentang serbuan pasukan kera semalam dari awal hingga akhir.
Sejenak Ucil dan sahabat-sahabatnya hanya termenung setelah mendengarkan cerita Rogo Branjangan, memikirkan bagaimana mengatasi kejadian ini. Sebagian dari mereka hanya bisa menarik nafas panjang, sedangkan lainnya  hanya bisa saling pandang.
“Melihat cara mereka menyerbu hutan ini jelaslah Cil,  mereka cukup terlatih dan mempunyai niat yang jahat terhadap penghuni Hutan Kedung Siluman “ kata Raja Kera  mencoba memecahkan kebekuan hati mereka yang berkumpul.
“Lantas bagaimana dengan Raja Rimba dan pasukannya “  Tanya Ucil.
“Mereka telah mengadakan perlawanan yang sengit dan berhasil membunuh cukup banyak pasukan kera,  namun karena jumlah pasukan kera tak terhitung, mereka terdesak mundur dan lari entah kemana “

“Bila kita tetap bersatu tentun mereka bisa dikalahkan. Bersikaplah tenang, Raja Kera ! Saya  yakin mereka bermarkas tidak jauh dari hutan ini. Cobalah akan aku panggil  Elang
Mas, untuk mengadakan pengintaian “ seru Ucil. Tak lama kemudian, Ucil berteriak melengking memanggil Elang Mas, yang terbiasa melakukan tugas pengintaian.
Dengan senang hati Elang Mas  yang ditemani kelompoknya segera terbang untuk mengadakan pengintaian. Mereka terbang menyebar kearah empat penjuru, tanpa harus banyak menerima penjelasan Ucil. Lantaran tugas semacam ini, adalah keahlian kelompok elang.
Sementara sambil menunggu laporan hasil pengintaian sahabatnya, Ucilpun segera mengatur taktik  bagaimana menyelematkan penghuni Hutan Kedung Siluman.
Kebiadaban pasukan kera terhadap penghuni hutan ini, telah menyengsarakan tiap penghuni Hutan Kedung Siluman.  Sehingga tanpa menunggu waktu lama, para pimpinan kawanan hewan segera mencari Ucil, untuk mengadukan masalah yang mengancam mereka. Sudah barang tentu peristiwa ini, adalah sesuatu yang penting bagi mereka. Lantaran gempuran pasukan kera telah menelan korban jiwa saudara-saudara mereka, belum lagi persedian makanan yang telah diangkut tanpa sisa oleh pasukan kera.
Hingga tidak mengherankan apabila dalam waktu yang tidak lama, Ucil sekarang dikelilingi pemimpin-pemimpin kelompok hewan. Mereka semua mengadu kepada Ucil, tentang sikap mereka yang marah, sedih sekaligus ingin segera membalas memerangi kebiadaban pasukan kera.
“Kita balik serang mereka, Cil “ seru babi hutan yang memiliki nama Rekso.
“Tunggu apa lagi Cil. . . biar aku gempur mereka semua “  pinta Sembrani, kuda  yang gagah perkasa , seraya mengangkat kedua kakinya dan berteriak nyaring menantang kawanan kera.
“Aku tidak  punya wewenang untuk mengeluarkan perintah berperang, wewenang ini sepenuhnya berada di tangan Si Raja Rimba. . . kemana perginya Raja Rimba ? “ Tanya Ucil kepada seluruh hewan yang berkumpul.
“Kawanan singa dan Si Raja Rimba  tidak berada di tempat, tetapi mengungsi di Hutan Jeruk Legi  dekat Pulau Nusakambangan “ jawab  Kancil. 
 “Darimana engkau tahu, kancil sahabatku ? “
 “Aku sempat bertemu dengan mereka tadi pagi”
“Huuuh. bisa repot kita,  padahal keadaan sudah genting. Baiklah sahabat-sahabatku, sembari menunggu kabar dari Elang Sakti.  Kumpulkan semua saudaramu.
Bawalah mereka secepatnya ke BUKIT  LANGEN  SARIuntuk berlindung dari patroli pasukan kera.  Saya kira patroli pasukan kera tidak mudah menemukan persembunyian
kita.  Setelah kita aman di sana, barulah kita bisa mengatur taktik melawan mereka “ tutur Ucil kepada mereka yang berkumpul. Tanpa menunggu lama, masing-masing ketua kelompok hewan membubarkan diri, guna mempersiapkan pengungsian besar-besaran rakyatnya  ke Bukit Langen Sari.
Keputusan Ucil memilih Bukit Langen Sari  sebagai tempat pengungsian memang masuk akal. Betapa tidak,  bukit itu letaknya sunggung terpencil, di kaki GUNUNG UNGARAN. Bukit itu dibatasi oleh sungai yang berkelok  mengelilinginya. Untuk menuju bukit itu, kita haruslah melewati banyak tanjakan yang cukup terjal, yang berfungsi sebagai dinding alam.
 Sehingga kecil kemungkinan pasukan kera musuh bisa menemukan bukit ini,  ditambah lagi bukit ini banyak dihuni hewan-hewan berbisa yang siap merenggut nyawa siapa saja yang  melintasnya. Hanya penghuni Hutan Kedung Siluman  saja yang mengetahui jalan pintas yang aman menuju puncak bukit ini.
Memang untuk menyelamatkan penghuni Hutan Kedung Siluman dari keganasan pasukan kera musuh mereka, bukanlah perkara yang gampang. Namun berkat bakat alam yang dimiliki Ucil masalah ini, bukanlah sesuatu yang pelik.
Meskipun demikian,  bukan berarti Ucil gampang bertindak gegabah, sebab sedikit saja dia ceroboh maka musnahlah sahabat-sahabat dia yang jumlahnya tak terhitung. Oleh sebab itu diapun menyuruh Pasukan Srigala  yang dipimpin Si Putih  ditambah dengan Pasukan Macan  yang dipimpin Si Belang,  untuk berjaga di tebing pinggir lembah itu.
Tugas dari pasukan ini, adalah untuk menyongsong pasukan kera musuh bila mendekati lembah itu. Dan tak kalah pentingnya, taktik jitu dari Kancil Sakti sungguh ia harapkan. Maka tanpa menunda waktu, Ucilpun  menyuruh Kilat Menjangan untuk  segera menghubungi Kancil Sakti  di Bukit Klampisan.



23
    Beberapa hari kemudian, berkumpulah para pemimpin penghuni Hutan Kedung Siluman di GOA  MADUKASIH .  Sebuah goa yang berada di salah satu tebing Bukit Langen
Sari  yang dijadikan markas mereka. Goa ini berukuran besar dan  terlindungi batu-batu besar yang kokoh,  layaknya markas besar tentara modern lengkap dengan dinding beton anti meriam.
         Hari itu juga semua pemimpin kelompok penghuni Hutan  kedung Siluman berkumpul, diantaranya adalah, Rogo Branjangan, Si Belang, Si Putih, Menjangan Elok, Kuda Sembrani, Lembu Perkasa,Elang Mas dan Kancil Sakti.
         Agenda rapat hari itu adalah mendengarkan laporan  hasil pengintaian Elang Mas dan kelompoknya,  yang selama beberapa hari menyelinap jauh ke tengah Hutan Kedung Siluman.
Tanpa ragu-ragu dan takut, Elang Mas kini bertengger di pundak Ucil untuk melaporkan hasil pengintaian kelompoknya,
     “Sahabat-sahabatku sebenarnya kawanan kera itu, berasal dari Hutan CEMORO SEWU  di kaki Gunung Lawu,. Beberapa tahun lalu karena hutan Cemoro Sewu  hangus diterjang lahar   letusan Gunung Lawu,  mereka kemudian menetap di Telaga SARANGAN dipimpin oleh Senopati WIRO  LIBAS
     “Lantas kemana raja mereka  ?“ seru Ucil memotong laporan Elang Mas, Karena di hatinya mulai tumbuh  rasa penasaran.
     “Raja  mereka  bergelar Noto Wanara . yang baru saja meninggal karena diterjang lahar panas saat Gunung Lawu meletus. Karena itulah Wiro Libas  mengangkat dirinya menjadi pemimpin mereka didukung oleh pasukannya yang setia”
     “Berapa jumlah kekuatan mereka sekarang  ? “ Tanya  Kancil Sakti.
     “Sebenarnya kekuatan mereka tidak seberapa, apalagi sebagian besar dari mereka tewas kala Gunung Lawu meletus, hanya saja Wiro Libas meminta bala bantuan kera dari Alas Roban,  Hutan Gunung Cerme dan Hutan Merapi -  Merbabu.  Sehingga kekuatan mereka sekarang berlipat-ganda tak terhitung “ seru Elang Mas.
     ‘Mengapa  mereka semua bersedia membantu Wiro Libas ?, apa imbalan untuk mereka ?“  tanya Ucil.



24
    “Wiro Libas mempunyai niat hendak menguasai hutan tanah jawa, semua hewan seantero hutan tanah jawa harus tunduk pada dia.  Dia menjanjikan untuk  kesejahteraan dan harta melimpah bagi kawanan kera yang membantunya “ jawab Elang Mas.
     “Masalah Wiro Libas serahkan saja kepada Rogo Branjangan, biar aku yang menyeretnya  untuk dihukum mati di hutan ini “ usul Rogo Branjangan Si Raja Kera.
    “Tahan dahulu nafsu amarahmu, he Raja Kera, kita upayakan  jalan lain yang tidak menelan korban jiwa “  jawab Kancil Sakti, yang berusaha mendinginkan hati Si Raja Kera.
     “Lang. . !, apa maksud Wiro Libas  begitu tamaknya hendak menguasai Kedung Siluman ” Tanya Kilat Menjangan.
     “Wiro Libas  berniat mendirikan istananya di pinggir Telaga Sewon Wono, sekaligus menjadikan Kedung Siluman sebagai pusat kerajaannya.  Karena hutan yang kita miliki  ini tepat berada ditengah Pulau Jawa,  hingga mudah bagi Wiro Libas untuk melakukan serbuan pasukanya ke semua penjuru tanah jawa.  Tentu saja semua penghuni Kedung Siluman  akan dijadikan budak-budaknya, apabila dia berhasil menghuasai hutan ini “  jawab Elang Mas dengan suara yang melemah, lantaran getir hatinya..
     “Elang Mas sahabatku. . . ! sampaikan padaku apa keistimewaan Wiro Libas
?..ketahuilah  Rogo Branjangan Si Raja Kera Kedung Siluman tidak akan getar menghadapinya” tutur Si Raja Kera ketus.
            “Aku  yakin engkau mampu mengalahkan dia. . . hanya berhati-hatilah menghadapinya “  jawab Elang Mas.
    “Memangnya kenapa ? “  tutur Raja Kera.
    “Ketahuilah sahabatku. . . di seantero Gunung Lawu. Wiro Libas  adalah pendekar kera  yang pilih tanding.  Bentuk tubuhnya tegap sekaligus sigap.  Telah banyak pendekar yang ditundukan dan sekarang menjadi pengawal setianya.  Disamping dia memiliki ilmu kesaktian yang tinggi, diapun menguasai ilmu bela diri yang mapan. Bagi dia lebih baik mati daripada tunduk dengan lawanya, hanya saja sungguh disayangkan dia memiliki watak yang gila hormat, pemarah, licik, jahat sekaligus sadis. Bukan hanya dikalangan kera,  hewan-hewan buas lainnyapun segan dengan nama besarnya. Inilah yang dapat aku ketahui dari tugas pengintaian beberapa hari “ jawab Elang Mas dengan runtut.


25
      “Janganlah kalian berkecil hati sahabat - sahabatku. . .!, sehebat apapun seorang pendekar tetap saja dia mudah dikalahkan, apabila dia belum mampu mengalahkan dirinya  sendiri“  sahut Kancil Sakti  dengan sikap yang arif dan bijaksana.
    “Apakah bisa kau lacak dimana sekarang mereka berkumpul ….Elang Mas ? “ Tanya Kuda Sembrani, yang baru kali ini angkat bicara.
    “Mereka sekarang bermarkas di Bukit GOMBEL, Beberapa hari lagi mereka merncakan  akan menggempur habis – habisan Kedung Siluman  . Pertempuran kali ini direncanakan oleh Wiro Libas sebagai pertempuran hidup-mati “.
            Malam telah beranjak larut,  kesepakatan mereka tentang taktik mengalahkan pasukan Wiro Libas  baru saja diputuskan. Sebagian hewan yang ikut serta berkumpul bisa bernafas lega, sedangkan sebagian lainnya masih harap-harap cemas tentang rencana mereka melawan musuhnya. Meskipun hari hampir pagi, namun sebagian besar dari mereka belum bisa memejamkan mata. Betapa tidak pertempuran kali ini adalah pertempuran hidup – mati.
_______________________OOOO_____________________

   Pagi-pagi benar kawanan penghuni Hutan Kedung Siluman telah berkumpul mengepung pemukiman pasuikan kera Wiro Libas, yang bermarkas  di pinggir Telaga Sewon Wono.  Mereka langsung dipimpin oleh Panglima Perang Hutan Kedung Siluman  yang tidak lain adalah Ucil Si Tarzan Kecil
         Sungguh piawai Ucil dalam memainkan perang urat-syarat terhadap pasukan kera Wiro Libas,  meskipin jumlah pasukan hewan Kedung Siluman  jauh lebih sedikit dibanding dengan musuhnya. Namun kedatangan mereka yang mendadak, sudah cukup membuat pasukan kera musuh menjadi ciut hatinya.
   Bahkan posisi pasukan Kedung Siluman oleh Ucil dirancang sedemikian rupa, sehingga mirip dengan posisi pasukan romawi yang siap bertempur. Mereka berbaris dan berjajar secara rapi, lengkap dengan umbul-umbulnya.  Khusus untuk pasukan yang berjajar paling depan diisi kawanan Gajah Sona. Wiro Libas kini harus berpikir dua kali untuk meluluh-lantakan penghuni Kedung Siluman, yang telah siap perang. Bahkan baru kali ini, dia menemui kesiagaan pasukan musuhnya yang lebih siap berperang, dibanding dengan pasukannya yang masih pulas di pembaringanya saat ini.
Melihat prajurit musuh yang belum siap menyongsong pasukannya, Ucil segera menyuruh Gajah Sona, untuk  meniupkan terompet perang.  Lengkingan terompet Gajah Sona  yang memecahkan udara pagi langsung disambut dengan teriakan pasukan Kedung Siluman, sebagai pertanda  mereka siap perang.
Gegap gempitanya teriakan pasukan Kedung Siluman,  ternyata cukup mengagetkan pasukan kera Wiro Libas, oleh karena itu tidak heran  bila sebagian besar pasukan kera Wiro Labas  lari tunggang-langgang menyelematkan diri. Dengam demikian taktik perang Ucil sudah banyak membuat mental pasukan Wiro Libas jadi bertambah ciut nyalinya.
Tidak berapa lama kemudian, majulah Ucil dengan ditemani Kancil Sakti dan Rogo Branjangan Si Raja Kera, melangkah menuju tepat di depan Wiro Libas.  Kini mereka bertiga bisa melihat dengan jelas sosok Wiro Libas. Terlihat sorot matanya tajam mengawasi kedatangan mereka bertiga,  pertanda dalam hatinya menyimpan kebencian terhadap jawara Kedung Siluman. ini.         
“Betulkah engkau yang bernama Wiro Libas “ seru Ucil
“Tidak salah, bocah kecil !, Akulah Wiro Libas. . . Grrrrrrr. . .grrrrrrrr. . .menyerahlah padaku !. . . tariklah mundur pasukanmu !. Aku akan memberikan pengampunan “ gertak Wiro Libas,  tanpa banyak basa-basi. 
 “Jangan bersikap sombong dulu, Libas.. . .? aku dan sahabat-sahabatku telah lama menghuni hutan ini. . . apa hakmu memintaku untuk menyerah ?. Sebaliknya bawalah pulang pasukanmu kembali ke Cemoro Sewu “ tukas Ucil dengan sikap yang tidak mau kalah dengan musuhnya.
“Kalau begitu tidak ada gunanya lagi kita berunding, bersiap-siaplah untuk berperang saat ini juga “ .
Libas . . .!  aku telah menyiapkan peti mati untukmu. . . hadapilah aku !. . . Rogo Branjangan Raja Kera Kedung Siluman. Aku telah bersumpah takan mundur selangkahpun menghadapimu ‘  teriak Branjangan.
 “Percayalah Branjangan. . .! aku tidak akan menyia-nyiakan  perang ini. Bersiap-siaplah untuk perang tanding denganku !. “ tanya Wiro Libas  seraya mencibirkan bibirnya.
 yang hitam dan tebal itu . Terlihat jelas dari sikapnya  Wiro Libas  sangat meremehkan tiga sosok pemimpin Kedung Siluman,
“Aku tunggu kamu di pertempuran ini….sekali lagi Branjangan tidak akan mundur selangkahpun “ seru Branjangan.
“Apa pesan terakhirmu hei bocah kecil dan kancil tua “ ejek Wiro Libas kepada mereka berdua.
“Pertanyaan seperti itu harusnya engkaulah yang menjawab, sebelum engkau
menyusul pasukanmu yang lari tunggang-langgang “ jawab Kancil Sakti, yang mulai berusaha
untuk menjatuhkan mental Wiro Libas.
“Apa maksudmu  ? “  Wiro Libas menjawab dengan penuh penasaran.
“Ketahuilah Libas, aku baru mendapat laporan dari Elang Mas, bahwa ribuan pasukanmu yang lari tunggang-langgang, telah dihancurkan oleh anak buah Si Belang Raja Macan dan Si Putih Raja Srigala  di balik bukit ini.  Oleh karena itu menyerahlah, karena pertempuran ini akan menjadi akhir hidupmu “ desak Kancil Sakti.
 “Ha. . . ha. .. Wiro Libas  bukan anak kecil sepertimu . . . .jangan coba-coba menggertak aku, Kancil Tua  !. Untuk menghadapi Pasukan Kedung Siluman tidak mungkin aku mundur selangkahpun “ Jawab Wiro Labas.
“Bagaimana kau bisa mengalahkan kami, dengan kekuatan  pasukanmu  yang tinggal sedikit. . . tidak mungkin Raja Hutan Pulau Jawa, memiliki pasukan yang penakut, seperti pasukanmu yang sekarang hancur “ seru Kancil Sakti.
“Lantas, apa pedulimu. Aku sudah tidak sabar,  cepat kembali ke tempatmu. Hadapi pasukanku “ ujar Wiro Libas.
“Baiklah bila itu yang kau pinta. . . hanya saja sebelum kita berperang, aku sarankan dulu agar pulanglah saja ke Cemoro Sewu  bersama pasukanmu.  Hingga tidak ada korban yang  jatuh lagi “  desak Ucil .
Namun yang diajak bicara tidak berkomentar sepatah-katapun, hanya memberikan sorot mata yang tajam dan segera berpaling, sambil mengangkat tangan kanannya sebagai tanda agar pasukannya siap bertempur.  Isyarat dari Libas tadi, segera dibalas oleh keempat jenderalnya yang setia, yaitu  Legen, Samran, Rinenggo dan  Krenda.
 Kancil Saktipun segera kembali ke posisi pasukan Kedung Siluman diikuti oleh Ucil dan Rogo Branjangan.
“Jadi kita tidak punya cara lain untuk menghindari perang ini, eyang Kancil “ Tanya  Ucil kepada Kancil Sakti.
‘Hmmm. . . . turuti saja kemauan kera sableng itu, hanya saja usahakan jangan sampai pasukanmu bertempur secara terbuka. Berilah perintah kepada Kilat Menjangan,  Gajah Sona,
 Sembrani,  Badak Perkasa dan  Andini  untuk mengundurkan posisi pasukanya “ sahut Kancil Sakti. 
 “Baik, eyang, namun untuk apa ‘ Tanya Ucil penasaran.
   “Libas dan keempat jenderalnya tidak memiliki taktik perang yang jitu, mereka hanya mengutamakan kekuatan pasukannya saja. Sehingga sebaiknya kita pancing mereka untuk berada di tengah Lembah Sewon Wono, selanjutnya perintahkan semua pasukan yang berposisi di bukit, untuk segera turun ke lembah. Ini akan membuat panik semua pasukan Cemoro Sewu
   “Baiklah, segera saya laksanakan nasehat eyang “ sahut Ucil, yang tidak lama kemudian menghubungi para pemimpin hewan-hewan penghuni Kedung Siluman, yang posisinya menyebar. Dan merekapun setuju dan patuh dengan Ucil, pemimpin mereka.“ .
    Kemenangan yang gilang gemilang sudah hinggap d benak Wiro Libas. Sehingga  dia tidak menyadari, bahwa pasukannya kini telah berkurang jauh jumlahnya. Karena ketamakannya pula, dia tidak menyadari bahwa posisi pasukanya telah terkepung rapat. 
         Sejak tengah malam tadi, banyak jumlah pasukan Kedung Siluman  yang menyelinap di balik pohon sepanjang Bukit Sewon Wono.  Mereka sengaja bersembunyi untuk melakukan serangan mendadak, bila telah diperintah Ucil. Sehingga tidak mungkin bagi pasukan Wiro Libas   untuk melarikan diri bila terdesak,  yang bisa dilakukan hanya mundur ke arah tengah telaga. Akan amankah mereka di tengah telaga ?. Padahal di perairan telaga telah siap kawanan buaya, yang dipimpin BAJUL SETO.   Taktik semacam inilah yang sengaja diterapkan oleh Kancil Sakti.
   Tanpa berpikir panjang, Wiro Lebas  segera berteriak keras dan panjang penuh semangat. Teriakan itu adalah aba-aba untuk pasukannya agar segera maju menghantam pasukan Kedung Siluman, yang jumlahnya lebih sedikit.  Ucilpun tidak tinggal diam, dengan
melambaikan umbul-umbul di tangan kanannya, majulah pasukan Kedung Siluman menyongsong serangan Pasukan Kera Cemoro Sewu.
29
         Namun belum sampai terjadi benturan dua pasukan yang berperang. Tiba-tiba Ucil memerintahkan pasukannya untuk mundur.  Kejadian semacam ini ternyata diluar perhitungan Wiro libas.  Sikap  Wiro Libas  hanyalah terheran sekaligus bangga.  Kini yang ada pada diri Wiro Libas hanyalah kemenangan yang gilang-gemilang. Tidak mengherankan bila Wiro  Libas bertindak gegabah, karena  membawa pasukannya untuk terus ke tengah gelanggang.
     Wiro Libas baru menyadari bahwa dirinya telah terkepung, setelah melihat Pasukan Kedung Siluman yang jumlahnya tak terhitung, tiba-tiba muncul dari  balik bukit. Meluncur ke tengah gelanggang bagaikan air bah. Melihat keadaan yang tidak menguntungkan ini. Banyak prajurit kera dari Cemoro Sewu  menjadi ciut nyalinya dan  menyerah tanpa syarat,  dan menjadi tawanan Pasukan Kedung Siluman. Bahkan sebagian lagi lari tunggang-langgang kearah tengah telaga dan menjadi tamu tak diundang kawanan  Bajul Seto.
   Terbukti sudahlah bahwa setinggi apapun kemampuan pemimpin bisa tak berari apa-apa, bila keputusannya didasarkan pada rasa tamak, nafsu dan kedengkian. Bukankah hal ini telah dialami sekarang oleh Wiro Libas.
   Dia baru saja menyadari kekalahan yang dialami, setelah sebagian besar pasukanya lari tunggang- langgang lantaran terkepung rapat Pasukan Kedung Siluman. Kini hanyalah dia dan beberapa pengawalnya saja  yang masih berdiri di gelanggang.  Tidak mungkin bagi dia untuk melawan musuhnya, bahkan beberapa pengawalnyapun kini tertunduk lesu dan gemetar seluruh tubuhnya lantaran ketakutan.
   Sungguh kekalahan yang telak sama sekali, karena dia harus menerima kekalahan, tanpa membunuh satu orangpun prajurit Kedung Siluman. Apalagi pasukan Kedung Siluman kini merapatkan kepunganya dengan cara melangkah maju bersamaan kea rah dia dan pengawalnya. Diapun semakin panik, setelah melihat para jenderalnya mengangkat ke dua tanganya untuk menyerah.
   Apakah aku akan menyerah begitu saja dengan pihak Kedung Siluman. Dimana nama besarku, telah ratusan hutan telah aku jelajahi, banyak pendekar yang aku kalahkan, banyak harta yang telah aku rampas. Tidak mungkin nasubku akan seburuk ini. Demikian kata hatinya, dan tiba-tiba saja sekujur tubuhnya terasa lemah dan kini dia sudah tidak sadarkan diri.
Kini kegembiraan menjadi milik penghuni Kedung Siluman, apalagi Wiro Libas kini telah menjadi saudara jauh mereka. Meski dia kini telah pulang ke Cemoro Sewu beserta pasukan keranya. Hutan Kedung Silumanpun kini kembali tentram dan damai.

______________________oooo_____________________

Kesedihan Ucil kini telah lenyap, hatinya kembali pulih seperti semula lantaran
emaknya telah sembuh, karena itu pula kini dia lebih ceria lagi bertutur kata dengan hewa
sahabat-sahabatnya.
Setiap hari seusai membantu pekerjaan emaknya, dia luangkan waktunya untuk bermain dengan sahabat-sahabatnya. Mereka saling berlari, bekejaran dan bercengkerama layaknya saudara sekandung. Bahkan kini mereka benar-benar telah menjadi sahabat sejati, apabila salah satu dari mereka menemui kesulitan, maka yang lainnya segera memberi bantuan.
Demikianlah kehidupan Ucil Si Tarzan Kecil tiap harinya. Namun hari terus berganti, karena waktu selalu bergulir tiada yang mampu menghentukannya. Pergantian hari, bulan pada akhirnya akan menyebabkan pergantian musim, hingga giliran sekarang Hutan Kedung Siluman dilanda musim kemarau yang panjang.
       Seperti biasanya apabila semua penghuni hutan ini mengahadapi musim kemarau yang panjang, mereka harus siap menghadapi hukum rimba yang ganas antar mereka.  Hukum ini jelas akan menguntungkan hewan-hewan yang besar dan ganas, mereka akan sesuka hati menganiaya hewan lainnya yang lemah. Bukankah bagi hewan yang lemah hanya bisa mengakui kecongkakan yang kuat ?.  Lebih parah lagi, musim kemarau yang melanda Hutan Kedung Siluman  tahun ini sungguh sangat panjang.
       Persedian air utama yang ada di TELAGA SEWON WONO, kinitelah surut. Air yang masih tertinggal hanya sebagian kecil, terletak persis di tengah telaga, itupun kini telah keruh.
Sudah barang tentu manfaat Telaga Sewon Wono menjadi sangat penting, bagi kehidupan hewan di seantero hutan lebat tersebut. Semua hewan penghuni hutan ini memanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
      Namun lain lagi bagi Singa Perkasa SANG RAJA RIMBA. Yang congkak dan jahat. Karena sifat tamaknya, dia dengan congkaknya menguasai telaga  ini sesuka hatinya.  Hal ini membuat seluruh penghuni Hutan Kedung Siluman  menjadi resah. Jangankan untuk minum, mendekatpun bagi hewan lainnya tidak diperbolehkan.
Karuan saja peristiwa di atas membuat Ucil ikut prihatin. Akhirnya dengan maksud baik Ucil disertai sahabat-sahabatnya menyempatkan diri untuk menemui Sang Raja Rimba. di istananya, yang letaknya tidak jauh dari Telaga Sewon Wono.
     “Selamat jumpa lagi, . . . hai Si Raja Rimba. Semoga hari ini engkau dan keluargamu selalu dalam keadaan sehat-sehat “ sapa Ucil setelah dia duduk di depan Si Raja Rimba, yang duduk di atas tumpukan jerami dengan congkaknya.
      “Auuummm.. . Selamat datang di istanaku, Hai Ucil. Apa keperluanmu datang menemuiku? “ seru Si Raja Rimba.
     Kedatangan kami semua menghadapmu hanya ingin mengunjungimu semata. Sekaligus perkenankan kami semua menyampaikan kekaguman kepada engkau Sang Perkasa,  sehingga engkau patut di beri julukan SANG PERKASA  SI RAJA RIMBA “  balas Ucil, dengan ucapan  yang berbasa-basi. Ucil sengaja merayunya,  karena dia tahu watak dan perangai Si Raja Rimba, yang sangat keranjingan pujian dari lainnya. Barangkali dengan cara ini, aku bisa melunturkan kecongkakan singa yang gila hormat tadi.
    “Ha….ha . . ha.. memang begitu seharusnya, Cil. Semua hewan di hutan ini takut dan tunduk kepaku Sang Raja Rimba, lantas kepada siapa, akan berlindung kalau bukan kepada aku. . .siapa yang mereka takuti  Cuma aku Sang Raja Rimba, ha. . ha. . ha “ seru raja rimba dengan wajah yang garang dan suara yang lantang.
     Sebenarnya merah juga telinga Ucil mendengarkan kecongkakan singa gila hormat yang ada di depanya. Namun rasa marah dalam hatinya, sekuat mungkin dia tahan. Hal ini karena dia adalah duta dari semua sahabat-sahabatnya, sehingga dia harus bersikap hati-hati.
“Untuk itulah kami menghadapmu di istana, karena kami menginginkan pertolongan darimu, hanya engkaulah yang bisa menolong kesulitan kami “  dengan tidak sabar Ucil menuturkan permasalahannya.
“Katakan saja, Cil. Tentu dengan mudah aku akan membnantumu “ jawab Raja Rimba dengan wajah yang tersenyum angkuh. 
“B aiklah Raja Rimba, aku harap engkau bersedia mendengarkan semua keluhan rakyatmu, yang sedang dilanda keresahan mendalam “
“M asalah apa, Cil  “  Raja Rimba kaget mendengar penuturan Ucil. 
“Hendaklah engkau bertindak adil,  berikan kebebasan pada rakyatmu untuk mengambil air telaha sekedar untuk minum “ jawab Ucil lantang
 “Aku selalu memberi kebebasan yang luas pada rakyatku, apabila keadaan air cukup berlimpah. Namun memang aku larang, karena persadiaan air terbatas “
 “Aku yakin air telaga tidak akan habis hanya sekedar untuk minum saja “ tutur Ucil dengan nada yang cukup tinggi.
“Itulah maslahnya, Cil. Pada kenyataannya mereka seenaknya saja mengambil air. Mereka tidak mau mematuhi aku sebagai Raja Rimba, agar mengambil secukupnya “
“Lantas akan kau biarkan rakyatmu mati kehausan ? “ Ucil tidak kalah kerasnya dengan ucapan Raja Rimba.
“Grrr…..grrrr apa boleh buat, itulah  hukuman yang pantas bagi mereka “  ucap Raja Rimba, yang sudah tidak dapat menahan rasa amarahnya.
“Dimana rasa keadilanmu sebagai Raja Rimba ? ” kini giliran Ucil yang berang dengan raja rimba.
“Aku tidak perduli. Bagiku peraturan ini akan terus aku jalankan sepanjang musim kemarau ini “
 “Sungguh engkau tidak pantas menjadi Raja Rimba di Hutan Kedung Siluman  ini. Tidak pernah aku duga, bahwa sifatmu bertentangan dengan nama besarmu. Percuma aku memberi hormat kepada engkau “ Ucilpun tidak mau kalah dalam meladeni kekerasan hati Si Raja Rimba.
     “Itu bukan urusanmu, hai bocah sombong !. Cepat tinggalkan tempat ini ! “ gertak Raja Rimba kepada Ucil, yang nampaknya sudah tidak main-main lagi.
    “Ketahuilah, hai Raja Rimba. Apabila terjadi ketidakadilan di hutan ini. Disitu pulalah Ucil akan dating untuk membrantasnya “ seru Ucil yang nampaknya juga tidak main-main.
     “Bagus bocah yang tidak tahu diri !. Andai aku bertindak tidak adil, lantas apa maumu ?. Aku peringatkan kau !. Sekali terkam saja, tubuhmu akan tercabik-cabik “ tutur Raja Rimba yang kini sudah tepat di depan Ucil, siap menerkam.
Keadaan di dalam istana Raja Rimba kini terdengar gaduh, semua hewan berteriak memaki Raja Rimba, sementara lainnya berhamburan keluar karena takut. Betapa tidak
Kawanan singa pengawal Raja Rimba  dan Ucil beserta kelompoknya sudah saling berhadapan dan saling bersitegang. Kedua belah pihak telah siap untuk bertempur mati-matian.  Bahkan dalam situasdi yang genting seperti itu, meloncatlah Si Belang  persis di depan Raja Rimba seraya menggertak.
     “He Raja Rimba  serakah majulah hadapi  Belang ,  inilah lawanmu bukan bocah kecil ini “ tantang Si Belang yang siap untuk menyabung nyawa.
   Melihat situasi yang telah menjadi kritis ini, Ucil berusaha untuk mencegah pertarungan antara Raja Rimba dan Si Belang.  Karena keadaan seperti ini sama sekali tidak dikehendaki Ucil. Tugas dia yang paling utama, adalah mengajak semua penghuni hutan ini, saling menghormati dan tolong-menolong antar mereka. Sehingga di Hutan Kedung Siluman, tercipta ketertiban dan ketrentaman.
         Saat itu juga,  Ucil segera mengajak sahabat-sahabatnya meninggalkan Raja Rimba dan pengawal-pengawalnya  guna mencari cara lain untuk melunturkan kecongkakan dan ketamakan Si Raja Rimba..
     Namun demikian Ucil tetap  meminta sahabat-sahabatnya  tidak putus asa dan terus berupaya mencari cara lain. Sepanjang perjalanan mereka meninggalkan istana raja rimba, Ucil dan sahabat-sahabatnya saling berdiskusi menentukan langkah selanjutnya. Diskusi antar mereka sungguh sangat serius tetapi menyenangkan, mereka saling melempar pendapat, tidak memandang jenis hewan, besar-kecil tubuh mereka atau perbedaan anatara mereka lainny
Dari sekian banyak pendapat yang disampaikan mereka yang ikut larut dalam diskusi ini, hanyalah pendapat Si Burung Hantu yang bernama Si GUK GUK yang dapat diterima oleh mereka semua. Karena semua telah sepakat menerima pendapat Si Guk Guk, akhirnya Ucilpun bisa bernafas lega.  Karena untuk menyadarkan Si Raja Rimba memang haruslah dengan cara yang bijak.
Pendapat Si Guk Guk memang pendapat yang paling masuk akal sekaligus pendapat yang cukup bijak, sehingga diharapkan tidak banyak menimbulkan masalah dalam perjuangan mereka semua mendapatkan air minum. Bukankah semua hewan di Hutan Kedung Siluiman  telah mengetahui kebesaran nama sahabat mereka yang arif, yaitu KANCIL SAKTI dari LEMBAH  KLAMPISAN.  Kebesaran nama Kancil Sakti telah telah mereka ketahui bersama, selain sakti Kancil Sakti juga dikenal sebagai tokoh yang arif- bijaksana,  ringan menolong sesame, ramah dan luwes bergaul.
  “Guuk. . . guk…teman-temanku, tentunya kalian masih ingat sahabat kita KancSakti, yang telah lama kita lupakan. Bukankah dia sahabat kita yang ringan-tangan menolong kita semua, saya yakin berkat kecerdasan dan pengalaman hidupnya, tentulah mudah bagi dia  untuk menyadarkan Si Raja Rimba.  . Guuk. . .guk “ demikian pendapat Si Guk Guk
 “Baiklah teman-teman, setelah kalian menyetujui pendapat sahabatku Si Guk Guk,  besok kita segera kesana untuk menerima nasehat-nasehatnya, karena hari sudah cukup siang aku pamit dulu. Kasihan emak di rumah sendirian ”  serui Ucil sambil membalikan badanya untuk segera pulang membantu pekerjaan emaknya. Sudah barang tentu kesepakatan anatar mereka telah dirahasiakan bersama, agar tidak terdengan telinga Si Raja Rimba, yang dikhawatirkan bisa menghalangngi niat mereka.
Tidak berapa lama mereka telah sampai di Lembah Klampisan, yang menakjubkan karena dikelilingi bukit yang landai dan sejuk. Persis di salah satu bukit, terdapat goa yang besar dan sejuk, disitulah Si Kancil Sakti  tinggal.  Karena  Kancil Sakti sangat mudah bergaul dengan siapapun, merekapun tidak menemui kesulitan untuk menjumpainya.
 “Jadi kamu yang bernama, Ucil “ seru Kancil Sakti
 “Betul,  Eyang Kancil “ jawab U cil.
 “Hoooooo…..jangan panggil aku eyang “ protes Kancil Sakti.
 “Ah. biarlah, aku senang memanggil eyang “ jawab Ucil, seraya  melepas senyum.
“Hmm. . .terserah maumu saja Cil, Ayo cepat katakana, maksud kamu dan sahabat-sahabatmu menemui kancil yang tidak berguna ini “.
 Ucilpun lantas menceritakan derita semua sahabat-sahabatnya  penghuni Hutan Kedung Siluman, akibat ketamakan dari Si Raja Rimba.. Sekaligus niat dia meinta pertolongan Kancil Sakti.  Mendengar penuturan Ucil yang runtut, dari awal hingga akhir Kancil Sakti hanya menarik nafas panjang sambil mengelus-elus jenggotnya yang telah memutih’
“Sungguh suatu perbuatan yang tidak terpuji, tidak pantas dilakukan oleh Raja Rimba . Baiklah saat ini juga, bersama mari kita temui rajamu. Semoga saja dia bersedia merubah keputusannya. “  seru Kancil Sakti dengan bergegas  berniat menemui Raja Rimba.. 

Hari belum begitu sore, matahari masih bergelantung di langit biru yang kini sudah mulai condong ke barat.  Sementara itu, Si Kancil Sakti bersama dengan sahabat-sahabat Ucil, telah sampai di gerbang istana Singa Si Baginda Raja  Rimba. Kedatangan mereka sungguh membuat kaget penghuni istana, termasuk Raja Rimba.
“Auummm. . . engkau lagi Cil. Bagus. . .bagus. . .engkau membawa hidangan seekor kancil yang sudah tua, namun tiada mengapa Cil. Sudah tiga hari aku tidak makan “ sambut Raja  Rimba yang telah dimabuk dengan kecongkakannya.
“Aku tidak punya waktu lagi untuk berbasa-basi denganmu lagi,  keadaan penghuni hutan ini sudah cukup menderita. Serahkan sekarang juga Telaga  Sewon Wono kepada kami “ sahut Ucil dengan nada ketus.
“Ambil saja sesukamu, Cil. Asal kamu mau menyerahkan hidangan kancil  berjenggot itu, meskipun  sudah tua, namun biarlah yang penting cukup untuk mengganjal perutku “ seru Raja Rimba. Nampaknya rasa lapar diperutnya membuatnya dia lupa diri.
 “Asal kamu mampu menangkap dan menerkam tubuhku, silahkan  kamu nikmati kancil ini sepuas-puasnya, he. . . singa ompong yang lemah “ tantang Ucil.
 Sebenarnya ngeri juga perasaan Ucil, atas sikapnya yang menantang Raja Rimba. Namun hal ini dia lakukan karena segala sesautu telah mereka rencanakan, untuk melumpuhkan Raja Rimba atas perintah Kancil Sakti.
“Kurang ajar, rasakan taringku. . . bocah bandel “   gertak Raja Rimba seraya melayangkan tubuhnya sekuat tenaga guna melumat tubuh si kecil Ucil.  Namun betapa kagetnya Si Raja Rimba,  saat kaki belakangnya menyentuh tanah. Dia merasakan lemas sekujur tubuhnya, bahkan tanah yang diinjaknya menjadi lunak, sehingga kedua kaki belakangnya terperosok ke dalam tanah yang basah
Tidak heran kalau Si Raja Rimba menjadi gusar hatinya. Denghan sekuat tenaga dia mencobna menarik kedua kaki belakangnya. Namun anehnya, semakin kuat menarik kakinya, semakin dalam pula kaki belakangnya terperosok.
  “Apa  yang kamu lakukan , Cil.  Jangan kamu kira aku akan menyerah begitu saja,  he bocah sombong, he . . . pengawalku tolong angkat tubuhku,  jangan hanya diam saja” . Sikap Raja Rimba semakin tidak menentu.

Meski enam pengawal setianya bersamaan menarik tubuh rajanya, namun tubuh Raja Rimba sama sekali tidak bergeser sedikitpun. Yang jelas peristiwa seperti ini, tidak membuat Raja Rimba menyadari kekurangannya, bahkan malah bertambah besar amarahnya.
“Jangan kamu kira, aku akan begitu saja menyerah padamu. . . bocah ingusan, kalau kau memang berani, bunuh saja aku, tunggu apa lagi. . . bocah dungu ! “ teriak Raja Rimba hingga suaranya menggetarkan dinding istana. Karuan saja membuat hati sebagian besar hewan yang ada di dalam istana menjadi tambah getir . Hanya Ucil dan Kancil Sakti  yang kelihatan tenamg.
“Untuk apa aku membunuhmu yang sudah tak berdaya,  sekarang serahkan saja Telaga Sewon Wono kepada semua rakyatmu “ jawab Ucil.
“Sampai kapanpun tidak akan aku serahkan telaga ini “
Di sela perseteruan Ucil dan Raja Rimba, majulah Kancil Sakti  hingga tepat di depan tubuh Raja Rimba yang tak berdaya lagi, seraya berkata dengan tenang.
“Aku  harapkan , Baginda yang Terhormat berkenan menyerahkan telaga ini, hanya kemurahan hatimu sajalah yang mampu menolong dirimu sendiri “ kata Kancil Sakti.
“Kancil tua. . . apa pedulimu, telaga ini miliku, hanya aku sajalah yang boleh meminum airnya, jangan ikut campur urusanku “  tutur Raja Rimba dengan sikap yang angkuh.
 “Baiklah kalau memang begitu, sekarang nikmati saja air telagamu sepuas-puasnya “ seru Kancil Sakti seraya melangkah surut menuju Ucil berdiri.
Tidak beberapa lama setelah Kancil Sakti melangkah surut, kini terlihatlah pemandangan yang mencengangkan semua yang hadir di istana. Betapa tidak,  dari semua lubang tubuh Raja Rimba mengalirlah dengan deras air yang keruh dan berbau busuk.  Maka pantas saja bila seisi istana menjadi gaduh. Mereka saling berteriak,melolong, menggeram dan entah suara apa lagi.
Mengalami peristiwa yang mengerikan semacam ini, barulah Sang Raja Rimba  menjdi kecil nyalinya. Sontak dia memohon  kepada Kancil Sakti dan Ucil beserta sahabatnya dan berjanji akan menyerahkan Telaga Sewon Wono kepada seluruh rakyatnya..

HAMDI BEFFANANDA AJI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar